Selasa, 11 Juni 2013

Kunjungan Ke Malaysia (2)

Kunjungan Ke Malaysia (2)  

Agak kagok membiasakan diri dengan waktu Malaysia. Karena waktunya satu jam lebih cepat dari WIB. Padahal posisinya lebih ke barat dari Jakarta. Hari pertama waktu kami menunggu masuknya waktu maghrib sambil menonton tv, dalam cuaca mendung, sudah jam tujuh lebih (yang adalah sama dengan jam enam WIB) tapi belum masuk waktu. Azan maghrib di tv itu berkumandang jam tujuh lebih dua puluh menit. Padahal di Jakarta waktu isya jam tujuh lebih lima menit. Hari Jum'at subuh, meski agak ragu-ragu, apalagi sepertinya tidak ada azan subuh di tv, kami mengira-ngira saja kalau waktu subuh adalah jam enam lebih sepuluh menit alias  jam lima lebih sepuluh WIB. Ini yang membuat kagok. Shalat maghrib hampir jam setengah delapan sore dan shalat subuh jam enam lebih di pagi hari. Rasanya aneh.

Hari Jum'at pagi itu kami pergi berjalan-jalan ke mall, yang hanya beberapa puluh meter jaraknya dari hotel. Sekedar melihat-lihat, dan sambil mencari info untuk pergi berkunjung ke tempat yang diniatkan. Ada buklet kecil tentang paket wisata di hotel, bahkan dari informasi yang aku peroleh di internet. Biaya kunjungan ke Genting Highland RM 180 per orang. Jaraknya hanya sekitar lima puluh kilometer saja. Rasanya mahal sekali, meski disebutkan bahwa waktu kunjungan selama delapan jam. Kalau perjalanan pulang pergi tidak akan sampai dua jam, lalu apa yang akan dikerjakan di sana, sementara kami pasti tidak akan ikut berjudi? Aku ingin mencari biro wisata di mall itu.  

Setelah bertanya di bagian informasi, kami mendapatkan sebuah kantor penyelenggara wisata itu di lantai tujuh. Di sana aku diberi tahu bahwa mereka menyediakan van alias minibus dengan kapasitas sembilan penumpang. Minibus seperti itu yang sewanya RM 350. Barulah aku agak faham, bahwa biaya RM 180 yang ditawarkan buklet itu adalah untuk peserta dua orang. 

Karena aku akan pergi shalat Jumat kami segera keluar dari mall itu. Begitu keluar, aku melihat dua buah van seperti yang diceritakan petugas biro perjalanan tadi, sedang tertahan oleh antrian beberapa mobil, tidak bisa keluar ke jalan raya. Aku hampiri sopirnya dan aku tanya apakah aku bisa menyewa mobilnya untuk ke Genting. Dia memberikan kartu namanya dan menyuruh agar aku menghubunginya nanti.    

Kami kembali ke hotel. Dari petugas sekuriti hotel aku mendapatkan informasi letak mesjid terdekat, yang ternyata  sekitar seratus meter saja jaraknya. Aneh, bahwa tidak pernah terdengar suara azan dari mesjid itu. Mereka menyebutnya surau, tapi dengan catatan tempat shalat Jumat. Tadi di mall aku juga sempat membaca petunjuk di mana terletak surau untuk laki-laki dan untuk perempuan. Surau maksudnya tempat shalat alias mushala dalam pengertian kita. Kata mesjid digunakan untuk mesjid besar, seperti mesjid negara atau mesjid sultan, yang dapat menampung ribuan jamaah.                            

Pulang dari shalat Jumat, kami pergi makan siang ke kedai mamak yang lain. Sama ramainya. Rasa makanan di sini sedikit lebih enak dari yang kemarin.  Lalu sesudah itu kami mencoba monorail yang stasiunnya sangat dekat dengan tempat kami makan. Kami beli tiket untuk stasiun terakhir yang harganya RM 2.10. Di stasiun terakhir itu kami tidak keluar dari stasiun. Aku menanyakan apakah kami harus membeli tiket lagi untuk kembali. Jawabannya, tidak perlu karena kami tidak keluar dari pelataran stasiun. Kami ikut lagi dengan kereta yang sama. Akhirnya kami turun dan keluar di stasiun Chow Kit. Aku ingat sebuah informasi bahwa di daerah ini banyak pedagang urang awak

Kami mampir di sebuah kumpulan toko kain karena istriku ingin membeli baju Melayu. Kumpulan toko bersebelah-sebelahan mirip Pasar Kembang di Bandung. Wanita pedagang dan penjaga toko menyapa kami dengan panggilan bapak / ibuk. Aku iseng bertanya, benarkah di pasar itu banyak pedagang dari Minang. 'Awak urang Minang mah pak,' jawabnya. Dia bercerita bahwa dia datang ke KL sejak dua puluh tahun yang lalu dan sekarang sudah jadi warga Malaysia. Di kedai sebelah aku dengar orang berbicara bahasa Jawa. Menurut si mbak itu, umumnya pedagang di kompleks yang sama kalau bukan orang Minang, ya orang Jawa. Mereka sekarang sudah jadi warga Malaysia.  

Setelah selesai dengan perbelanjaan di toko kain itu kami kembali menuju ke stasiun monorail. Penumpang kereta itu kali ini lebih berdesak-desak. Rupanya habis jam kantor. Kami kembali ke penginapan.  

****                         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar