Yang Harus Diperhatikan Ketika Memberi Nama Pada Anak
Kamis 16 Jumadilakhir 1435 / 17 April 2014 17:00
NAMA, meskipun hanya sesuatu yang bersifat maknawi tetapi memiliki
nilai yang amat tinggi melebihi materi. Sehingga orang akan lebih
menjaga nama daripada hartanya, jangan sampai namanya direndahkan,
ditentang atau dimusuhi.
Islam sangat menganjurkan agar memberi nama anak dengan nama yang
baik, karena pada umumnya nama memiliki pengaruh terhadap seseorang yang
memilikinya, dalam baik ataupun buruknya. Dia merupakan cerminan
pemikiran orang tua, apakah dia seorang yang selamat dan mengikuti
petunjuk Nabi saw atau memiliki pemikiran- pemikiran yang tercemar dan
bahkan menyimpang.
Nama yang baik akan memberikan kepuasan bagi seorang anak. Ketika
anak memasuki usia banyak bertanya (antara 5 hingga 7 tahun) terkadang
mereka melontarkan pertanyaan, “Mengapa ayah memberi nama aku demikian?
Apa artinya?”
Alangkah bahagianya sang ayah kalau dia memberi nama yang baik,
sehingga dia dapat memberikan jawaban yang menyenangkan buat sang anak.
Namun kalau ternyata nama yang dia berikan adalah buruk maka terbukalah
kebodohan dan kedangkalan pemikirannya di hadapan sang anak. Dan nama
baik yang diberikan kepada anak merupakan salah satu pendidikan paling
dini untuk mereka. Ketika seorang anak tahu bahwa namanya adalah sesuatu
yang mulia dan tinggi, maka dia akan bercita-cita setinggi dan semulia
namanya sebagaimana yang diharapkan oleh orang tua.
Maka ada benarnya ungkapan sebagian orang, “Katakan siapa namamu,
maka aku akan tahu siapa ayahmu.” Artinya dengan mengetahui nama seorang
anak maka dapat diterka bagaimana sifat, pemikiran dan gaya hidup orang
tuanya.
Waktu Pemberian Nama
Ada tiga waktu yang disunnahkan dalam memberikan nama anak, yaitu:
- Memberi nama bayi pada saat dia dilahirkan.
- Memberinya nama dalam masa tiga hari setelah kelahirannya.
- Memberi nama pada hari ke tujuh dari kelahirannya.
Perbedaan ini masuk dalam kategori tanawwu’ (variasi), sehingga kita dapat memilih mana saja yang kita kehendaki, alhamdulillah.
Memberi Nama Adalah Hak Ayah
Tidak ada perbedaan pendapat bahwa yang lebih berhak memberi nama
seorang anak adalah ayah. Jika ada perbedaan atau perselisihan antara
ayah dengan ibu maka yang berlaku adalah panamaan dari ayah. Seorang ibu
jika kurang setuju hendaknya mengajak musyawarah dengan baik, dengan
penuh kelembutan dan jalinan kasih.
Boleh juga minta dicarikan nama kepada orang yang terpercaya dalam agamanya (shalih) agar memilihkan nama yang sesuai dengan sunnah. Banyak diantara shahabat yang menghadap Nabi Shalallaahu alaihi wasalam serta meminta beliau agar memberi nama untuk anak-anak mereka.
Boleh juga minta dicarikan nama kepada orang yang terpercaya dalam agamanya (shalih) agar memilihkan nama yang sesuai dengan sunnah. Banyak diantara shahabat yang menghadap Nabi Shalallaahu alaihi wasalam serta meminta beliau agar memberi nama untuk anak-anak mereka.
Anak Dinisbatkan Kepada Ayah
Sebagaimana pemberian nama adalah hak ayah maka penisbatan anak juga
kepada ayahnya. Dia dipanggil dengan menisbatkan kepada ayahnya, bukan
kepada ibunya, misalkan fulan bin fulan bukan bin fulanah, kalau anak
perempuan fulanah binti fulan, demikian pula dalam panggilan.
Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman, artiya; “Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama
bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah.”
(Surah Al-Ahzab:5)
Memilih Nama Yang Baik
Seorang ayah wajib memilihkan nama yang baik untuk anaknya, dari segi
lafal maupun maknanya, serta masih dalam koridor syara’. Diantara ciri
nama yang baik adalah: Indah, sejuk di lisan, enak didengar, mengandung
makna yang mulia dan sifat yang benar dan jujur, jauh dari segala makna
dan sifat yang diharamkan atau dibenci agama seperti nama asing yang tak
jelas, tasyabbuh dengan orang kafir serta segala yang memiliki arti
buruk.
Ada sebuah ungkapan yang mengatakan, “Merupakan hak seorang anak
terhadap ayahnya adalah memilihkan untuknya ibu yang baik, memberinya
nama yang baik dan mewariskan kepadanya adab (pendidikan) yang baik.”
[Diringkas dan disadur dari kitab “Tasmiyatul maulud” Syaikh Bakr Abdullah Abu Zaid/berbagai sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar