Kamis, 05 September 2013

Aksen Minang

Aksen Minang                

Dalam sebuah perjalanan kerja lapangan ke Nunukan, dalam rombongan ikut seorang anak muda yang baru aku kenal ketika itu. Pada saat  berbincang-bincang santai tiba-tiba dia bertanya sambil setengah menebak. Pertanyaannya apakah aku orang Minang. Aku jawab seadanya sambil balik bertanya bagaimana dia tahu. Dan dia mengatakan dari aksen Minang yang aku gunakan. Tentu saja.... Dia bertanya lagi sejak umur berapa aku meninggalkan Ranah Minang. Aku jawab lagi sejujurnya, sejak berumur 15 tahun di tahun 1966. Dia agak tercengang-cengang mendengarnya. 

Sudah hampir 50 tahun sejak aku meninggalkan kampung. Apakah selama itu aku terlalu banyak bergaul dengan orang Minang, tanyanya. Iya, dengan istriku, jawabku bercanda.

Memang begitulah adanya. Akupun menyadari, bahwa makin ke belakangan ini aku menggunakan aksen Minang yang lebih kental. Aksen atau intonasi berbicara ketika aku menggunakan bahasa Indonesia. Aku sendiri agak geli ketika mendengarnya dari rekaman yang dibuat kawan-kawan pada acara-acara khusus, baik di kantor ataupun di mesjid. Dengan cengkok seolah-olah aku sedang berbicara dalam bahasa Minang.

Di rumah kami menggunakan dua bahasa. Dengan istriku, kami berbahasa awak, sementara dengan anak-anak berbahasa Indonesia dengan aksen Minang itu. Dan ternyata, ini terbawa kemana-mana.

Bagaimana ketika aku berbicara dalam bahasa lain? Bahasa Sunda (aku bisa berbahasa Sunda sedikit-sedikit, kadang-kadang masih menggunakannya dengan teman sama kuliah dulu), Inggeris  atau Perancis? Aku tidak tahu dan tidak sadar. Karena belum pernah mendengar rekamannya pula. Atau, boleh jadi ada pula irama keMinang-minangannya?

Kan tidak ada salahnya. Bagus-bagus saja kalau orang tahu bahwa aku urang awak....

****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar