Senin, 07 Februari 2011

Sebuah Cerita (Berkaitan Dengan Keberadaan) Harimau Sumatera

Sebuah Cerita Tentang Harimau

Ada berita di tv mengatakan bahwa populasi harimau Sumatera di Jambi tinggal 40 ekor, karena habitat tempat mereka hidup semakin rusak. Aku sangat prihatin mendengarnya. Teringat pengalamanku di waktu kanak-kanak di kampung seperti cerita di bawah ini;


___________

Di kampung kami ada seorang guru silat merangkap jadi dukun. Semua orang memanggil beliau mak tuo D. Menurut cerita yang beredar dari mulut ke mulut, mak tuo memelihara harimau yang juga bertugas sebagai asisten pelatih silat. Kononnya, para murid mak tuo yang akan memutus ilmu silat mereka, harus melalui ujian bersilat dengan inyiak belang peliharaan mak tuo itu. Cerita serupa ini diperkatakan banyak orang di kampung kami.

Pada suatu ketika di tahun 1960an (sesudah berakhirnya perang PRRI) ada pesta perhelatan seorang etek. Mamak-mamak kami yang tinggal di Padang, pulang ke kampung menggunakan mobil dinas mereka untuk menghadiri perhelatan tersebut. Mobil-mobil tersebut (ada tiga buah) diparkir di halaman rumah tempat pesta berlangsung. Bagi kami para kanak-kanak, sangatlah menyenangkan ketika kami diizinkan untuk tidur di mobil pada malam harinya. Maklumlah kami anak-anak orang kampung.

Aku dan  dua orang sepupu tidur di mobil sedan yang berada di paling belakang. Di mobil paling depan tidur sopir-sopir. Tengah malam seorang sepupu membangunkanku karena dia mau buang air kecil ke luar. Aku pun bangun. Sebelum turun, mataku bertemu dengan dua buah sumber cahaya seperti cahaya lampu senter redup, di sudut dapur rumah di depan rumah tempat pesta.   Jarak sumber cahaya itu mungkin sekitar empat meter dari tempat  kami di mobil. Yang anehnya, kedua cahaya redup itu selalu bergerak bersama-sama ke kiri dan ke kanan.

Kamipun turunlah. Sesudah saudara tadi selesai buang air, kami kembali masuk ke mobil.

Pagi-pagi keesokan harinya kami ditanyai sopir yang tidur di mobil depan; ‘Siapa yang tadi malam turun ke luar?’ Aku jawab apa adanya. ‘Kamu tidak melihat seperti lampu senter di sudut sana?’ tanyanya sambil menunjuk ke sudut dapur rumah di depan. ‘Ya, saya melihatnya. Bapakkah yang menyenter?’ jawabku sambil bertanya pula. ‘Kamu nggak tahu, ya. Itu tadi malam adalah inyiak belang. Kalian benar-benar berani, turun ke bawah ke dekat inyiak belang itu,’ katanya.

Bulu romaku berdiri. Benarkah?

Menurut cerita di kampung harimau mak tuo D ini biasa menjaga kampung dan tidak pernah sekali juga menyakiti penduduk. Tidak pernah mengganggu ternak. Aku tidak tahu, sesudah mak tuo D berpulang apakah inyiak belang penjaga kampung ini masih tetap ada atau tidak. Atau mungkin sudah tidak ada mengingat sekarang kampung kami sudah diterangi cahaya listrik.

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar