Selasa, 10 September 2013

Mahalnya Biaya Demokrasi Kita

Mahalnya Biaya Demokrasi Kita

Kemarin, tanggal 10 September, Kalimantan Timur mengadakan pemilihan gubernur. Ada tiga pasang calon gubernur. Gubernur menjabat dengan pasangan baru, wakil gubernur menjabat dengan pasangannya pula, dan mantan walikota Balikpapan dengan pasangannya. Tiga pasangan yang bertarung memperebutkan suara secara demoktaris. Bukankah ini sebuah demokrasi yang hebat? Bahkan kota Tarakan pada saat yang sama juga mengadakan pemilihan walikota. Sungguh hebat. Demokrasi kita memang terlihat sangat hebat. Pemimpin-pemimpin itu dipilih langsung oleh rakyat dalam sebuah pemilihan resmi, yang hari pemilihan itu bahkan dijadikan hari libur. Sangat berbeda dengan sistim pemilihan dua puluh tahun yang lalu. Yang ketika itu sangat kentara diatur. Sangat tidak demokratis. 

Mana yang lebih bermutu pemimpin sekarang (gubernur, bupati, walikota) dengan pemimpin dua puluh tahun yang lalu? Tidaklah perlu kita pertanyakan. Kita sama tahu bahwa banyak di antara mereka yang kemudian menjadi penghuni penjara, setelah sebelumnya ditangkap oleh KPK.

Yang ingin aku sorot adalah biaya untuk menegakkan demokrasi ini. Yang ternyata lumayan mahal. Aku kaget mendengarnya. Tadi subuh, di mushala Sepinggan, aku yang datang ke mushala dengan menantuku, mendengar dan melihat penyelesaian tahap akhir dari tugas anggota KPU. Menandatangani dan menerima honor sebagai anggota KPU. Menantuku adalah seorang anggota petugas. Setiap petugas menerima honor sebesar Rp 600,000. Ada 7 orang petugas di setiap TPS. Ada 70 TPS di setiap kelurahan. Untuk sebuah kelurahan saja biayanya sudah Rp 294.000.000.- Dahsyat. Dan entah berapa banyak kelurahan di seluruh Kalimantan Timur. Pastilah bermilyar-milyar biayanya......

Belum lagi biaya yang dikeluarkan oleh setiap calon. Untuk kampanye. Untuk biaya tim sukses. Untuk biaya ini-itu. Yang besarnya juga bermilyar-milyar. Terlepas dari mana datangnya biaya-biaya kampanye tersebut.

Kita ingin bertanya. Sepadankah sesuatu yang dibiayai sangat mahal itu dengan hasil akhir untuk kesejahteraan rakyat. Rasa-rasanya tidak terlalu meyakinkan. Apalagi ditunjang fakta bahwa banyak dari pejabat yang memenangkan pemilu itu akhirnya berurusan dengan KPK. Alih-alih akan mengabdi untuk kepentingan rakyat yang memilihnya secara demokratis, banyak di antara beliau-beliau itu rupanya punya misi tersendiri. Paling tidak untuk mengembalikan modal ketika berkampanye. Paling tidak untuk balas jasa kepada partainya.

Demokrasi kita memang sangat mahal. 

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar