Sabtu, 31 Maret 2018

Miscall Dari Kongo

Miscall Dari Kongo  

Aku pernah membaca berita tentang panggilan telepon dari luar negeri (entah negeri manapun) yang tujuannya untuk kejahatan. Ini mungkin suatu kemajuan akibat semakin canggihnya alat komunikasi. Dulu kita mengalami kiriman email menawarkan kerjasama untuk menerima transferan uang dalam jumlah jutaan dollar. Aku pernah menerima email seperti itu belasan kalau tidak puluhan kali. Umumnya berasal dari salah satu negara Afrika.

Sekarang tentang panggilan telepon, ini adalah sesuatu yang baru. Kemarin hapeku menerima panggilan dari nomor +242 8 0113......... Kebetulan hape sedang tidak di tangan. Aku hanya melihat bukti panggilan saja. Aku harus bertanya terlebih dahulu ke Google kode negara mana +242 tersebut. Dan ternyata dari Kongo. Sebuah negara Afrika.

Aku tidak boleh berprasangka buruk bahwa ini ada kaitan dengan rencana akal-akalan, karena aku belum sempat berbicara, menjawab panggilan tersebut. Tapi yang pasti aku tidak punya kenalan siapapun di Kongo. Entah bagaimana dia tahu nomor hapeku. Atau mungkin nomor yang sekedar dia pencet-pencet saja. Wallahu a'lam.

Ini sekedar peringatan saja barangkali. Karena konon, ada yang mampu menghipnotis dari jarak jauh kalau mendengar suara kita. Naudzubillah. 

**** 

        

Rabu, 28 Maret 2018

Karupuak Sanjai

Karupuak Sanjai   

Karupuak artinya kerupuk dalam bahasa Indonesia. Siapa di antara kita yang tidak kenal dengan kerupuk. Kerupuk umumnya dibuat dari tepung tapioka dengan beberapa macam kemungkinan bumbu. Bisa menjadi kerupuk udang, kerupuk ikan, kerupuk bawang dan sebagainya, tergantung bahan apa yang dicampurkan ke dalam adonan tepung tapioka tadi. Karupuak sanjai adalah sesuatu yang lebih sederhana. Sangat sederhana. Singkong mentah diiris tipis seukuran tiga jari tangan memanjang sekitar sepuluh senti digoreng tanpa bumbu apa-apa, bahkan mungkin tanpa garam. 

Yang mula-mula membuat karupuak sanjai dahulunya kemungkinan orang dari kampung Sanjai, sebuah kampung kecil di bagian timur Bukit Tinggi. Kapan dimulainya, wallahu a'lam. Paling tidak sejak aku kecil karupuak sanjai ini sudah ada dengan penampilan yang seperti itu juga. Kalau ditanya apa enaknya, mungkin susah juga menjawabnya karena rasa kerupuk singkong itu  memang  hanya begitu-begitu saja. Yang hebatnya, penjualan karupuak sanjai ini semakin pesat perkembangannya. Di jalan raya antara Bukit Tingi - Padang dan Bukit Tinggi - Payakumbuh, berpuluh-puluh kedai yang berjualan karupuak sanjai (disertai jajanan lainnya) berjejer-jejer, dengan stok kerupuk yang luar biasa banyak. Ada yang lumayan besar. Hampir semua menggunakan kata-kata Sanjai di nama toko atau kedainya. Sanjai Mintuo, Sanjai Nitta, Sanjai Ulfa dan sebagainya. 

Kehadiran kedai atau katakanlah toko kerupuk itu terjadi sejak beberapa belas tahun terakhir. Sepertinya masih tetap berkembang dengan munculnya kedai-kedai baru. Sebelumnya, area yang sekarang ditempati jejeran toko-toko itu adalah sawah. Melihat penampilan setiap kedai yang selalu tertata rapi kita percaya bahwa omset perdagangan karupuak ini cukup besar dan penjualannya berkesinambungan. 

Jenis dagangan kerupuk di setiap kedai itu bervariasi. Ada kerupuk yang dibumbui cabe alias karupuak balado, ada karakkaliang (kerupuk singkong yang dibuat seperti angka delapan),  ada kerupuk berbumbu (dengan daun bawang dan berwarna kuning kunyit). Namun karupuak sanjai asli seperti yang ditulis di atas tetap hadir.

Ada pula yang lebih kreatif membumbui karupuak sanjai menjadi karupuak lado dan menjualnya dengan menggunakan merek dagang sendiri. Di Padang ada beberapa pengusaha seperti ini yang cukup terkenal. Jadi pemandangan biasa di bandara Minangkabau ketika kita melihat orang menenteng kotak karton dengan label dagang berwarna-warni yang isinya adalah karupuak balado alias karupuak sanjai balado.

****
                             

Senin, 26 Maret 2018

Menemukan Kotoran Di Makanan

Menemukan Kotoran Di Makanan 

Menemukan kotoran dalam makanan di sebuah rumah makan sangat mungkin saja terjadi. Jenis kotoran itu bisa bermacam-macam, seperti bangkai lalat, atau bahkan bangkai kecoa kecil, atau rambut dan sebagainya. Pengalamanku yang paling fatal adalah ketika baru mau mulai makan di sebuah rumah makan, tiba-tiba seekor binatang kecil berwarna hitam berjalan dengan gerakan seperti lintah di piringku. Sepertinya makhluk kecil itu keluar dari tumpukan sayur lalapan. Aku menyerahkan piring dengan pemandangan menjijikkan itu ke pelayan restoran. Dia berulang-ulang minta maaf. Tapi yang jelas nafsu makanku hilang sama sekali. 

Pasti tidak nyaman ketika kita menemukan kotoran dalam hidangan yang akan kita makan.  Memberi tahu pelayan rumah makan bisa membantu mengganti atau bahkan menyingkirkan sajian bermasalah itu. Tapi hilangnya selera makan tidak mungkin ditolong. Di rumah makan Minang, di jaman dahulu, konon kalau kita memberi tahu pelayan bahwa ada sesuatu yang menjijikkan di dalam hidangan yang kita hadapi, pemilik rumah makan akan datang minta maaf. Dan dia tidak mau dibayar untuk makanan yang kita makan. Tentu saja dia berharap agar kejadian itu tidak diceritakan ke orang lain. Bagi pemilik rumah makan kejadian itu sangat memalukan. 

Menemukan kotoran di makanan tidak hanya bisa terjadi di rumah makan, tapi bisa di mana saja. Bahkan di rumah sendiri. Juru masak atau yang menata hidangan seharusnya berhati-hati betul dari kemungkinan masuknya kotoran. 

Di sebuah pertemuan warga, hadirin disuguhi semangkuk soto. Rasanya enak. Tapi tiba-tiba, setelah sendokan ke tiga terlihat sehelai rambut hitam panjang dalam genangan kuah soto. Selera makanku langsung buyar. Aku tidak sanggup lagi melanjutkan menikmati soto itu. Seenak apapun hidangan, kalau bertemu hal-hal yang menjijikkan itu nafsu makanku pasti langsung hilang.

Apakah di rumah hal yang sama bisa terjadi? Bisa saja. Ketika yang memasak tidak berhati-hati menjaga kebersihan bahan yang dimasak. Atau mungkin ketidak-rapian yang memasak. Sehingga misalnya rambutnya jatuh dan masuk ke dalam masakan yang sedang dikerjakan.

Bagi sebagian orang mungkin kejadian seperti itu tidak jadi masalah. Tapi bagiku hal itu benar-benar sangat mengganggu.

****
                            

Rabu, 21 Maret 2018

Lucu Juga Obrolan Ini

Lucu Juga Obrolan Ini 

"Bro, aku heran sama orang-orang yang kearab-araban. Ngapain sih, pakai jubah, cadar, jenggotan, ngomong akhi ukhti? Islam ya Islam saja, gak usah bawa-bawa budaya Arab," seorang teman kampung berujar.
.
.
"Ya, gak papa. Toh ya gak nabrak syariat. Gak ngelanggar hukum negara. Gak ada yang dirugikan," jawabku.
.
"Risih aja lihatnya. Hehehe."
.
Aku ikutan senyum.
.
"Bro, Si Boim itu sekarang tajir, loh. Usaha jual ikan cupangnya laris," ucapnya kemudian.
.
.
"Jangan bilang TAJIR. Itu budaya bahasa Arab. Bilang aja sugih."
.
"Eh, iya. Maksudnya kaya raya. Aku ketemu dia hari selasa lalu."
.
"Jangan bilang SELASA. Itu budaya dari Arab juga. Asal katanya Tsalasatun, artinya ke-tiga. Hari ketiga."
.
.
"Ya udah, pokoknya hari setelah hari senin aku ketemu dia."
.
"Hari SENIN itu juga berasal dari bahasa Arab. ISNAINI. Artinya kedua. Hari kedua."
.
.
Temen garuk-garuk kepala. "Iya iya. Monday monday. Udah ah. Aku mau istirahat dulu, capek."
.
.
"Jangan bilang ISTIRAHAT, itu juga berasal dari budaya bahasa Arab. Artinya jeda."
.
.
"Tau, ah. Sudah gak usah bahas-bahas itu lagi. Buat mati gaya aja."
.
.
"Jangan bilang MATI. Itu bahasa Arab juga. Dari kata al-maut. Bilang aja bongko, tumpes, matek, modyar ndasmu, atau sekarat. Eh, jangan SEKARAT ding, itu juga kata-kata dari Arab soalnya."
.
.
_____________
Feel free to share,
Tag sahabat terbaik kamu ya 👍
Yuk berbagi kebaikan dan nasehat 👌
Semoga Allah senantiasa meluruskan niatan kita dalam beramal shalih.
source fb : Muhamad Soheh (facebook.com/sohehaja) 

Selasa, 20 Maret 2018

Takut Berhutang

Takut Berhutang  

Ini kejadian beberapa belas tahun yang lalu yang tidak pernah aku lupakan. Suatu hari aku dan seorang teman lain ditraktir makan siang. Kami bertiga makan di rumah makan Padang di tengah kota Balikpapan. Kedua orang itu (termasuk yang menraktir) bukan orang Padang tapi sangat menyukai masakan Padang. Restoran yang kami datangi yang paling baik masakan Padangnya. Ramai pengunjungnya.

Setelah selesai makan, kami kembali ke kantor. Aku yang menyetir. Tiba-tiba si yang menraktir berteriak kaget dan menyuruh agar kami kembali ke restoran tadi.

'Ada yang ketinggalan?' tanyaku. 

'Tidak,' jawabnya. 

'Lalu kenapa?' temanku yang satunya pula bertanya.

'Pembayaran kita salah,' katanya ringkas.

'Maksudnya? Kamu terlanjur membayar lebih?'

'Sebaliknya...... Ada yang kita makan tapi tidak mereka hitung. Aku tadi memakan paru goreng. Di sini tidak ditulis petugas tadi itu,' dia menjelaskan.

'Alaaaah.... sudah sajalah. Lain kali kita makan di sana baru kita bayar. Kita nanti terlambat kembali ke kantor,' temanku mengusulkan.

'Tidak bisa demikian. Aku tidak mau berhutang. Kalau saja aku nanti siang atau besok mati, dan aku dalam keadaan berhutang, aku tidak mau....'

Aku akhirnya memutar balik mobil kami di sebuah putaran U, kembali menuju restoran tadi. Sesampai di sana si yang menraktir bergegas turun, langsung masuk lagi ke restoran itu. Beberapa menit kemudian dia keluar dengan tersenyum.

'Beres?' tanyaku.

'Beres,' jawabnya singkat.

Lama kami saling diam dalam perjalanan menuju kantor. Tapi akhirnya temanku yang satunya membuka suara.

'Memang berat betul sangsinya kalau kita berhutang lalu kita mati dalam keadaan berhutang?' tanyanya.

'Ya, berat sekali. Beratnya karena ketika kamu disuruh melunasinya nanti di pengadilan Allah di akhirat, kamu tidak punya apa-apa untuk membayarnya.' 

'Tapi.... Seperti kejadian tadi itu. Kan bukan salah kita. Bukankah petugas restoran itu yang salah?'

'Dia yang salah. Dan aku menemukan kesalahannya. Kalau aku diamkan maka akulah yang salah. Apalagi aku sendiri yang memakan paru goreng tadi itu.'

'Seandainya yang aku makan tidak dihitungnya? Apakah kamu akan kembali membayarnya juga?'

'Aku akan kembali membayarnya karena aku yang mentraktir kalian.'

Temanku yang satunya sepertinya menilai hal itu sedikit berlebihan. Paling tidak seperti yang dikatakannya sebelumnya, kan bisa dibayar ketika kita berkunjung lagi ke restoran itu di waktu lain. Tapi aku mencatat betul kejadian itu dalam hatiku. Dan aku sangat setuju dengan teman si penraktir.

****

Senin, 19 Maret 2018

Nama-nama Generasi Orang Tua Kita

Nama-nama Generasi Orang Tua Kita   

Hari Ahad tanggal 25 Februari yang lalu kami (aku dan dua orang kakak sepupu) mengunjungi seorang etek (bibi) di kampung kami. Karena sebelumnya ada seorang saudara yang bertemu sesudah shalat subuh di mesjid memberi tahu bahwa etek itu sedang kurang sehat. Nama beliau Zainab, berusia 92 tahun. Dalam usia setua itu ingatan dan bicaranya masih sangat baik dan teratur. Beliau sangat gembira dengan kedatangan kami. 

'Saya termasuk yang paling tua yang masih hidup di kampung ini,' katanya. 'Saya sudah menghitung-hitung, siapa saja yang masih tinggal di antara orang-orang seusiaku, sejak dari mudik (selatan) sampai ke hilir (utara).'

Beliau menyebutkan beberapa nama. Yang menarik bagiku adalah bahwa ternyata banyak nama yang sama digunakan oleh mereka-mereka seusia beliau. 'Zainab ada lima sampai enam orang di kampung ini,' katanya dan mulai menjelaskan satu persatu. Aku mengenal orang yang disebutkan itu, yang umumnya sudah tidak ada. Nama orang-orang tua kami itu ada Zubaidah (ada lima sampai enam orang Zubaidah pula di kampung itu), ada Fathimah, ada Zakiah (nama ibuku) yang juga ada empat, lima, enam orang dengan nama yang sama. Bagaimana membedakan Zainab yang satu dengan Zainab yang lain? Biasanya dengan menambahkan 'suku' dibelakang nama tersebut. Ada Zainab Tanjung, Zainab Koto Simpang, Zainab Koto Ganting dan sebagainya. 

Nama laki-laki yang juga banyak duplikasinya  adalah Syamsuddin, Zainuddin, Baharuddin. Hanya saja nama paman-paman kami agak tertutupi oleh gelar adat beliau. Sama-sama Syamsuddin tapi yang satu bergelar Sutan Pangulu, yang lain bergelar Panduko Rajo.  

Nama-nama yang jelas berbau 'surau' itu sayangnya tidak berlanjut di generasi kami. 

Kunjungan kami ke rumah etek Zainab jadi sangat bermakna. Empat hari sesudah itu beliau berpulang ke hadhirat Allah. Allahummaghfirlaha - warhamha - wa 'afiha ' wa 'fu'anha....

****           

Minggu, 18 Maret 2018

Sadar Bahwa Sudah Berdosa

Sadar Bahwa Sudah Berdosa 

Setiap kita pasti pernah berbuat salah. Pernah keliru. Pernah berdosa. Karena sebagai manusia memang kita lemah dan mudah tergelincir. Tidak ada manusia yang terbebas dari salah dan keliru. Hanya bedanya, ada di antara kita yang segera sadar ketika terlanjur berbuat salah dan sebaliknya ada yang tidak sadar atau lama sekali baru menyadari kesalahannya.

Suatu hari, ada seorang teman berjumpa di tempat melayat dan dengan lirih mengaku, 'Aku ini orang yang penuh berlumuran dosa. Banyak sekali dosaku. Hadir di tempat kematian seperti ini, kali ini benar-benar menyentak kesadaranku. Aku ini manusia bejat,' ucapnya. 

'Baik sekali kalau kau menyadari bahwa kau berdosa. Yang perlu kau lakukan sekarang adalah bertaubat kepada Allah,' aku mencoba mengingatkannya.

'Ya..... Aku ingin bertaubat. Tapi apakah dosa-dosaku akan diampuni Allah?' tanyanya ragu-ragu.

'Ada hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menerangkan, sebesar apapun dosa seorang hamba, bahkan jika kumpulan dosa itu sebanyak buih di lautan, lalu dia memohon ampun kepada Allah, niscaya Allah akan mengampuninya.'     

Dia memandangku setengah melongo.

'Jadi begitukah? Dosaku akan diampuni Allah?' tanyanya lagi.

'Allah akan mengampuni dosa-dosamu. Tentu saja jika engkau bersungguh-sungguh taubat. Engkau tidak akan melanjutkan lagi berbuat dosa seperti masa lalu,' aku menambahkan.

'Tapi..... Aku terlalu sering menyakiti orang, merampas harta orang bahkan...... aduh..... Dan aku dengar keterangan seorang ustadz yang mengatakan Allah tidak akan mengampuni dosaku sebelum orang-orang yang pernah aku zhalimi memaafkanku....' katanya lirih.

'Begini....' kataku menghiburnya..... 'Pertama kau niatkan untuk mendatangi setiap orang yang pernah kau zhalimi itu untuk minta maaf. Datangi mereka dan minta maaf kepada mereka. Jangan pikirkan apakah dia akan memaafkanmu atau tidak. Mulai melakukannya dengan yang paling mudah. Jika seandainya nanti tidak semua berhasil kau datangi, tapi kau sudah berusaha, mudah-mudahan Allah telah mencatat niatmu untuk minta maaf.'

'Kalau orangnya sudah tidak ada?'

'Minta maaf melalui ahli warisnya.'

Matanya berbinar. Aku berharap dia akan melakukan yang aku nasihatkan kepadanya.

****