Selasa, 30 Agustus 2016

Ayam Kampung


Ayam Kampung   

Ini cerita tentang peliharaan ayam kampung. Sekitar dua tahun lebih yang lalu, seorang tetangga menawarkan kepada istriku apakah kami mau memelihara ayam kate. Maksudnya, kalau mau maka akan diberinya sepasang. Istriku bilang mau. Maka datanglah dia pada suatu sore mengantarkan sepasang ayam. Ternyata tidak murni ayam kate, lebih menyerupai ayam kampung biasa. Ayam itupun ditempatkan di dalam kandang burung yang sudah kosong di pekarangan belakang. 


Tidak berapa lama kemudian ayam itu bertelur. Kemudian beranak. Tapi sayang anak pertamanya pada mati dibunuh ayam jantannya. Mungkin karena kandangnya agak sempit. Beberapa bulan berikutnya induk ayam itu kembali beranak. Kali ini yang jantan dipindahkan, sehingga induk dan anak-anak ayam itu aman. Begitulah seterusnya, induk ayam itu beranak setiap empat bulanan. Maka ayam-ayam itupun berkembang biak. Terpaksa dibuatkan kandang yang lebih besar.  

Tidak terasa ayam-ayam itu semakin banyak. Pemeliharaannya hanyalah sekedar diberi makan pagi dan sore. Kandangnya dibiarkan terbuka. Sampai suatu ketika ayam-ayam itu didatangi musang. Hebat juga lingkungan tempat tinggalku ini, masih banyak musang berkeliaran. Sebelumnya, karena di sekitar kandang diberi penerangan, sampai berbulan-bulan tidak pernah ada masalah. Sampai pada suatu malam yang sial  untuk ayam-ayam malang tersebut. Dalam satu malam lima ekor ayam betina dibunuhnya, tapi tidak dimakannya. Ini sebuah keteledoran, karena sebenarnya kandang-kandang ayam itu ada pintunya, tapi selama ini tidak pernah ditutup. 
Tidak ada perawatan khusus untuk ayam-ayam itu. Adik iparku yang juga suka memelihara ayam menyarankan agar ayam-ayam itu diberi kulit bawang. Maksudnya, ketika mengupas bawang untuk memasak, kulit bawangnya jangan dibuang tapi berikan kepada ayam. Wallahu a'lam. Tapi alhamdulillah, ayam-ayam itu sehat-sehat saja. Ada juga yang mati ketika masih anak-anak ayam baru menetas. Ada yang kecemplung ke tempat minum, lalu tidak bisa keluar dan mati di sana. Atau terinjak oleh induknya.
Saat ini ada 30 ekor besar kecil. Lebih sepuluh ekor yang jantan. Setiap pagi heboh bunyi kukuruyuknya. Tidak ada yang dipotong? tanya seorang teman. Tidak tega memotongnya. Kadang-kadang ayam-ayam jantan itu ada juga yang berkelahi. Dibiarkan saja, sampai ada yang kalah.  

Ini bukan pertama kali kami memelihara ayam kampung. Beberapa tahun yang lalu juga pernah kami lakukan dimulai dari sepasang ayam yang tadinya mau dipotong. Sempat berkembang biak jadi belasan ekor, tapi setelah itu berhenti. Penyebabnya  karena ayam-ayam itu berhenti berreproduksi. Pernah terlambat memberi makan. Akibatnya mereka memakan telurnya sendiri. Semua ayam itu jadi pemakan telur. Telur yang baru keluar langsung diperebutkan. 

****

Sabtu, 27 Agustus 2016

Kesukaan Mengarang

Kesukaan Mengarang

Sejak masih di SR dulu aku menyukai pelajaran mengarang dalam mata pelajaran Bahasa. Karena guru mengatakan karanganku bagus. Lalu akupun bersemangat. Mengarang cerita apa saja. Dengan tulisan tangan. Tapi karangan-karangan itu hanya sekedar untuk dapat nilai dari guru dan setelah itu terlupakan dan hilang. Tidak ada yang dibukukan dan disimpan. Waktu di SMP dan di SMA kebiasaan itu agak berkurang. Waktu jadi mahasiswa di Bandung kadang-kadang aku membuat cerita-cerita pendek, masih dengan tulisan tangan. Ada teman yang mengusulkan agar karangan itu diketik dan dikirim ke majalah atau koran untuk diterbitkan. Tapi aku tidak punya mesin ketik, Jadi, ya tidak pernah dikirim dan diterbitkan. Akhirnya kebiasaan mengarang terlupakan begitu saja. 

Baru setelah punya PC di rumah keisenganku untuk menulis muncul kembali. Aku rajin membuat cerita-cerita pendek dan biasanya kukirimkan ke mailing list Rantau Net, sebuah perkumpulan urang-urang awak. Banyak yang menyukai tulisan-tulisan itu dan menyarankan agar aku membukukannya. Kebiasaan mengarang cerita berkembang menjadi cerita 'panjang', ketika aku mengamati ada peristiwa-peristiwa yang pantas untuk diceritakan. Tulisan panjang yang pertama berjudul Sang Amanah

Tapi untuk menerbitkan ternyata tidak mudah. Tidak ada penerbit yang mau menerima. 

Aku meneruskan  menulis cerita yang lain dan kembali hanya jadi konsumsi Rantau Net. Suatu ketika ada seorang teman yang memperkenalkanku dengan pemilik sebuah percetakan. Percetakan ini yang menerbitkan novelku yang pertama berjudul Anak Manusia Korban Politik. Buku ini dicoba memasarkannya ke toko-toko buku besar. Dan ternyata tidak laku. Kenapa? Ya, karena sebuah karya seseorang tak dikenal. Tanpa iklan, tanpa sponsor. Sepertinya hanya karena alasan sederhana begitu. Padahal, menurut beberapa orang yang telah membacanya, cerita ini bagus dan mengharukan. 
 
Aku terus juga menulis. Cerita-cerita pendek dan novel. Tidak diterbitkan juga tidak apa-apa. 

Maka lahirlah Derai-derai Cinta yang sudah ditulis sekitar empat tahun yang lalu. Dan beberapa cerita pendek lain. Tetapi memang sejak dua tahun belakangan ini minatku untuk menulis jauh berkurang. Lalu ada yang menyarankan untuk menerbitkan sendiri karangan-karanganku tersebut dan bahkan memperkenalkan percetakan yang biasa melayani cara penerbitan seperti ini. Inilah yang sedang kulakukan.  

Pulang Kampung adalah judul untuk kumpulan 25 buah cerita pendek yang ditulis sejak tahun 1990an sampai tahun 2010. 25 buah cerita yang menurutku paling baik untuk digabungkan dalam buku ini di antara cerita-cerita pendek yang aku tulis.  
Derai-derai Cinta dan Pulang Kampung sedang dalam proses untuk terbit. 


****
                

Rabu, 24 Agustus 2016

Rumah Potong Hewan

Rumah Potong Hewan

Beberapa hari yang lalu, kami panitia Aidil Adha Mesjid Al Husna Komplek Depkes II Jatibening berkunjung ke penyedia ternak sapi kurban di Cikarang. Tahun lalu kami membeli 20 ekor sapi kurban dari mereka. Tahun ini sepertinya penawaran mereka masih yang terbaik. Pedagangnya bernama pak D, cukup ramah. Kami senang berbincang-bincang dengannya. Kandang penampung sapinya terletak persis di belakang rumah potong dan bisa menampung sampai 40 an ekor sapi. Umumnya adalah sapi Bali. Pak D adalah penyedia ternak potong untuk konsumsi harian masyarakat Cikarang dan sekitarnya. Setiap hari 3 sampai 4 ekor sapi dipotong di sana. 

Rumah potong itu sendiri masih sangat sederhana. Bangunan berukuran lebih kurang 10 kali 7 meter, hampir tanpa penyekat. Sapi disembelih dalam ruangan itu dan seterusnya digantung untuk dikuliti dan dipotong-potong sebelum dikirim ke pasar-pasar. Ada sebuah bagian yang berbeda di ruangan itu, yaitu sebuah lorong dari baja yang kokoh setinggi dua setengah meter, panjang sekitar enam meter dengan lebar kurang dari satu meter. dan hamparan baja berukuran tiga kali dua meter disampingnya. Rupanya lorong ini bagian dari alat pemotong sapi impor dari Australia.  Pak D rupanya juga mempunyai lisensi untuk memotong sapi ex Australia. Di kandang yang terpisah, hari itu ada tiga ekor sapi berukuran lebih besar, jenis Limosin.

Dia bercerita, bahwa sapi Australia tidak boleh (tidak diijinkan) untuk disembelih seperti pemotongan sapi lokal. Itulah sebabnya, rumah potong harus menyediakan lorong khusus tadi itu. Jadi bagaimana cara memotongnya? Mula-mula sapi digiring ke dalam lorong baja. Sampai di ujung lorong, dalam keadaan tidak bisa lagi maju, sapi itu 'ditembak' (istilah pak D) dengan peluru tumpul di bagian kepalanya. Sapi itupun terhuyung pingsan. Satu sisi dinding lorong dibuka dan sapi itu jatuh ke hamparan baja, lalu disembelih di sana. 

Aku beritahu pak D bahwa cara pemotongan seperti itu tidak lebih baik dari yang biasa dilakukan rumah potong, dengan merebahkan dan mengikat sapi sebelum dipotong. Sapi tidak semestinya dipukul atau 'ditembak' untuk dipingsankan sebelum disembelih. Tapi menurut pak D, kalau aturan itu tidak dituruti, kalau sapinya disembelih dengan terlebih dahulu diikat dan direbahkan, maka rumah potong bersangkutan akan dicoret sebagai penyalur sapi impor dari Australia tersebut. Karena menurut mereka cara penyembelihan seperti itu lebih sadis. Mereka selalu mengawasi apakah aturan itu dipatuhi oleh rumah potong.

Praktek pemotongan sapi di rumah potong yang dilakukan secara tradisional, kadang-kadang memang terlihat 'sadis'. Para pekerja melakukan tugasnya dengan tergesa-gesa dan ceroboh. Tidak jarang mereka memperlakukan sapi yang akan dipotong itu secara kasar baik ketika menariknya, mengikatnya atau merebahkannya. Bahkan ketika sapi yang baru disembelih itu belum sempurna mati, kepala, kaki-kaki dan bagian tubuh lainnya sudah dipisahkan. 

Seharusnya pemerintah bisa menertibkan cara memotong hewan di rumah potong. Baik yang dengan cara tradisional tapi sembrono ataupun yang dengan cara menembak untuk memingsankan sapi sebelum dipotong. Menggunakan lorong baja itu cukup praktis untuk menghindarkan pengikatan sebelum merebahkan sapi yang sepertinya terlihat ribet dan sadis. Tinggal disempurnakan dengan memasang alat untuk mendongakkan kepala sapi sebelum disembelih. Alat seperti ini sudah digunakan di rumah-rumah potong di luar negeri termasuk di Australia.   

****                                        

Minggu, 21 Agustus 2016

Dua Puluh Satu Agustus - Tujuh Belas Zulqaidah

Dua Puluh Satu Agustus - Tujuh Belas Zulqaidah     

Menurut catatan ibuku yang beliau tulis di halaman terakhir kitab tafsir Mahmud Yunus milik beliau, bahwa aku dilahirkan di Rumah Sakit Umum Bukit Tinggi, hari Selasa, jam 2.15 siang WSU, tanggal 21 Agustus 1951 bertepatan dengan tanggal 17 Zulqaidah 1370. Kebiasaan mencatat tanggal lahir di halaman kitab tafsir ini, aku tiru. Aku mencatat semua tanggal kelahiran anak-anak dan sekarang cucu-cucuku di kitab tafsir Al Quran pula.

Ini bukan untuk memperingati apalagi merayakan hari ulang tahun. Aku semakin menyetujui dan memahami hari lahir tidak perlu dirayakan. Tidak perlu diselamat-selamati karena ucapan selamat di hari ulang tahun jelas sangat tidak bermakna selain sekedar ucapan pemanis belaka. Selamat dari apa? Kalau kita mengerti bahwa sebenarnya dengan berjalannya waktu maka semakin dekatlah kita kepada akhir kehidupan kita. Kepada kematian. Lalu apakah kita yakin setelah datangnya hari kematian itu nanti kita akan selamat?  

Sudah agak lama aku tidak menyampaikan ucapan selamat ulang tahun kepada siapapun termasuk kepada anak-anak sendiri. Mungkin ada yang menganggap aku aneh. Dengan kecanggihan perangkat komunikasi sekarang, kemarin aku menerima ucapan selamat melalui WA dari teman, saudara, kemenakan. Secara spontan saja, dari mereka yang mengetahui tanggal kelahiranku. Tentu tidak mungkin ditolak. Atau didiamkan saja. Aku ucapkan terima kasih kepada mereka.    

Mengenang hari lahir, untuk sekedar mengingat bertambahnya umur yang kemudian mengingat semakin berkurangnya jatah hidup boleh-boleh saja. Mudah-mudahan dengan demikian kita selalu ingat bahwa kita semakin mendekati kematian. Dan oleh karenanya kita berusaha mempersiapkan bekal yang akan kita bawa ke kampung akhirat.

Kenapa aku menulis ini? Karena memang ada yang agak khas. Tanggal 21 Agustus 2016 bertepatan dengan tanggal 17 Zulqaidah 1437. Dalam perhitungan tahun Masehi aku genap berusia 65 tahun sementara menurut penanggalan Hijriyah di hari yang sama aku genap berumur 67 tahun. Usia yang menurut Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dalam kisaran usia umumnya umat beliau, antara 60 dan 70 tahun. 

Berapa waktu lagikah yang tersisa? Allah saja yang Maha Mengetahui. Mungkin masih dalam bilangan tahun, atau mungkin bilangan bulan, atau pekan, atau bahkan hari. Tapi saat itu pasti datang dan dia semakin mendekat. Ya Allah, bila tiba saatnya, matikanlah aku dalam husnul khaatimah. Aamiin.....

****              

Jumat, 19 Agustus 2016

'Iri Kepada Cucu'

'Iri Kepada Cucu'  

Aku iri kepada cucu-cucuku. Benaran. Rafi dan Rasyid sudah hafal semua surah juz 'amma sebelum naik ke kelas lima dan sekarang sudah menghafalkan dua sampai tiga surah juz ke dua puluh sembilan. Mereka memang diajar dan dilatih secara berkesinambungan untuk menghafalkan ayat-ayat al Quran di sekolah. Hamizan yang berumur enam tahun lebih sudah hafal sejak dari surah Al Balad  (surah 90) sampai surah An Nas dengan bimbingan uminya. Rayyan yang enam tahun kurang sudah menghafalkan enam surah terakhir dengan bimbingan bunda. Ada cucu kemenakan yang berumur tujuh tahun yang juga sudah hafal juz 'amma. Ada lagi cucu kemenakan yang lain yang sekarang kuliah di ITB dan sudah hafal 10 juz. Mereka mungkin bukan yang terhebat hafalannya, karena ada Musa yang sudah hafal al Quran 30 juz di usia 7 tahun. 

Mereka bisa karena dilatih dan disiapkan orang tuanya atau sekolahnya untuk itu. Latihan yang paling dahsyat yang aku dengar adalah yang dialami Musa, yang sejak usia sangat dini (2 atau 3 tahun) dilatih kedua orang tuanya sejak jam tiga subuh setiap hari. Dan hasilnya sungguh luar biasa. 

Ini yang tidak aku miliki ketika kanak-kanak dulu. Kami diajarkan menghafalkan 4 'Qul' di SR, untuk modal dan digunakan dalam shalat lima waktu. Dan kamipun mencukupkan hanya itu. Tidak ada yang mengarahkan agar kami menghafalkan surah-surah pendek yang lain secara terarah. Aku dan mungkin beberapa teman-teman lain terpancing untuk menghafalkan beberapa surah pendek lagi ketika kami ikut shalat tarawih di bulan puasa. Ketika aku sudah jadi mahasiswa, hafalanku mungkin tidak lebih dari sebelas surah di juz 'amma. Pas-pasan untuk digunakan ketika shalat tarawih sendirian sebelas rakaat termasuk witir. 

Waktu bekerja di Balikpapan, kami biasa melakukan shalat tarawih keliling dari rumah ke rumah. Kadang-kadang kami undang ustadz untuk memimpin shalat dan memberi ceramah. Tapi tidak tiap malam. Di malam-malam yang lain kami bergantian jadi imam. Yang rata-rata juga dengan modal ala kadarnya. Bahkan ada salah seorang dari kami, ketika 'dipaksa' jadi imam, tidak sanggup membaca salah satu surah 'Qul' dengan utuh. 

Aku lebih sering dijadikan imam ketika itu. Malu karena surah yang dibaca itu-itu melulu, aku coba menambah hafalan. Tapi ternyata tidak pula mudah. Sangat sedikit kemajuannya. Baru sepulang dari melaksanakan haji di tahun 1990 aku berusaha menghafalkan juz 'amma seutuhnya. Dengan sungguh-sungguh dan berusaha keras. Alhamdulillah berhasil dalam waktu tidak terlalu lama. Sayangnya lagi, setelah menghafalkan itu semua, aku hanya berhenti di sana. Paling ditambah dengan beberapa ayat di surah-surah yang lain, yang aku dengar dibacakan imam seperti beberapa ayat surah Luqman, surah Az Zumar, surah Al Hasyr. 

Pindah ke Jatibening di akhir tahun 1993. Aku selalu shalat berjama'ah di mesjid komplek perumahan kami. Di sini aku sering pula dijadikan imam shalat fardhu. Pelan-pelan aku tambahkan pula hafalan al Quran meski sangat pelan sekali. Karena ternyata tidak mudah menghafalnya. Hafalan-hafalan itu cepat hilang kalau tidak diulang-ulang. Sekarang aku hafal (tapi tidak terlalu mantap) lebih kurang setara dengan 4 juz (2 1/2 juz pertama, 1 juz terakhir dan beberapa surah seperti As Sajdah, Yasiin, Ar Rahman, Al Waqiah dan beberapa lagi). 

Beberapa bulan yang lalu aku menyimak dan membetulkan hafalan Rafi dan Rasyid untuk surah Al Mulk (surah 67), sekarang mereka sudah hafal dua surah lagi sesudahnya (Al Qalam dan Al Haqqah) yang aku belum hafal. Aku bertanya kepada mereka bagaimana cara mereka menghafal. Guru mereka menyuruh membaca setiap ayat sampai dua puluh kali dan setelah itu merekapun hafal. Cara menghafal yang juga pernah aku ketahui dari guru tahfidz sebelumnya. Tapi ternyata kemampuan anak-anak dan orang tua jauh sekali bedanya. 

Aku 'iri' dengan cucu dan dengan mereka-mereka yang mampu menghafalkan Al Quran dengan sangat baik.  

****        

Selasa, 16 Agustus 2016

Pro Dan Kontra

Pro Dan Kontra   

Setuju dan tidak setuju dengan suatu hal. Entah itu sebuah pilihan, pernyataan, pendapat atau apa saja. Akan selalu ada orang yang setuju dan sebaliknya yang tidak setuju. Yang pro dan yang kontra. Pro dan kontra adalah suatu ketetapan Allah. Suatu sunatullah. Ketika Allah menyatakan kepada para malaikat bahwa Dia akan menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi, malaikat menyatakan tidak setuju. Meski ketidak setujuan itu disampaikan dengan santun dan dengan alasan. Akankah Engkau ciptakan makhluk yang nantinya akan membuat kebinasaan di bumi dan saling menumpahkan darah, padahal kami senantiasa mensucikan dan memuji-Mu. (Al Baqarah ayat 30). Ketika Allah menyatakan bahwa Dia Maha Tahu dengan apa yang dibuat-Nya, malaikat lantas diam. Malaikat tidak setuju dan mengemukakan ketidak-setujuannya, tapi setelah sadar bahwa Allah Maha Tahu, mereka tidak memprotes. Ketika kemudian, setelah Allah buktikan bahwa makhluk manusia yang baru diciptakan-Nya itu mempunyai kemampuan, para malaikat diperintah memberi hormat, bersujud kepada Adam, mereka patuh. Kecuali iblis.

Iblis tidak setuju dan menunjukkan ketidak-sukaannya dengan manusia pertama itu. Dia menolak memberi penghormatan kepada Adam, dengan alasan bahwa dia merasa lebih baik darinya karena dia diciptakan dari api, sementara Adam 'hanya' dari tanah. Iblis membangkang terhadap perintah Allah, maka jadilah dia dimurkai. Dikutuk.

Pro dan kontra berlangsung di sepanjang sejarah hidup manusia. Kabil, putera nabi Adam tidak setuju dengan ketetapan penentuan jodoh. Ketidak setujuannya berakhir dengan peristiwa pembunuhan pertama di muka bumi. Kabil membunuh adiknya Habil.

Ketika ada ketetapan, keputusan, pendapat, hasil pilihan yang melibatkan orang banyak, akan selalu muncul yang setuju dan yang tidak setuju. Selama yang tidak setuju itu tidak mengancam dan merusak kepada mereka yang setuju tentu tidak akan jadi masalah. Kita masih tetap bisa hidup berdampingan dengan damai meski pendapat kita berbeda. Tapi ketika salah satu dari kedua kelompok yang berbeda pendapat memaksakan apa yang diyakini supaya diterima oleh kelompok lain, maka akan terjadi gesekan. Pada gilirannya bukan tidak mungkin timbul penzaliman seperti yang dilakukan Kabil terhadap Habil. 

Menjadi lebih repot ketika ketetapan, pendapat dan sebangsanya itu dihasilkan melalui sebuah manipulasi atau penipuan. Yang hitam dikaburkan lalu dikatakan putih, yang banyak diselewengkan lalu dikatakan sedikit, yang panjang dipreteli lalu dikatakan pendek. Keadaan seperti ini dapat menimbulkan pro dan kontra yang sama-sama bringas. Yang menipu berusaha keras menutupi kepalsuannya. Yang tertipu terpancing untuk mendesak agar kecurangan itu dibongkar. Akhirnya timbul silang sengketa, bahkan tidak jarang disertai dengan perkelahian fisik. 

Pro dan kontra adalah sebuah keniscayaan. Setiap kita mungkin saja akan terlibat dan berada pada salah satu di antara keduanya. Yang lebih penting adalah mengendalikan diri ketika kita berhadapan dengan orang yang tidak sepaham dengan kita, menghormati pendapatnya bagaimana tidak setujunyapun kita. 

****                                       

Sabtu, 13 Agustus 2016

Cerita Dua Cucu

Cerita Dua Cucu

Yang pertama tentang yang perempuan satu-satunya. Fathimah yang masih di Perancis sana tempat dia dilahirkan. Sudah semakin besar. Semakin lincah. Semakin pintar in sya Allah. Sudah dua tahun tepat tanggal 12 Agustus kemarin. Yang jauh hari sebelumnya diingatkan umi bahwa kalau sudah dua tahun, No more NENEN. Diajarkan, suka diulanginya kata-kata itu, dan sepertinya dipahaminya pula. Menurut berita dari uminya, ikrar itu ditepati. Sejak dua hari yang lalu, tidak ada lagi nenen sebelum tidur dan dia tidak protes. 

Meski masih cadel, cerewetnya sudah lumayan. Sudah bisa duet dengan abang Izan dalam menyanyi. Sudah mulai belajar menghafalkan alfatihah. Mudah-mudahan Fathimah berkembang semakin cerdas dan sehat.

Sering menyuruh umi untuk menghubungi inyiak dan nenek via skype. Dan menikmati ngobrol dengan semua orang melalui skype tersebut.

Keluarga si Tengah ini menikmati berlanglang buana di Eropah, menjelajah negeri-negeri sampai ke bagian timur Eropah. Berkelana dengan mobil. Beberapa minggu yang lalu mereka berkeliling sampai ke Bosnia, Hongaria, Austria dan entah kemana lagi. Menempuh jarak lebih dari 5000 km dalam dua minggu. Lha, saat ini pergi lagi. Sang menantu memang punya jatah libur lumayan panjang, lebih dari 50 hari kerja dalam setahun. Ditambah lagi, selama musim panas, orang sekantornya memang seperti berlomba-lomba pergi libur kemana saja. Alhamdulillaah kedua anaknya, Hamizan dan Fathimah ikut menikmati dan menyukai pengembaraan tersebut. 

Yang kedua adalah yang paling bungsu sementara ini, Razzan. Baru beberapa hari lebih dari 40 hari. Sangat saulah. Jarang kita mendengar tangisnya. Menangis benar-benar bila perlu saja, ketika haus atau minta diganti popok. Yang agak unik, dia kurang begitu suka dengan udara dingin AC. Lebih suka udara tanpa AC. Ini sangat berbeda dengan abangnya Rayyan, yang maunya tiap sebentar kalau sudah capek bermain, maunya ngadem dulu ke kamar ber AC.

Kedua orang tuanya sepakat untuk mengkhitan Razan. Menurut saran dokter waktu abang-abangnya dikhitan beberapa bulan yang lalu, yang paling aman itu adalah melaksanakan khitanan ketika bayi masih berumur hanya beberapa minggu.

Dan itulah yang dilakukan. Razan sudah dikhitan kemarin di tempat abang-abang dulu dikhitan. Alhamdulillaah, kelihatannya aman-aman saja.

Mudah-mudahan dia bertumbuh dengan sebaik-baiknya, menjadi hamba Allah yang sehat, cerdas dan bertakwa kepada-Nya.  

Fabiayyia laa irabbikuma tukadzdzibaan....

****
       

Senin, 08 Agustus 2016

Bagaimana Kalau Kita Dihantui Perbuatan Dosa Di Masa Lalu?

Bagaimana Kalau Kita Dihantui Perbuatan Dosa Di Masa Lalu?

Tidak ada di antara kita, sebagai manusia, yang tidak pernah keliru dan berbuat dosa. Dosa apapun. Bahkan mungkin yang terhitung sebagai dosa besar. Entah membunuh, berzina dan sebagainya. Lalu kita bertobat. Memohon ampun kepada Allah. Kita percaya dan yakin dengan janji Allah bahwa Allah Maha Pengampun dan Maha penyayang, dan dosa itu diampuni Allah. Namun ada yang rumit, bahwa perbuatan dosa itu tidak bisa hilang dari ingatan kita. Terngiang, terbayang, teringat ketika kita pernah melakukan kemaksiyatan itu. Bagaimana ini?

Karena kita sebagai manusia memang mempunyai daya ingat. Suatu perbuatan 'istimewa' yang pernah kita lakukan pastilah tidak akan mungkin tanggal begitu saja dari ingatan. Bahkan kadang-kadang ada dorongan dalam ingatan itu yang dibisikkan oleh setan, bahwa dosa yang kita lakukan itu ada 'nikmat'nya. Dan kita seolah-olah didorong-dorong untuk melakukannya lagi. Didorong oleh setan. Maka cepat-cepatlah beristighfar. Memohon kepada Allah agar kita dilindungi-Nya dari berbuat kesesatan lagi.

Firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 135 yang artinya; 'Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.'  Inilah salah satu tanda orang yang bertaqwa. Orang yang segera meminta ampun ketika dia terlanjur berbuat dosa, lalu berhenti dari melakukan perbuatan dosa itu.

Siapa yang tidak pernah berbuat kekeliruan, baik itu disengaja ataupun tidak disengaja? Tidak ada.  Umar bin Khaththab pernah melakukan kekejian ketika masih belum memeluk Islam, mengubur puteri beliau yang masih balita hidup-hidup. Diriwayatkan, bahwa setelah masuk Islam dan bahkan menjadi khalifah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau tidak bisa melupakan kekejian yang pernah beliau lakukan itu. Nabi Musa pernah membunuh seorang bangsa Qibti ketika dimintai bantuan oleh seorang Bani Israel yang berkelahi dengan orang Qibti tersebut. Nabi Musa menyadari kekeliruan beliau dan minta ampun kepada Allah. 

Maka janganlah berputus asa dari rahmat dan ampunan Allah. Segeralah bertobat kepada-Nya, memohon ampun atas dosa yang terlanjur kita perbuat. Lalu berusaha sekuat-kuatnya untuk menghindar dari melakukan dosa yang sama. Memang ingatan tentang dosa itu adakalanya menyentak ingatan kita. Tapi pada saat itu kembalilah beristighfar dan memohon perlindungan Allah.

****