Jumat, 29 Juni 2012

Sekilas Tentang pemimpin


Sekilas Tentang Pemimpin

Alhamdulillah, saya tidak pernah menjadi pemimpin yang berat-berat. Tidak pernah jadi lurah. Tidak pernah jadi camat, apa lagi yang lebih tinggi dari itu. Saya hanya pernah jadi Ketua RT, dan setelah tugas itu selesai, alhamdulillah, saya benar-benar lega. Betapa beratnya resiko dan tanggung jawab jadi pemimpin, seandainya kita mengerti. Nanti di akhirat, kita akan ditanya atas kepemimpinan kita. Apakah kita memimpin dengan adil pada jalan yang diridhai Allah, ataukah kita berlaku sewenang-wenang. Apakah pangkat kepemimpinan itu kita jolok-jolok agar diberikan orang kepada kita, atau karena masyarakat menginginkan kita untuk menjadi pemimpin mereka. Tanggung jawabnya sangat berat. Kelak di hadapan Allah setiap detil yang berhubungan dengan kepemimpinan itu akan ditanya. Pantaslah Umar bin Khaththab  mengatakan ketika dia diangkat jadi pemimpin, seandainya seekor keledai tersandung di jalan di Baghdad karena kelalaian yang mengurus negeri, maka dia pun akan diminta tanggung jawab pula sebagai pemimpin umat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan agar orang (para sahabat dan umat beliau) jangan meminta-minta jabatan, karena jabatan itu besar tanggung jawabnya. Tapi seandainya diberi amanah untuk memimpin, maka lakukanlah dengan amanah dan hati-hati. Beliau berwasiat agar umat beliau mengangkat pemimpin. Bahkan seandainya dua orang melakukan perjalanan, hendaklah salah satu menjadi pemimpin dalam perjalanan itu. Hendaklah dijadikan pemimpin orang yang berilmu untuk memimpin.

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menunjuk pengganti untuk memimpin umat. Ketika beliau wafat di hari Senin, jenazah beliau belum dimakamkan (baru dimakamkan dua hari kemudian di hari Rabu), karena para sahabat sedang menyelesaikan tugas mencari pemimpin pengganti beliau. Panjang pembahasan dan banyak pertimbangan untuk mencari  pemimpin pengganti. Dalam sebuah musyawarah yang tidak mudah, karena ada berbagai harapan dan kepentingan yang bertabrakan antara kaum Anshar (penduduk asli Madinah) dan kaum Muhajirin. Adalah dengan rahmat Allah semata bahwa musyawarah itu akhirnya menjadikan Abu Bakar sebagai khalifah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan Abu Bakar telah membuktikan bahwa pilihan para sahabat itu tidak salah. Beliau mengemban tugas kekhalifahan setelah terlebih dahulu berpesan, agar beliau ditegur jika  saja beliau keluar dari tuntunan al Quran dan sunnah Rasulullah.

Ketika Abu Bakar sakit menjelang wafat, beliau menunjuk Umar untuk menjadi khalifah penerus, pengganti beliau. Setelah Abu Bakar meninggal, orang pun membai’at Umar untuk menjadi khalifah. Umar memproklamirkan dirinya sebagai Amirul Mukminin, sebagai pemimpin orang-orang yang beriman. Umar menunjukkan keteladan yang luar biasa sebagai pemimpin. Beliau sangat sederhana untuk diri dan keluarganya. Banyak sekali kisah tentang kesederhanaan Umar. Umar lah yang memikul sendiri sekarung gandum untuk sebuah keluarga yang didapatinya sedang merebus batu, untuk mengecoh perhatian anak-anaknya yang kelaparan. Umar lah yang bergantian naik keledai dengan pengawalnya ketika pergi menerima penyerahan kunci kota Al Quds. Dan Umar pula lah yang didapati Hamuzham (panglima perang Kerajaan Parsi yang ingin menghadap Amiril Mukminin di istananya, dalam bayangan Hamuzham, setelah dia menyerah) sedang tidur beristirahat di serambi mesjid dalam kesederhanaannya.

Umar ditikam Abu Lu’lu’ di suatu subuh. Dia masih bertahan beberapa hari sebelum meninggal. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, Umar meminta umat memilih penggantinya di antara enam orang sahabat. Termasuk di dalam keenam calon usulan Umar itu adalah Utsman bin ‘Affan dan Ali bin Abi Thalib. Ketika beberapa sahabat mengingatkan agar Abdullah bin Umar yang lebih dikenal sebagai Ibnu Umar (yang penampilan dan perilakunya sangat meniru Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), ditambahkan sebagai calon, Umar menolaknya. Cukuplah aku saja di antara keluargaku yang pernah mengemban tugas yang sangat berat ini, begitu kata beliau.

Hasil pemilihan ke enam kandidat pengganti Umar akhirnya mengerucut kepada Utsman dan Ali, karena calon lainnya dengan sukarela mengundurkan diri. Sejarah menunjukkan bahwa Utsman lah yang menjadi khalifah ketiga.

Utsman juga terbunuh di akhir kekhalifahannya. Beliau tidak menunjuk pengganti. Sebahagian sahabat ketika itu membai’at Ali, mungkin sebagai calon kuat pengganti Umar sebelumnya. Tapi ada golongan yang tidak suka dengan kepemimpinan Ali. Golongan yang tidak suka ini dipimpin oleh Mu’awiyah, yang ketika itu jadi ‘gubernur’ di Syam. Mu’awiyah beralasan agar pembunuh Utsman serta golongan yang menggerakkan pembunuhan itu diadili terlebih dahulu. Padahal Ali telah memaafkan mereka.

Maka jadi catatan sejarah pula bahwa ketidak-senangan Mu’awiyah terhadap Ali berkelanjutan dalam sebuah peperangan yang panjang. Peperangan sesama umat Islam. Sesuatu yang sebenarnya sudah dibayangkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan terjadi.

Ali pun terbunuh pula. Sebenarnya pada subuh yang sama, Mu’awiyah juga jadi target pembunuhan, sesuai dengan rencana mereka yang sudah benci melihat perseteruan beliau berdua. Mu’awiyah selamat karena di subuh yang direncanakan itu dia berhalangan untuk pergi ke mesjid. Maka Mu’awiyah memproklamirkan dirinya sebagai Amiril Mukminin yang baru sepeninggal Ali bin Abi Thalib. Dia dibai’at oleh orang-orang dekatnya saja di Syam.

Sebelum akhir hayatnya, Mu’awiyah menunjuk puteranya Yazid sebagai pengganti. Begitulah awal dari dinasti Umayah yang memerintah selama berabad-abad. Dinasti, yang diperintah oleh raja yang menurunkan kekuasan kepada anaknya sebagai pengganti.

Sultan Muhammad Al Fatih, penakluk Konstatinopel di tahun 1492, adalah seorang panglima perang dan raja yang sangat salih. Beliau digantikan oleh putera dan anak cucunya, sampai berakhirnya kesultanan Ottoman di tahun 1924. Banyak di antara sultan-sultan di kerajaan Ottoman itu bukanlah pemimpin-pemimpin yang meniru jejak Muhammad Al Fatih dalam kesalihan, meski mereka dianggap kebanyakan orang sebagai penerus kekhalifahan dalam Islam.

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar