Selasa, 29 April 2014

Rancak Di Labuah

Rancak Di Labuah   

Semakin hari terasa persaingan hidup semakin berat. Kesempatan kerja terbatas sementara yang mencarinya semakin banyak. Ada yang bersungguh-sungguh dalam bersaing ada pula yang bermalas-malas. Namun toh hidup harus juga dijalani. Yang agak mengherankan ada kecenderungan sebagian orang yang santai-santai saja. Tapi ingin juga terlihat hebat. Ingin juga berpenampilan gagah.

Orang Minang punya sindiran khusus kepada laki-laki yang pandainya hanya melagak di tempat ramai, tapi modalnya kosong. Kalaupun dia kadang-kadang punya uang, itu bukan hasil pencahariannya sendiri, tetapi dari pemberian orang lain, mungkin orang tuanya atau saudaranya. Dia tidak pernah berusaha untuk memperoleh penghasilan sendiri, tapi tetap nekad untuk jual tampang kemana-mana. Orang seperti ini dijuluki rancak di labuah. Kadang-kadang dia terpaksa harus meminjam pakaian orang lain, dan hal itu tidak masalah baginya. Yang penting hanyalah penampilan, bagaimana agar terlihat keren.   

Kalau anak-anak muda mulai berperangai rancak di labuah, itu berarti dia sudah mulai memasuki masa pancaroba. Sudah mulai akil baligh. Dia ingin mempertontonkan jati dirinya, dan  biasanya hal itu dilakukan di tempat ramai. Di lapangan pertandingan, di jalan alias di labuah. Karena dia mulai mengenal lawan jenisnya dan ingin diperhatikan oleh mereka. Gejala suka pamer, atau yang disebut orang sekarang sebagai 'narsis', bisa dipahami jika menimpa anak muda yang baru gede itu.

Tapi kalau sifat seperti ini dibawa berterusan, oleh orang-orang yang sudah berumur, tandanya ada sesuatu yang tidak beres. Orang-orang berumur yang rancak di labuah adalah orang yang tidak punya cita-cita. Tidak punya harapan. Dia hanya mati karancak-an, istilah lain dari menyombongkan diri dalam kehidupan penuh khayal. Orang seperti ini biasanya pemalas.   

Berpenampilan klimis, rapi, gagah bak bintang sinetron, tapi tak berduit. Dan tidak punya akal untuk mendapatkan duit. Kalau untuk urusan mencari nafkah ini, mati angin dia. Baginya yang mau diangkat semua terasa berat, yang mau dipegang semua terasa licin. Namun anehnya, selera makannya, selama bisa didapatkan dengan gratis, cenderung besar. Dalam bahasa asli Minang di kampungku mereka disindir sebagai orang yang, dikiyak sagalo barek, dikacak sagalo alia, namun salero amuah-amuah.  Artinya seperti yang ditulis di atas itu.

Sifat rancak di labuah seringkali hasil dari salah asuhan. Karena terbiasa dimanja-manja di waktu kecil. Apa yang dimintanya selalu diberikan. Akibatnya jadi keterusan malas dalam menggunakan akal.

Marilah mendidik generasi penerus kita untuk menjadi manusia yang giat dan mau bertanggung jawab. 

****                               

Minggu, 27 April 2014

Dari Blog Seorang Ikhwan "Kisah Islamnya Seorang Karena Melihat Shaf Kaum Muslimin"

KISAH ISLAMNYA SEORANG AMERIKA MELIHAT SHAF KAUM MUSLIMIN


Cerita Islam Alkisah, ada satu cerita di Saluran TV Amerika beberapa tahun silam, nama program acaranya “Satu Keluarga”. Adalah Dr. Yahya sebagai Da’i / Penceramahnya kala itu, dengan lantang ia mengatakan bahwa umat Muslim itu memang tidak pernah teratur, yang dibutuhkan umat Muslim adalah satu keyakinan untuk dapat melakukan suatu aksi.

Lantas beliaupun menceritakan satu kisah seseorang Amerika Non-Muslim yang memperbincangkan tentang Islam seraya menyaksikan sebuah program Live (siaran langsung) di sebuah channel lain.


Orang Amerika tersebut sangat kagum dengan dengan kerumunan orang-orang di Masjidil Haram, ada lebih dari 3 Juta orang pada waktu itu yang berkumpul untuk shalat Isya di malam terakhir bulan Ramadhan.

Kondisinya sangat ramai dengan kerumunan orang-orang yang saling hilir mudik tidak beraturan.

Lalu Da’i tersebut bertanya kepada orang Amerika tadi: “Menurut anda, berapa lama waktu yang dibutuhkan supaya orang orang itu bisa baris dengan rapi ?”

Dan orang Amerika itupun menjawab: “Dua sampai tiga jam.”

Dan Da’i tadi menyatakan: “Itu Masjidil Haram mempunyai 4 tingkat.”

Si Amerika pun menjawab: “Kalo gitu butuh waktu dua belas jam.”

Sang Da’i pun kembali menjelaskan: “Mereka yang kamu lihat di TV itu datang dari negara berbeda dan juga berbeda bahasa antara satu dengan yang lainnya.”

Kembali orang Amerika itu menyanggah: “Wah, kalo begitu mereka sama sekali tidak mungkin bisa dibariskan.”

Akhirnya waktu shalat itupun tiba dengan tanda bunyinya suara Iqamah. Tampak Sheikh Abdur-Rahman as-Sudais [imam besar Masjidil Haram] berdiri di posisi paling depan seraya berkata :

“Istawuu!" Yang artinya “Luruskanlah shaf / barisan kalian masing-masing”.

Maka berdirilah jutaan jama’ah tersebut dalam shaf-shaf / barisan yang tersusun menjadi rapi, dan membutuhkan waktu tidak lebih dari dua menit. Lihatlah betapa agungnya agama ini, dengan memiliki sistemnya sendiri.

Si Amerika tadi terperanjat dengan argumennya sendiri yang dipatahkan oleh kenyataan yang ada di depannya. Dipandanginya layar TV sejenak, dan kemudian ia mengucapkan dua kalimat Syahadat.

Subhanallah.

Jumat, 25 April 2014

Berislamlah Yang Kaffah

Berislamlah Yang Kaffah

Yaa ayyuhalladziina aamanu udkhuluuu fissilmi kaaffah, wa laa tattabi'uu khuthuwaatisy syaithaan, innahuu lakum 'aduwwun mubiin..... Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara kaffah (utuh), janganlah kalian ikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya dia adalah musuh yang nyata bagimu. Demikian firman Allah dalam surah Al Baqarah ayat 208. Masuklah ke dalam Islam secara totalitas. Secara utuh. Mana-mana perintah kerjakan dengan sungguh-sungguh dan begitupun apa-apa yang dilarang jauhi dengan sungguh-sungguh pula. 

Di tengah maraknya pertandingan mengejar 'nikmat' dunia baik melalui harta, pangkat dan kedudukan seperti sekarang ini, terasa benar perlunya mengingat bagaimana seyogianya kita harus bersikap, agar jangan sampai terpeleset. Padahal kehidupan di dunia ini sungguh sangat sementara. Sudah sama-sama kita lihat, mereka-mereka yang hebat-hebat itu, akhirnya meninggalkan segala kehebatannya di dunia ini tanpa mampu membawanya sedikitpun. Mereka-mereka yang kaya, yang berkuasa, yang berpangkat, semua berakhir. Berakhir dengan kematian dan jasadnya diantar ke pemakaman.

Berislam secara kaffah, artinya bersungguh-sungguh mematuhi ajaran Islam. Hendaklah diselaraskan amal perbuatan dengan memelihara akhlak yang baik. Akhlaqul karimah seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat beliau yang terdahulu. Seperti yang beliau shallallahu 'alaihi wa sallam wasiatkan untuk kita teladani, dengan berpedoman kepada al Quran dan assunnah. 

Sangat penting pula menyelaraskan antara ritual (amalan nyata secara fisik) dengan penjiwaan dari amalan tersebut. Hindari pengerjaan ibadah asal-asalan, seolah-olah hanya sekedar pelepas hutang, atau dikerjakan tidak dengan sungguh-sungguh karena Allah. Jika kita berbuat seperti itu, berarti kita sudah masuk ke dalam perangkap setan. Kita telah mengikuti langkah-langkahnya, dan dia akan terus memperdaya agar semakin jauh menyimpang. 

Ibadah kepada Allah wajib dikerjakan sesuai dengan yang diperintahkan. Sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Penting pula dalam hal ini ilmu, yang memberi keyakinan bahwa amalan yang kita lakukan itu sudah sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Bahwa amalan itu bukan sesuatu yang kita ada-adakan. Hanya berdasarkan sak wasangka dalam hati kita saja.

Mengerjakan amalan dengan tidak menjiwainya, tidak melaksanakannya untuk mencari keridhaan Allah, akan sangat sia-sia di hadapan Allah. Sering kita terheran-heran melihat orang-orang yang rajin mengerjakan ritual ibadah, tetapi amalannya itu seperti tidak berbekas dan bermakna. Prilakunya sehari-hari, terutama dalam hal keduniaan sangat bertentangan dengan nilai-nilai agama. Meski dia rajin shalat, rajin pergi umrah, tapi perangai maksiatnya juga sangat kentara. Dia tetap suka berbohong, tetap suka menipu, mengambil yang bukan haknya. Kenapa bisa demikian? Karena dia kehilangan ruh dari amalan-amalannya. Dia tidak berislam secara kaffah dan membiarkan dirinya berada di bawah hasutan dan rayuan setan.

Mudah-mudahan kita senantiasa diberi petunjuk oleh Allah Ta'ala, untuk tetap istiqamah dalam berislam. Berislam yang sesuai dengan tuntunan al Quran dan assunnah. Berislam yang kaffah...

****

                       

Selasa, 22 April 2014

Kisah Gadis Mesir Yang Memesan Tempat Di Neraka

Naudzubillah, Kisah Gadis Mesir yang Memesan Tempat di Neraka 
(Dari Akhwatmuslimah.com)


Baca dan hayati sepenuhnya cerita di bawah ini yang benar–benar terjadi di bumi Islam sendiri yaitu Iskandariah, Mesir. Moga kisah yang cukup menyayat hati ini akan menyadarkan kita semua dari terus leka dengan permainan dunia yang melalaikan. 


Pada suatu hari, seorang gadis yang terpengaruh dengan cara hidup masyarakat Barat menaiki sebuah minibus untuk menuju ke tujuan di wilayah Iskandariah. Sayangnya meskipun tinggal di bumi yang terkenal dengan tradisi keislaman, pakaian gadis tersebut sangat mencolok. Bajunya agak tipis dan seksi hampir terlihat segala yang patut disembunyikan bagi seorang perempuan dari pandangan pria atau mahramnya.

Gadis itu dalam lingkungan 20 tahun. Di dalam bus itu, ada seorang tua yang dipenuhi uban menegurnya: ”Wahai pemudi! Alangkah baiknya jika kamu berpakaian yang baik, yang sesuai dengan ketimuran dan adat serta agama Islam kamu, itu lebih baik dari kamu berpakaian begini yang pastinya menjadi korban pandangan liar kaum pria ….,” nasihat orang tua itu.

Namun, saran yang sangat bertetapan dengan tuntutan agama itu dijawab oleh gadis itu dengan jawaban yang mengejek : ”Siapalah kamu hai orang tua? Apakah kamu mencoba mengingatkan aku supaya menutup aurat sepenuhnya sedangkan orangtua kandungku sendiri tidak pernah menasihatiku demikian? Apakah kamu ingin aku berpakaian menutup aurat sedangkan aku masih ingin bebas menayangkan tubuhku di depan umum? Apakah di tangan kamu ada  kunci syurga? Atau apakah kamu memiliki semacam kekuatan yang menentukan aku bakal berada di surga atau neraka?

Setelah menghamburkan kata–kata yang sangat mengiris perasaan orang tua itu, gadis itu tertawa mengejek panjang. Tidak cukup hanya itu, si gadis lantas mencoba memberikan ponselnya kepada orang tua tadi sambil melafazkan kata–kata yang lebih dahsyat.

”Jika ISLAM itu BENAR, tempatkan rumahku di neraka, juga handphoneku ini dan hubungilah Allah serta tolong tempatkan sebuah kamar di neraka jahanam untukku,” katanya lagi lantas tertawa meledek tanpa mengetahui bahwa dia sedang mempertikaikan hukum Allah dengan begitu biadab.

Orang tua tersebut sangat terkejut mendengar jawaban dari si gadis manis. Sayang sekali, wajahnya yang ayu tidak sama dengan perilakunya yang buruk. Penumpang–penumpang yang lain turut terdiam bahkan ada yang menggelengkan kepala kebingungan. Semua yang di dalam bus tidak menghiraukan gadis muda yang tidak menghormati hukum–hukum agama itu dan mereka tidak ingin menasehatinya karena khawatir dia akan akan menghina agama dengan lebih parah lagi.

Sepuluh menit kemudian bus pun tiba di halte. Gadis seksi bermulut sengit tersebut tertidur di depan pintu bus. Puas sopir bus termasuk para penumpang yang lain mengejutkannya tapi gadis tersebut tidak sadarkan diri. Tiba tiba orang tua tadi memeriksa nadi si gadis. Sedetik kemudian dia menggeleng. Gadis itu telah kembali menemui Tuhannya dalam keadaan yang tidak disangka.

Para penumpang menjadi cemas dengan berita yang menggemparkan itu. Dalam suasana kelam kabut itu, tiba tiba tubuh gadis itu terjatuh ke pinggir jalan. Orang banyak segera berkejar untuk menyelamatkan jenazah tersebut. Tapi sekali lagi mereka terkejut. Sesuatu yang aneh menimpa jenazah yang terbujur kaku di jalan raya. Mayatnya menjadi hitam seolah–olah dibakar api. Dua tiga orang yang mencoba mengangkat mayat tersebut juga keheranan karena tangan mereka terasa panas dan hampir terbakar sebaik saja menyentuh tubuh si mayat. Akhirnya mereka memanggil pihak keamanan menyiapkan mayat itu.

Begitulah kisah ngeri lagi memilukan yang menimpa gadis malang tersebut.  Apakah hasratnya memesan sebuah kamar di neraka dimakbulkan Allah? Na’uzubillah, sesungguhnya Allah itu Maha Berkuasa di atas segala sesuatu. Sangat baik kita jadikan iktibar dan pelajaran dengan kisah benar ini sebagai Muslim sejati. Jangan sesekali kita mempertikaikan hukum Allah maupun sunnah Rasul – Nya  dengan degradasi atau mengejek. Kata-kata seperti ajaran Islam tidak sesuai lagi dengan arus modernitas dunia hari ini atau sembahyang tidak akan buat kita jadi kaya dan sejenisnya adalah kata–kata yang sangat kasar dan menghina Allah, pencipta seluruh alam .

Ingatlah teman, kita bisa melupakan kematian, tetapi kematian tetap akan terjadi kepada kita. Hanya waktunya saja yang akan menentukan kapan kita akan kembali ke alam barzakh. Janganlah menjadi orang yang bodoh, siapakah orang yang bodoh itu? Mereka itulah orang yang ingin melawan Tuhan Rabbil ‘alamin. Bila Anda enggan melaksanakan perintah Tuhan berarti Anda ingin melawan perintah Tuhan.

Sewaktu di sekolah anda tunduk dengan hukum sekolah, dalam pekerjaan anda tunduk dengan hukum yang digambar oleh majikan anda, di dalam negeri anda tunduk di bawah hukum negara Anda. Begitu terobsesi sekali anda terhadap hukum itu sehingga terlalu prihatin takut kalau melanggar hukum tersebut. Bila anda berpijak di bumi ini, anda juga tunduk dengan hukum yang  telah digubal oleh yang pemilik yang membuat bumi ini. Sama-samalah kita memohon agar Allah selalu memberi kita petunjuk di atas jalan yang benar dan agar Dia memberikan kekuatan agar kita selalu dapat menjaga lidah kita, Aaamiin. Kisah ini dibagi dan diceritakan bersama oleh sahabat saya sendiri yang berasal dari Malaysia dan kini berada di perantauan sana. 

****

Jumat, 18 April 2014

Habis Main Tinggallah Hutang

Habis Main Tinggallah Hutang 

Beberapa bulan yang lalu, atau bahkan mungkin lebih awal dari itu, yang ada hanya optimisme. Rasa percaya diri yang luar biasa. Rasa-rasa akan menang. Bagaimana tidak, berkat pintarnya tukang anjung, yang sangat pintar mengopok dan menghambung-hambung. Menaikkan diri ke atas puncak pohon. Yang terutama sekali sebenarnya datang dari dalam diri sendiri. Keinginan untuk menang. Untuk menjadi orang terpilih. Agar nanti diri berbeda dengan orang kebanyakan. Berbeda dalam cara hidup, berbeda dalam penampilan, berbeda pula tentu saja dalam kenyamanan. Selama proses berbulan-bulan itu, dipatut-patut diri, dipandang-pandang di cermin, lalu semakin yakin bahwa diri awak memang pantas untuk ikut jadi anggota legislatif. Jadi anggota dewan. Tidak ada yang kurang. Awak gagah, untuk mengawalinya. Bertitel, dari manapun datangnya titel. Bergelar penghulu. Apa juga lagi? Sudah rasa di bibir tepi cawan.

Dan sadar pula awak, bahwa untuk lebih dikenal masyarakat perlu berkampanye. Perlu ditonjolkan diri. Maka dibuatlah macam-macam prasarana untuk memperkenalkan diri. Mulai dari pamflet-pamflet. Sampai baleho-baleho. Sampai kaos oblong beratus-ratus atau bahkan beribu-ribu. Semua itu jelas perlu biaya yang bahkan tidak sedikit. Memang harus begitu. Berugi dahulu untuk menantang laba. Laba????

Tidak kayu jenjangpun dikeping. Tidak emas bungkalpun diasah. Tidak ada diada-adakan, hatta harus berhutang ke kiri dan ke kanan. Tukang anjung tadi, di sini tempat dia bermain. Disemangatinya juga terus. Ditiup-tiupnya dengan angin surga. Yang perlu dibayangkan hanyalah kemenangan. Terpilih menjadi aleg. Digejobohkannya terus bahwa dibandingkan dengan si Fulan yang juga ikut mencalonkan diri maka awak jauh di atas angin. Ya di atas angin surga tadi itu.  

Dijalani pula kampanye langsung menemui kerumunan orang banyak. Sebenarnya kalau mau jujur di sini terlihat kepincangan diri. Apa yang diceritakan kepada orang banyak tidak berujung dan berpangkal. Tidak jelas entah apa yang akan dikerjakan nanti seandainya terpilih jadi anggota dewan. Terlihat bahwa awak hanya bermodal nekad saja. Sementara orang lain yang lebih nekad, ada yang berani berturun lebih habis-habisan. Walaupun tanpa jaminan, ada yang mempraktekkan serangan subuh, yakni membagi-bagikan amplop berisi uang di hari pencoblosan. 

Lalu, hari coblos mencoblos itupun datang. Beramai-ramai khalayak mendatangi Tempat Pemungutan Suara. Siang harinya dimulai menghitung suara. Disaksikan orang banyak pula. Apa yang terjadi? Di tempat awak ikut memilih saja, suara untuk awak sangatlah kecil. Hanya berbilang jari tangan saja. 

Dinantikan berhari-hari hasil perhitungan suara. Dikejar ke kantor camat. Di sana lebih parah lagi. Diteruskan pula ke KPU kabupaten. Begitu pula. Barulah timbul kesadaran. Ternyata permainan awak kalah. Ternyata awak tidak dipilih orang. Padahal awak sudah ikut berhabis minyak. Berhabis arang. Apa daya, hasilnya arang habis besi binasa. Habis main yang tinggal hanyalah hutang di seputar badan.

Apa kata tukang anjung berkilah? Memang begitu, adat bertanding harus kalah atau menang. Kali ini kalah, mungkin lima tahun lagi menang? Akankah lantas pula angan mengulanginya kembali lima tahun yang akan datang?

*****                                         

Minggu, 13 April 2014

Post Free Facility Syndrome

Post Free Facility Syndrome   

Yang sering kita dengar adalah istilah Post Power Syndrome. Hal ini biasanya dikatakan kepada orang-orang yang tadinya berkuasa, berpangkat, biasa memerintah-merintah, lalu tiba-tiba tidak dapat melakukannya lagi. Karena pensiun dari jabatan. Atau karena tergeser. Ringkasnya tidak lagi mempunyai power seperti sebelumnya. Dan kalau tidak pandai-pandai menjaga perasaan, hal itu akan terasa sakit sekali. Bagaimana tidak, selama ini kita disegani orang. Atau ditakuti orang karena kita adalah atasan. Kita selalu mendapat kemudahan segera dalam segala hal.

Maka orang-orang yang post power syndrome ini akhirnya banyak yang mengidap penyakit-penyakit yang pada awalnya disebabkan oleh kejiwaan lalu beralih menjadi penyakit kronis seperti stroke, serangan jantung, dan penyakit berat lainnya. 

Ternyata ada pula gejala penyakit seperti judul tulisan ini. Penyakit yang disebabkan karena waktu berkarya di suatu perusahaan mendapat banyak sekali fasilitas gratis. Rumah gratis. Bahkan segala perlengkapan rumah tangga seperti listrik, air dan perabot perumahan disediakan oleh perusahaan. Ibaratnya masuk ke rumah perusahaan itu cukuplah membawa koper pakaian saja, sementara yang lain-lain sudah serba ada. Rumah perusahaan baru ditinggalkan ketika berhenti dari perusahaan tersebut. 

Keluar dari rumah perusahaan lalu menghuni rumah sendiri memang merupakan suatu pengalaman yang cukup menyesakkan. Tapi biasanya dengan kesadaran sejak awal bahwa masa seperti itu memang harus dihadapi, lalu rumah sendiri disiapkan baik-baik, goncangan perpindahan bisa agak diredam.  

Beberapa hari yang lalu kami (aku, istri dan beberapa orang kawan) mengunjungi seorang sahabat di rumah sakit. Seorang ibu-ibu yang umurnya sedikit di atas umurku. Beliau kena stroke ringan. Waktu itu ditemani seorang puteranya. Suaminya, sudah lebih dahulu dipanggil Allah dua tahun yang lalu. 

Puteranya itu yang bercerita bahwa ayahnya meninggal karena sakit jantung dan diabetes. Waktu masih dinas dulu beliau sangat sehat. Begitu pensiun, beliau sangat kehilangan permainan golf. Ketika masih bekerja, golf termasuk fasilitas yang diberikan kantor secara cuma-cuma. Cukup datang ke lapangan membawa peralatannya, dan membawa uang untuk menyewa caddy, si pembawa perangkat golf. Setelah pensiun permainan itu terasa jadi mahal, lalu dihentikan. Rupanya hal itu berdampak cukup buruk kepada beliau yang mulai menurun kesehatannya. Repotnya lagi, ada kebiasaan tambahan di lapangan golf yang 'lupa' dihentikan yaitu minum softdrink soda.  Inipun menjadi penambah penyakit.  

Jadi kita memang harus berhati-hati ketika dalam kehidupan terjadi perobahan yang drastis terutama yang menyangkut 'kemudahan'.   

****                                                  

Jumat, 11 April 2014

Sesudah Pileg Selesai, Apa Lagi?

Sesudah Pileg Selesai, Apa Lagi?   

Sesudah Pileg selesai tentu akan dilanjutkan dengan memilih presiden baru. Sudah dipatok jadwalnya. Sebelum pelaksanaan Pileg, sudah ada beberapa orang yang memproklamirkan diri mereka sebagai capres untuk lima tahun mendatang. Beliau-beliau yang berbuat demikian tentu faham betul dan berambisi betul untuk dipilih jadi presiden negeri yang penduduknya nomor empat terbesar di dunia ini.  

Hasil sementara Pileg kelihatannya akan merobah peta pencalonan presiden yang sudah pernah digadang-gadang sebelumnya. Karena peraturan yang dibuat mengharuskan partai (atau kumpulan partai) yang berhasil mengumpul sedikitnya 25% suara yang boleh mengajukan calon. Dan ternyata tidak ada partai yang berhasil melewati batas ini. Maka partai-partai itu haruslah mengatur strategi. Harus berkoalisi, yang satu dengan yang lain agar 25% suara terpenuhi. Kelihatannya akan lumayan heboh tarik ulur koalisi ini. Partai-partai akan saling menunjukkan kelihaiannya dalam bermain, agar mendapatkan posisi tawar yang menguntungkan untuk lima tahun ke depan. Memang begitulah politik.

Sulit memprediksi siapa kira-kira yang akan jadi pemimpin baru negeri ini. Siapa yang akan jadi presiden berikutnya. Namun, sebagai anggota masyarakat, sebagai penduduk Indonesia, saat ini adalah yang paling tepat untuk berdoa. Agar kiranya Allah menetapkan seorang pemimpin yang amanah untuk negeri ini. Seorang pemimpin yang adil dan berwibawa. Karena Allah semata yang berkuasa menetapkan siapa yang akan dipilihnya untuk memimpin. 

Saat ini, tidak ada satupun dari mereka yang mencalonkan atau dicalonkan bisa yakin bahwa 'dia' lah yang akan mewarisi tampuk kekuasaan. Bahwa dia yang akan jadi presiden berikutnya. Bisa saja ada seseorang yang tidak terlihat berambisi, tetapi sedang disiapkan Allah. Allah saja Yang Maha Mengetahuinya.

Oleh karena itu, mari kita doakan, agar kiranya Allah menetapkan seseorang yang paling baik untuk memimpin negeri ini. Seseorang yang akan membawa negeri ini ke arah yang lebih dekat kepada keridhaan Allah Ta'ala.

*****
                                                 

Senin, 07 April 2014

Janganlah Mati Ketika Engkau Miskin?

Janganlah Mati Ketika Engkau Miskin?  

Smn adalah seorang tukang langgananku. Banyak pekerjaan perbaikan rumah yang kupercayakan kepadanya. Dia seorang yang rajin, polos dan apa adanya. Kalau dia bekerja di rumah, aku biasanya cukup puas dengan pekerjaannya. Ada hal lain yang menyebabkan aku menyukai Smn. Ketaatannya dalam beribadah. Suatu ketika dia bertanya yang agak mengagetkanku. Pertanyaannya adalah apakah dia boleh ikut berjamaah di mesjid komplek. Mengagetkan karena, di mana pula ada aturan bagi seseorang untuk ikut berjamaah harus ada izin? Kekagetan kedua, kenapa dia tidak ikut berjamaah di mesjid yang lebih dekat dengan rumahnya? Smn punya alasan untuk kedua pertanyaan itu.  Ringkas cerita sejak saat itu dia rajin berjamaah di mesjid komplek kami. Bukan sekedar rajin shalat berjamaah, dia bahkan ikut dengan kegiatan-kegiatan ibadah lain. Dia ikut berkurban di mesjid kami. Smn, yang penghasilannya sangat terbatas dan hanya bergaji setiap hari-hari dia bekerja, ikut berkurban......

Beberapa bulan yang lalu aku dapat kabar bahwa istri Smn sakit. Sakit diabetes yang cukup kronis. Pernah istrinya harus dirawat di rumah sakit. Dan hanya bertahan beberapa hari karena biayanya sangat tinggi untuk Smn. Akhirnya dirawat di rumah. Dengan bantuan dokter yang mau datang berkunjung secara berkala dan dengan perawatan atau penjagaan Smn sendiri. Istrinya tidak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya berbaring di rumah. Smn lah yang mengurusnya.

Tadi malam sehabis maghrib aku dapat kabar dari dia langsung, bahwa istrinya telah berpulang ke hadirat Allah siang hari kemarin. Aku datang melayatnya sesudah shalat isya. Aku berikan sekedar bantuan untuknya, ditambah dengan yang aku dapatkan dari dua anak-anak. Smn sangat berterima kasih. Tadi sesudah subuh, kami para jamaah datang lagi bertakziah. Smn terlihat kuyu, karena kurang tidur semalaman. Jenazah istrinya akan dimakamkan siang hari ini. Kami bertanya sekedar ingin tahu, berapa biaya pemakaman yang harus dibayarnya. Pengurusan jenazah ternyata sudah dipercayakan kepada petugas fardhu kifayah di lingkungannya. Berapa biayanya? Untuk pengurusan dan kuburan (tidak termasuk biaya mobil kereta jenazah) adalah lima juta rupiah. Biaya kereta jenazah antara tujuh ratus lima puluh ribu sampai sejuta rupiah. Smn diberi tahu bahwa dia juga diingatkan untuk menyediakan amplop untuk mereka yang ikut menyalatkan jenazah.  Masya Allah.......

Di komplek, kami umumnya ikut jadi anggota perkumpulan kematian. Jika anggota perkumpulan ini meninggal, kami tidak lagi dikenakan biaya kecuali untuk tanah pekuburan. Sebuah kuburan di TPU 'harganya' konon paling murah tiga juta rupiah. Aku menganjurkan kepada pengurus mesjid untuk membantu Smn.

Jenazah istri Smn akan dimakamkan di TPU umum, di lobang yang sama dengan familinya yang sudah lama berkubur di situ. Kabarnya dikenakan biaya tiga juta rupiah untuk membongkar kuburan lama itu. Jenazah istrinya tidak dapat dikuburkan di pemakaman kampung karena dia pendatang. Memang di sekitar tempat dia tinggal jenazah penduduk asli kampung adakalanya dimakamkan di pekarangan saja.

Kembali kepada Smn, untuk dapat memakamkan jenazah istrinya siang ini dia harus mengeluarkan uang sekurang-kurangnya tujuh juta rupiah. Belum termasuk kalau dia 'terpaksa' harus mengadakan acara tahlilan di rumahnya malam ini sampai beberapa hari kemudian.  Aku sangat kasihan melihat Smn. Tujuh juta rupiah itu adalah upahnya bekerja selama tujuh puluh hari. Kalau dia bekerja 70 hari dan tidak mengeluarkan biaya hidup satu sen pun barulah dia bisa mengumpulkan jumlah itu.    

Apakah akan dikatakan kepada orang seperti Smn, 'janganlah mati ketika engkau miskin?' 

****