Kamis, 28 Mei 2015

Euro

Euro   

Sejak awal tahun 2002, sebelas negara di Eropah Barat sepakat menggunakan mata uang yang sama dengan nama Euro, sesudah melalui masa persiapan selama tiga tahun sejak awal tahun 1999. Di antara kesebelas negara tersebut termasuk Perancis, Jerman, Italia, Spanyol, Portugal dan ketiga negara Benelux. Hanya Inggeris yang sebenarnya termasuk anggota masyarakat ekonomi Eropah yang pertama, tidak mau ikut menggunakan mata uang bersama tersebut. Sekarang mata uang Euro dipergunakan di 19 negara anggota dan masih ada enam negara lagi yang masih menunggu persetujuan agar dapat bergabung. Yang masih menunggu ini di antaranya Polandia dan Rumania.

Selama berada di Perancis lebih dari sebulan, cukup menarik juga mengamati nilai uang Euro ini dan membandingkan nilainya dengan Franc Perancis mata uang sebelumnya yang pernah aku kenal dulu. Menurut catatan, ketika Euro mula-mula digunakan, nilainya setara dengan 6 - 7 Franc.  Tapi kalau diperhatikan perbandingan Euro dengan Franc tidaklah berada dalam kisaran tersebut. Ketika aku tinggal di Perancis tahun 1988, roti Perancis (baguette) harganya 2 Franc, sekarang 1.2 Euro. Tiket kereta api bawah tanah (metro) di Paris untuk satu kali jalan dulu harganya 2 Franc, sekarang 1.2 Euro.  Bensin dulu sekitar 1.6 Franc per liter (waktu harga minyak bumi 30 dollar per barrel), sekarang 1.45 Euro. Secangkir kopi di cafe dulu antara 3 sampai 4 Franc. Sekarang 2 Euro.   

Yang aku kemukakan di atas sekedar pembanding sederhana. Yang ternyata diakui oleh beberapa orang Perancis yang aku tanya. 1 Euro sekarang mungkin hanya setara dengan 2 Franc dulu, kata mereka. Hal ini mereka dapatkan berdasarkan perhitungan biaya hidup sehari-hari ketika menggunakan Franc dulu terhadap Euro sekarang. Apakah hal ini dikarenakan inflasi atau bukan tidaklah jelas bagiku.

Nilai uang itu terasa lebih menyedihkan lagi kalau kita melibatkan perhitungan dengan nilai rupiah. Tahun 1988 1 Franc setara dengan Rp 300, atau US $1 sama dengan Rp 1700. Sekarang 1 Euro adalah hampir Rp 15000. Roti Perancis atau baguette yang tahun 1988 harganya Rp 600, sekarang Rp 18,000. 30 kali lipat. Kita terperangah kalau membayar parkir 8 Euro untuk 2 jam di tempat parkir umum. Itu kan sama dengan Rp 120,000.  

Kalau dibandingkan dengan uang di negeri orang, rupiah kita memang sangat memprihatinkan nilainya.

****

Selasa, 26 Mei 2015

Cucuku Fathimah


Cucuku Fathimah  

Sudah sebulan lebih kami berkumpul dengan anak menantu dan cucu-cucu di Pau. Sungguh sangat menyenangkan, berada di tengah-tengah mereka. Terlebih-lebih dengan Fathimah, cucu perempuan kami yang pertama yang lahir di kota ini, yang baru berjumpa di saat kunjungan ini.

Fathimah sangat menyenangkan. Ceria. Saulah kalau kata orang di kampungku. Adorable. Saat ini dia sudah berumur sembilan setengah bulan. Sudah pandai merangkak. Sangat akrab denganku sejak hari-hari pertama kedatangan kami. Kami mengamati kemajuannya yang mulai belajar merayap waktu kami baru datang, dan sekarang sudah lincah merangkak. 

Ayahnya senang bepergian dengan mobil. Keluarga ini telah berulang-ulang berkunjung ke tempat yang lumayan jauh, baik mereka sekeluarga, ataupun dengan tamu-tamu yang berkunjung ke Pau seperti kemenakan kami (sepupu si Tengah), si Bungsu dan sebelum kami adalah besan (kedua orang tua B) dan terakhir dengan kami. Kami telah berkunjung ke Spanyol Selatan, ke Paris dan ke beberapa tempat lain yang lebih dekat. Dalam perjalanan jauh itu (Alhambra di Spanyol lebih dari 1000 km dari Pau) Fathimah relatif anteng. Dia hanya rewel kalau haus atau lapar atau basah. Lebih banyak tidur dan kadang-kadang bermain ketika dirayu.                 


Kakaknya Hamizan sangat sayang kepadanya. Mereka biasa bermain dan bercanda dan Fathimah sangat senang. Dia sangat suka menarik rambut abang, dan abang sering kali membiarkannya.

Aku benar-benar menikmati hari yang menyenangkan dengan Fathimah setiap hari di rumah, ketika Hamizan pergi sekolah.




Oh ya, Hamizan bersekolah di taman kanak-kanak sekolah internasional di sini. Sudah lumayan banyak vokabulari bahasa Inggerisnya. Di rumah kami berbicara Indinglish (Indonesia - English). Izan rajin dan menikmati sekolahnya. Di samping itu setiap hari Sabtu dan Minggu dia ikut TPA di mesjid Pau. 



Begitulah kami melewatkan hari-hari yang membahagiakan ini. Sungguh sebuah nikmat yang besar dari Allah. Mudah-mudahan kita semua beserta cucu-cucu ini senantiasa mendapat bimbingan dan petunjuk-Nya.


                        

Kamis, 21 Mei 2015

Kunjungan Nostalgia (2)

 Kunjungan Nostalgia (2)       

Hari Sabtu pagi, udara cukup dingin. Tujuan kami pagi ini adalah menara Eiffel. Sekedar melihat-lihat. Si Tengah bertanya apakah kami berniat untuk naik ke puncak menara, yang aku jawab tidak. Dulu kami sudah beberapa kali naik ke sana. Sensasi yang tidak perlu diulangi. Terlebih-lebih di udara dingin seperti pagi ini. Tapi di sini ada antrian panjang pengunjung yang akan naik ke atas sana. Antri di depan loket penjualan karcis. Lapangan dan taman di sekitar menara ini cukup ramai. Ikut meramaikan adalah pedagang asongan dari Afrika yang menyapa dengan bahasa Indonesia, menawarkan dagangan mereka, miniatur menara Eiffel. 5 biji satu euro, murah, murah, teriak mereka. Ada pula yang menawarkan salendang. Mungkin ini pertanda bahwa cukup banyak wisatawan Indonesia yang datang ke sini.

Kami berada di area ini sekitar satu jam. Mengamati orang yang lalu lalang. Membuat foto-foto. Yang cukup menarik adalah keberadaan becak di area ini. Becak dengan penariknya di depan. Mungkin ada sepuluh buah yang berlalu lalang di pagi itu. Di bagian belakang sebuah becak aku lihat ongkos naik becak untuk berkeliling adalah 15 euro. Aku tidak tahu untuk mengelilingi apa.  

Dari area menara Eiffel, kami berkeliling-keliling dalam kota Paris. Raun panik kalau istilah orang kampungku. Melalui jalan Champs Elysees, melingkari Arc De Triomphe, menyusuri sungai Sein, melihat gereja Notre Dame dari kejauhan. Yang menarik, semua dapat dilalui tanpa kemacetan sedikitpun. Ini agaknya yang agak berbeda. Seingatku, 28 tahun yang lalu jalan Champs Elysees mulai dari Arc De Triomphe relatif macet. 

Puas berkeliling-keliling dan perut terasa lapar. B dan si Tengah sudah merencanakan untuk makan di Mesjid Paris. Rupanya di dalam mesjid itu ada sebuah restoran cukup besar dengan spesialisasi kuskus. Kuskus itu dihidangkan dengan daging kambing atau ayam serta sayur yang terdiri dari wortel, terong, tomat dan entah apa lagi dengan kuah berwarna merah. Kenapa tidak kemarin sesudah shalat Jum'at kita mampir ke sana, aku bertanya. Kalau kemarin pasti terlalu ramai dan kita harus menunggu lama, jawab B. 

Kami sekeluarga menyukai hidangan kuskus ini sejak tinggal di Courbevoie tahun 1988. Mulanya dikenalkan oleh tetangga kami, orang tua murid teman si Sulung, orang Aljazair, yang mengundang kami ke rumahnya. Sesudah itu jadi ketagihan dan sering memasaknya di rumah. Versi kami adalah bulir-bulir kuskus yang disiram dengan asam padeh kambing berkuah encer yang dicampur dengan terung, wortel, kentang, tomat dan sayuran lain. Bahkan ketika aku berkunjung ke sini tahun 2004, waktu pulang koperku dipenuhi dengan kuskus mentah berkotak-kotak. Petugas pemeriksa di bandara Soeta sempat bertanya apa isi koperku yang terlihat aneh dari pemeriksaan X'ray.

Kuskus di restoran Mesjid Paris ini enak. Aku, istri dan si Tengah cepak cepong menikmatinya. B, sang menantu juga sangat menikmati daging kambing dan kuah sayur berwarna merah, tapi dia tidak menyukai bulir kuskus. Penggantinya dia memesan nasi. Cukup banyak pengunjung restoran itu. Dan banyak orang-orang asli Perancis. Di depan kami, dengan meja bersisian ada keluarga Perancis dengan dua anak, yang juga terlihat sangat menikmati hidangan ini. 

Sayang tidak terdengar suara azan di ruangan restoran ini. Sesudah makan kami pergi shalat dulu ke dalam mesjid, sudah terlambat dari shalat berjamaah. Aku baru menyadari bahwa mesjid besar ini rupanya jadi objek untuk dikunjungi pelancong bukan Muslim. Mereka boleh masuk dan berkeliling-keliling untuk melihat-lihat kecuali ke dalam ruangan utama tempat shalat. 

Sesudah shalat kami langsung pulang ke penginapan karena B dan si Tengah sore itu diundang temannya sama-sama karyawan Total yang bertugas di Paris.  

****

Rabu, 20 Mei 2015

Kunjungan Nostalgia (1)






Kunjungan Nostalgia  (1) 

Setelah beristirahat dan tidur kira-kira dua jam, sore hari Kamis itu kami keluar dari hotel. Kebetulan ada ustadz H yang baru datang di Paris dari London. Kami sudah berkomunikasi sebelumnya melalui whatsapp dan berjanji akan bertemu. Beliau akan berangkat lagi besok ke Amsterdam, sebelum pulang ke Jakarta. Jadi sore itu adalah waktu yang memungkinkan untuk bertemu. Beliau menginap di Hotel Novotel dekat menara Eiffel. Kami menuju kesana menemui beliau yang ternyata berdua dengan istrinya. Dan seterusnya pergi makan malam ke restoran Cina/Vietnam (halal) yang sudah direncanakan B dan si Tengah.

Pengunjungnya cukup ramai. Kami yang sudah memesan tempat sebelumnya mendapat tempat di lantai bawah tanah. Seolah-olah menjawab keragu-raguanku, aku mendapatkan pelayan restoran bertampang Arab mengucapkan Assalamu'alaikum. Masih juga aku bertanya apakah semua makanan di restoran itu halal, dan dijawabnya iya, insya Allah. Pilihan kami yang ternyata adalah jenis mi dan mihun, berkuah dan goreng, akhirnya datang dalam porsi jumbo. Kami menikmati makanan yang lumayan enak (dihidangkan dalam mangkok super besar) sambil berbincang-bincang santai.  

Jam setengah sepuluh kami keluar dari restoran itu. Udara yang dingin bertambah dingin karena hujan gerimis. Kami antarkan ustadz H dan istrinya ke hotel dan kami langsung pulang ke penginapan di Courbevoie.

Hari Jum'at pagi kami berkeliling di Courbevoie. Melewati avenue Marceau. Di jalan ini, di apartemen yang terletak di nomor 102 - 110 kami tinggal di tahun 1987 - 1989 selama hampir dua tahun. B menghentikan mobil  di depan bangunan itu. Aku dan istri turun untuk mengambil foto dari pinggir jalan. Tidak ada yang berubah di avenue Marceau. Bangunan-bangunan, toko-toko di sepanjang jalan, lapangan untuk pasar mingguan semua masih seperti dulu. Ya, pasar yang barangkali kita sebut sebagai pasar tradisional, dimana pedagangnya datang untuk berjualan di setengah pagi di lapangan terbuka. Setelah beberapa jam lapangan itu kembali bersih.    

Berikutnya kami kunjungi sekolah tempat si Sulung dan si Tengah bersekolah dulu. Ecole Primaire Rouget De Lisle. Pada saat kami baru datang, istriku mengantar dan menjemput mereka ke sekolah ini dengan berjalan kaki sambil mendorong si Bungsu dalam kereta bayi. Jaraknya memang sekitar satu kilometer saja dari rumah. Si Tengah sangat bersemangat mengambil foto sekolah tersebut. Tadinya kami ingin minta izin masuk ke dalam pekarangan sekolah, tapi karena akan pergi shalat Jum'at, rencana itu dibatalkan. 

Kami tinggalkan Courbevoie menuju Paris. Menuju mesjid besar kota Paris. Aku belum pernah berkunjung ke mesjid ini.  Mesjid yang ternyata sangat besar dan indah. Kami sampai di sana jam setengah satu, masih satu jam lebih lagi menjelang masuk waktu. Masih dapat tempat di dalam bangunan utama, tapi di bagian belakang karena mesjid itu sudah dipenuhi jamaah.  

Sebelum masuk waktu ada ceramah yang disampaikan dalam bahasa Arab dan Perancis, Cukup panjang ceramah itu. Khutbah Jumat di bagian pertama disampaikan dalam bahasa Arab. Khutbah kedua dalam bahasa Perancis dan Arab.

Sesudah shalat Jum'at acara berikutnya adalah shopping ke sebuah super mall di sebelah timur di luar kota Paris. Acara yang tidak menarik bagiku.

****

Selasa, 19 Mei 2015

Kunjungan Ke Paris

Kunjungan Ke Paris

Paris adalah sebuah kota idola (bagi yang mengidolakan). Kota pusat mode (bagi yang senang mode). Sebuah kota yang indah dan teratur. Dengan bangunan-bangunan tua tapi kokoh, simetris dan berseni. Dengan jembatan-jembatan kokoh yang berpacu-pacu melintasi sungai Seine yang membelah kota itu melingkar-lingkar. Ada patung-patung besar dan ukiran-ukiran sebagai hiasan di mana-mana. Ada menara Eiffel yang tersohor dan sudah berumur satu seperempat abad. Kita menjuluki kota Bandung dengan Paris van Java, mungkin berharap agar Bandung seindah Paris. Meski sepertinya agak jauh panggang dari api. Paris memang dirancang dan dipelihara agar senantiasa rapi. Ada saluran air mengiringi setiap jalan di dalam kota, sehingga tidak ada ancaman air tergenang menjadi banjir. Dan kereta bawah tanah yang mereka sebut metro yang jaringannya seperti benang laba-laba, bertingkat-tingkat di bawah tanah, bahkan ada yang menunjam lebih dalam dari dasar sungai Seine. 

Aku pernah mendiami kota ini selama tujuh bulan di tahun 1983 - 1984, ketika dikirim kantor untuk belajar bahasa Perancis. Tinggal di sektor 15. Waktu itu tidak terlalu banyak melihat permukanan kota karena kalaupun berlalu lalang sekadarnya, lebih sering menyelam dalam tanah, menumpang metro. Dan kembali lagi untuk waktu lebih lama antara tahun 1987 dan 1989 meski tinggal sedikit di luar kota Paris. Tepatnya di Courbevoie, di sebelah barat. Pada kesempatan kali ini lebih banyak menjelajahi permukaan kota Paris dibandingkan waktu sebelumnya.

Setelah itu pernah mampir dan sekedar melintas dua hari dalam perjalanan untuk menghadiri seminar di Pau di tahun 2004. Dan sesudah kunjungan terakhir itu tidak terbayangkan akan punya kesempatan untuk kembali lagi mengunjungi kota ini. 

Ternyata kesempatan itu hadir kembali. Dalam acara mengunjungi (anak, menantu dan) cucu di Pau kali ini. Ketika baru datang kami hanya menompang lewat saja di bandara Charles de Gaulle dan meneruskan perjalanan dengan kereta api langsung dari bandara ke Toulouse untuk seterusnya ke Pau.

Menantuku B, yang sangat gemar berkelana dengan mobil untuk perjalanan jauh, menawarkan untuk mengunjungi Paris. Tawaran yang tidak perlu untuk ditolak. Dan B pun mengatur segalanya serta menyesuaikan dengan hari libur. Jadwalnya meliputi hari Kamis tanggal 14 Mai, yang adalah hari libur, sampai hari Minggu tanggal 17. Hari Jumat, adalah hari kejepit dan dia mengambil cuti. Untuk memaksimalkan waktu berkunjung kami sengaja berangkat dari Pau lewat tengah malam hari Kamis 14 Mai itu. Jarak Pau - Paris melalui Bordeaux lebih kurang 800 km. Kendaraan kami melaju dengan kecepatan maksimum di jalan tol yang lengang di subuh buta itu. 

Kami berhenti untuk shalat subuh di sebuah rest area. Dan sempat berhenti pula untuk B sedikit beristirahat setelah itu, ketika dia diserang kantuk. Dalam perjalanan panjang ini dia tidak mau digantikan menyetir.

Sebelum jam dua belas siang kami sudah sampai di Paris. Langsung ke sebuah restoran halal di bagian selatan. Restoran Alhambra namanya yang sudah pernah mereka kunjungi sebelumnya.  

Dari restoran kami langsung menuju hotel tempat menginap di Courbevoie. Melalui jalan lingkar dalam kota Paris. Yang masih seperti yang aku kenal 27 tahun yang lalu. Paris sepertinya tidak banyak berubah. Dengan lalu lintas yang relatif lancar. Tidak ada kemacetan. 

****
                                

Selasa, 12 Mei 2015

Mesjid Di Pau

Mesjid Di Pau   

Ada mesjid yang terletak tidak terlalu jauh dari tempat tinggal anak menantuku di kota Pau. Mesjid ini konon satu-satunya di kota ini. Menurut cerita si Tengah dan sang mantu B, salah satu pertimbangan mereka memilih tempat tinggal ini adalah karena lokasinya yang tidak jauh dari mesjid tersebut. Meskipun ada suara sumbang dari sebagian (kecil) rekan sekantornya yang mengatakan bahwa lokasi dekat mesjid ini adalah daerah orang-orang miskin dan dikhawatirkan rawan bahaya. Sebuah prasangka yang tidak perlu diperdulikan. 

B berusaha sesanggupnya untuk shalat berjamaah di mesjid itu. Si Tengah ikut pengajian mingguan bersama-sama ibu-ibu setiap hari Kamis siang, dan Hamizan ikut madrasah seperti TPA dua kali seminggu, hari Sabtu dan Minggu. Jadi memang sangat bermanfaat keberadaan mesjid yang tidak jauh dari rumah ini.

Mesjid ini terdiri dari dua bangunan terpisah. Bangunan utama bertingkat, berukuran kira-kira 15 x 15 meter. Yang dipakai untuk shalat fardhu adalah bahagian bawah bangunan utama. Bahagian atasnya dipakai untuk madrasah. Sebagian besar jamaahnya adalah orang Maroko. Mereka berbahasa Arab dan Perancis. Yang datang shalat berjamaah hanya laki-laki. Kecuali hari Jumat, jamaah perempuan juga ikut hadir dan mereka shalat di bahagian atas.  Shalat subuh dihadiri tiga shaf, lebih kurang sembilan puluh orang jamaah. Shalat zuhur hampir sama banyak. Shalat maghrib bisa sampai lima shaf. 

Yang agak aneh, pengaturan shaf pada waktu shalat fardhu dilongkap. Shaf kedua dan ke empat dibiarkan kosong. Jadi yang digunakan hanya shaf pertama, ketiga dan kelima. Kecuali pada waktu shalat Jum'at semua shaf digunakan. Pada hari Jum'at bangunan tambahan juga dipakai. Jumlah jamaah Jum'at aku perkirakan lebih dari lima ratus orang. Di antara jamaah shalat Jum'at ada beberapa orang yang dari penampilannya terlihat orang Perancis asli. 

Bagaimana dengan pelaksanaan shalat? Tidak ada perbedaan yang berarti dengan shalat yang kita kerjakan. Iqamat sepuluh menit sesudah masuk waktu kecuali pada waktu maghrib hanya lima menit. Aku tidak melihat ada jamaah yang tidak bersedekap, padahal dulu aku menyangka kebanyakan orang dari Afrika Utara tidak bersedekap ketika berdiri dalam shalat. Barisan shaf diatur rapat oleh jamaah, sehingga bahu dengan bahu saling bersinggungan. Ada imam yang sama sekali tidak membaca doa iftitah sebelum alfatihah. Begitu selesai takbiratul ihram dia langsung membaca alhamdulillahirabbil'alamiin. Makmum membaca aamiin dengan suara yang tidak terlalu keras sesudah imam membaca waladhdhalliin. Imam tidak membaca doa qunut pada shalat subuh. Sesudah salam, masing-masing melakukan zikir dan doa sendiri-sendiri dalam senyap.

Khutbah Jum'at disampaikan dalam bahasa Arab seutuhnya. Hanya saja sebelum khutbah ada pembacaan isi khutbah dalam bahasa Perancis. Khutbah hari Jum'at kemarin adalah tentang peristiwa isra' mi'raj Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.

Yang perlu dicermati pula adalah pergeseran masuknya waktu shalat. Ketika aku baru datang waktu subuh di sini adalah jam 5.50 pagi. Tadi subuh (setelah enam belas hari) jam 5.22. Meski sudah di pertengahan musim semi, suhu udara di waktu subuh masih terasa sangat dingin, sekitar 10 derajat.

Terasa indah kebersamaan dalam berjamaah di mesjid Pau ini.

****


Kamis, 07 Mei 2015

Makanan Halal Di Pau (Perancis)

Makanan Halal Di Pau (Perancis)  

Kita wajib berusaha menghindar dari memakan makanan yang tidak halal. Tidak halal secara fisik karena memang sudah ditetapkan Allah demikian. Yang diharamkan Allah bagi kita terdiri dari bangkai (dari hewan yang sebenarnya halal kalau disembelih secara benar), darah, babi dan binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah. Untuk yang kedua, ketiga dan keempat cukup jelas keharamannya. Yang sering jadi tanda tanya dan harus dicermati adalah yang pertama. Maksudnya begini, seandainya seekor sapi dimatikan dengan memukul kepalanya, atau seekor bebek dipelintir lehernya, maka daging hewan-hewan tersebut tidak halal dimakan karena firman Allah dalam surah Al Maidah ayat 3, 'Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya..... (hingga akhir ayat).'

Di negeri kita, sangat mudah kita tertipu, ketika menyantap makanan yang kita sangka dari bahan yang halal, padahal sebenarnya tidak demikian. Ada yang memang dengan sengaja mencampur antara yang halal dengan yang haram. Kita mendengar tentang kejahatan manusia-manusia tidak berakhlaq yang mengoplos daging sapi dengan daging babi hutan lalu diolah menjadi bakso dan dijual ke pasar seolah-olah bakso sapi asli. Yang lebih parah adalah daging yang diketahui dari ternak yang halal, tetapi diolah secara haram. Mematikannya tidak dengan jalan disembelih, atau kalau disembelihpun tidak secara Islam. Atau meskipun bahan utamanya halal, tetapi ke dalamnya juga dimasukkan bumbu-bumbu yang berasal dari zat yang haram seperti minyak babi, atau darah penyembelihan yang ditampung, atau arak. Untuk semua itu kita harus berhati-hati, dan banyak bertanya sebelum menyantapnya.  

Di Pau (Perancis) kita dimudahkan untuk berhati-hati terutama ketika membeli makanan jadi. Karena jenis makanan seperti ini diwajibkan mencantumkan kandungan bahan yang dipakai untuk membuatnya. Keberhati-hatian dalam meneliti kandungan bahan ini sangat diperlukan. Karena untuk produk yang sepintas kita pikir halal, ternyata bisa saja mengandung bahan-bahan yang berasal dari babi. Misalnya roti tawar. Kita cenderung untuk menduga bahwa kandungan roti itu hanya tepung gandum, garam dan air. Ternyata tidak demikian. Di dalam roti bisa terdapat salah satu dari kode seperti di bawah ini. 

Kode-kode berikut adalah yang dipakai untuk kandungan lemak babi E100, E110, E120, E-140, E141, E153, E210, E213, E214, E216, E234, E252, E270, E280, E325, E326, E327, E337, E422, E430, E431, E432, E433, E434, E435, E436, E440, E470, E471, E472, E473, E474, E475, 478, E481, E482, E483, E491, E492, E493, E494, E495, E542, E570, E572, E631, E635, E904.                

Jadi tinggal ketelitian dan keberhati-hatian kita dalam mengamati produk yang akan dibeli. Dan hebatnya pula, di swalayan besar, ada sebuah sudut yang diberi label halal, khusus tempat meletakkan barang-barang yang sudah disahkan kehalalannya oleh penjabat yang berwenang untuk itu. Pengesahan seperti ini mudah-mudahan dapat dipercaya, karena pemilik swalayan tidak mungkin akan berspekulasi dengan jaminan yang dipajangnya. Seandainya dia menipu pastilah dia bisa dituntut.

Untuk membeli daging halal, ada toko khusus yang diusahakan oleh orang-orang Aljazair atau Maroko.

Mungkin itulah bedanya. Di Perancis, kita berada di tengah masyarakat yang akrab dengan produk tidak halal, tapi ada peringatan yang dapat digunakan untuk berhati-hati. Di Indonesia kita berada di tengah masyarakat Islam, dan kita harus berhati-hati dengan produk tipuan yang mengandung bahan haram. 

****

Selasa, 05 Mei 2015

Menyenangkannya Berkendaraan Mobil

Menyenangkannya Berkendaraan Mobil

Sampai batas tertentu, aku menyenangi menyetir mobil. Menyetir untuk jarak yang lumayan jauh. Di negeri kita, aku pernah menyetir dari Jakarta ke kampung di Bukit Tinggi. Berlanjut sampai ke Pakan Baru terus ke Medan melalui Duri dan Rantau Parapat. Di Jawa, dari Jakarta sampai ke Yogya, ke Solo. Tidak sering-sering. Ke kampung pernah sampai 5 kali. Ke Jogya dan Solo pernah dua kali. Kalau yang lebih dekat sampai ke Bandung, sudah tidak terhitung. Waktu tinggal di Perancis aku pernah menyetir dari Paris, ke Pau di selatan, ke Belanda di utara, ke Nice dan Monaco di tenggara, ke Jenewa (Swiss) di timur.

Tentu saja sangat jauh berbeda menyetir di negeri kita dengan di Perancis (Eropah). Terutama dalam hal kondisi jalan. Jalan tol yag kita punyai baru sampai ke Bandung di Jawa. Di Sumatera bahkan boleh dikatakan belum ada. Yang ada hanyalah jalan bukan tol dan seringkali dalam kondisi tidak pula mulus. Di Sumatera, di jalan yang tidak terlalu lebar, mendahului iring-iringan truk di jalan yang berliku dan mendaki merupakan pekerjaan yang menegangkan dan memerlukan kehati-hatian khusus. Begitu pula di pantai utara Jawa, dimana kita harus ekstra hati-hati ketika berpapasan dengan bus malam yang biasanya sangat menakutkan kecepatan dan kenekatannya. Secara umum, berkendara di negeri kita sangat akrab dengan sport jantung. 

Sebaliknya mengendara di Eropah sangat menyenangkan karena kondisi jalan yang prima. Pengemudi rata-rata lebih tertib. Bukan saja ketika lalu lintas lancar, di saat terjadi kemacetan pun para pengemudi jauh lebih sabar berada dalam antrian. Tidak ada yang main serobot. Tidak ada pejabat atau orang penting yang dikawal polisi bersepeda motor yang minta diprioritaskan. Disamping itu, informasi di pinggir jalan tentang kota yang akan dilalui, jarak yang akan ditempuh selalu sangat mencukupi dan mudah terbaca. 

Kalau kita bandingkan antara jalan tol Jakarta - Bandung dengan umumnya jalan tol di Perancis yang berbeda mungkin adalah fasilitas di tempat istirahat. Di negeri kita, tempat istirahat, selain punya fasilitas tempat mengisi bahan bakar juga didukung oleh berbagai restoran (banyak) dan tempat ibadah. Di Perancis biasanya hanya ada satu restoran, kalau pun ada dan toilet umum. Ada juga yang khusus menyediakan tempat beristirahat saja, tanpa pompa bahan bakar atau restoran.

Hal lain yang berbeda antara jamanku dulu dan sekarang adalah penggunaan GPS yang sangat membantu. Kita dibimbing dengan sangat hati-hati ke titik tujuan kita. Dengan bantuan alat ini kita dengan mudah menemukan alamat hotel yang kita tuju. Dulu aku menggunakan peta, yang meskipun cukup baik tapi mengharuskan kita sering-sering bertanya agar tidak tersesat. 
Pengalaman berkendara jarak jauh yang kami lakukan beberapa hari yang lalu mengembalikan nostalgiaku ke beberapa puluh tahun yang lalu. Meski kali ini aku hanya jadi penumpang yang duduk manis saja di samping B, sang menantu, yang sangat hati-hati dalam menyetir. Aku tulis sangat hati-hati, karena dia mengikuti aturan kecepatan yang terbaca di tanda lalu lintas di pinggir jalan. Ketika kecepatan harus diturunkan ke 100 km per jam, ke 80 km per jam, semua diikutinya dengan tertib. Kami memerlukan waktu 10 jam untuk menempuh jarak 1055 km dari Ecija sampai ke Pau. Kami berangkat jam setengah dua belas siang, berhenti dua kali untuk makan dan shalat masing-masing selama satu setengah jam, akhirnya kami sampai di Pau jam setengah satu tengah malam.  Berbeda dengan hari-hari sebelumnya di mana Fathimah sangat anteng selama perjalanan, duduk atau tertidur di kursi khususnya, hari terakhir itu dia agak rewel. Mungkin terlalu melelahkan baginya berada di mobil selama itu. Begitu sampai di rumah, dia kembali ceria dan berteriak-teriak kegirangan. 

****                                

Senin, 04 Mei 2015

Alhambra

Alhambra

Aku pernah membaca tentang kemegahan istana di sebuah bukit di Granada Spanyol yang dibangun oleh penguasa Islam di sekitar abad ke delapan. Istana megah itu jadi pusat kekuasaan kerajaan Islam selama beberapa ratus tahun, namun akhirnya jatuh ke tangan penguasa beragama Katholik di akhir abad ke lima belas. Meskipun bangunan istana itu sudah diubah suai dengan kepentingan penguasa beragama Katholik namun masih ada hiasan dan ornamen khas Islam seperti kalighrafi yang masih dipertahankan.

Ketika aku dan keluarga pernah tinggal di Perancis selama sekitar dua tahun antara tahun 1987 - 1989, ada terniat untuk pergi melihat bangunan peninggalan sejarah tersebut tapi sayang tidak kesampaian. Alhamdulillah, keinginan tersebut baru terealisasi hari Jumat tanggal 1 Mai kemarin. Kami berangkat dengan santai dari Ecija jam setengah sepuluh pagi. Kota Granada terletak dua jam berkendaraan dari tempat kami menginap. Kemungkinan untuk bisa masuk ke Alhambra kami letakkan di posisi 50 - 50.  Kalau toh tidak bisa masuk melihat taman dan istana Alhambra maka cukuplah melihat dari luar atau dari jauh saja. 

Jam dua belas kami sampai di pelataran parkir komplek istana itu. Aku dan B pergi ke tempat penjualan tiket masuk. Agak surprise dan jadi bersemangat karena di sana ternyata ada antrian orang di depan loket. Kami ikut antri. Di samping loket ada panel pengumuman elektronik menunjukkan karcis untuk jam berapa dan untuk mengunjungi apa saja yang dijual. Yang paling atas adalah untuk mengunjungi semua bagian istana dan taman, tapi tiketnya untuk hari itu sudah habis. Di bawahnya untuk mengunjungi taman dan bagian istana lain kecuali bangunan utama, yang akan diizinkan masuk jam dua siang sampai jam delapan. Tiket ini masih tersedia sebanyak 15 lagi. Di bawahnya ada lagi tiket untuk kunjungan malam (jam 22.00) memasuki bangunan utama. Kami membeli 4 tiket untuk jam dua siang. Anak-anak di bawah 10 tahun gratis.

Jam dua kami masuk bersamaan dengan banyak sekali pengunjung. Ada rombongan anak sekolah dari Perancis, pengunjung berjilbab dari Arab dan dari Turki, pengunjung berbahasa Inggeris dan sebagainya. Mengikuti petunjuk nomor titik-titik yang akan dilihat, kami mengawali kunjung ke taman di bagian utara komplek itu. Taman yang diselingi oleh kolam-kolam dan air mancur yang tertata sangat rapi. Kolam dan air mancur itu termasuk salah satu keistimewaan bangunan ini, karena air adalah kebutuhan mutlak untuk bersuci. Sistim pengairan dengan air mancur itu sudah ada sejak awal. Taman ini dibatasi oleh tanaman pagar yang rapi. Ada pokok bunga mawar yang sedang berbunga. Dan pohon jeruk yang sedang berbuah lebat.






Mengelilingi bagian taman dan bangunan pertama ini (yang aku kurang tahu apa fungsi bangunan yang bagian-bagian dindingnya dihiasi kalighrafi) memerlukan tenaga ekstra karena harus menaiki tangga bertingkat-tingkat. Kasihan juga B, yang harus mengangkat kereta dorong Fathimah setiap menaiki tangga. Aku mencoba mengeja sebagian kalighrafi yang tidak terlalu mudah membacanya. Ada tulisan Wa laa..... illa 'llah, yang baru kemudian aku ketahui dari buku tentang Alhambra yang kami beli, bahwa tulisan itu adalah Wa Laa Ghaliba illa 'llah (tidak ada kemenangan kecuali (dengan) Allah).

Berikutnya kami menuju ke bagian utama istana Alhambra, yang sayangnya hanya untuk melihat bagian luarnya saja. Berjalan menyusuri dinding benteng dari batu bata yang terlihat kokoh dan tinggi di sebelah kiri jalan. Lalu ada mesjid yang sudah dirobah jadi gereja dengan menara dengan tanda salib yang sekarang jadi menara lonceng. Berikutnya adalah sebuah bangunan besar yang sekarang disebut istana raja Carlos. Bangunan ini dihiasi dengan patung-patung orang suci Katholik. Bagian tengah bangunan besar ini adalah sebuah arena melingkar yang terbuka. Sayang kami tidak bisa masuk melihat bagian dalam bangunan ini.

Terakhir kami mengunjungi benteng di bagian barat komplek. Bagian ini adalah bangunan yang paling awal dari komplek Alhambra, yang kelihatan tidak terawat.

Kami menghabiskan waktu 3 1/2 jam untuk mengelilingi semua bagian tadi. Komplek Alhambra yang sangat luas dan banyak bagian yang menarik untuk dilihat. Aku membeli buku Reading The Alhambra karangan Jose Miguel Puerta Vilchez untuk memahami apa yang telah dilihat. Buku ini cukup rinci menjelaskan tentang para penguasa yang bertahta di Alhambra. 

Interpretasi secara dangkal, kemewahan penguasa-penguasa Muslim yang bertahta di istana ini dengan segala intrik dan persaingan di antara kerabat istana, mungkin menjadi sebab utama runtuhnya kekuasaanan Islam yang tadinya sangat besar di Granada.

Wallahu A'lam.

****

Jumat, 01 Mei 2015

Sevilla

Sevilla
 
Hari Kamis, hari ketiga perjalanan kami. Hari ini kami menuju ke Sevilla sejauh 150 km ke arah barat dari kota Ecija tempat kami menginap. Tadinya kami ingin ke Alhambra hari ini, tapi ada sedikit kesulitan bahwa pemesanan karcis secara on line untuk memasukinya ternyata gagal. Karcis masuk ke Alhambra itu 2/3 bahagian dijual secara on line, dan hanya 1/3 yang dijual di tempat. Karcis on line itu bahkan sudah habis sampai akhir bulan Mai. Begitu berita yang didapat. Rencananya lagi, besok hari Jumat kami akan go show saja ke sana. 

 
Objek yang akan dikunjungi di Sevilla adalah sebuah benteng peninggalan Islam. Perjalanan ke Sevilla sangat lancar di pagi yang cerah. Kami sampai di kota itu jam 11 siang. Memarkir mobil di sebuah tempat parkir umum bawah tanah, lalu kami berjalan-jalan menyusuri jalan sambil mendorong kereta dorong Fathimah. Suhu udara sekitar 20 derajat. Mirip-mirip suhu di Bukit Tinggi di waktu pagi. Si Upiak Kecil ini sangat tenang dalam pengembaraan ini. Dia hanya rewel kalau lapar. Di luar itu lebih banyak tidur di tempat duduknya atau bermain-main dengan siapa saja yang menggodanya. 

Rupanya ada objek wisata lain yang sudah dikenal B dari informasi Google, yaitu sebuah bangunan besar yang tidak terlalu jelas wujudnya (abstrak) dari potongan-potongan kayu yang terletak di sebuah persimpangan jalan. Nama objek itu Metropol Parasol yang baru dibuka pada bulan Maret 2011. Potongan-potongan kayu itu diikatkan dengan baut-baut besar. Konon bangunan abstrak seperti ini satu-satunya pula di dunia. Bangunan tersebut terdiri dari dua tingkat. Kita naik ke tingkat pertama yang cukup luas melalui jalan yang dibuat miring. Hamizan cukup senang bermain-main di sini. 

Setelah makan siang di dalam mobil di tempat parkir kami menuju ke benteng Alcazar yang telah direncanakan. Melalui jalan-jalan kecil dalam kota. B sangat percaya dengan bantuan GPS yang membimbing mencari tujuan. Letak benteng tersebut memang agak tersembunyi dari jalan besar. 

Benteng Alcazar dibangun pada tahun 913, jadi tempat bertahtanya penguasa Islam di kota Sevilla. Bangunan itu diperbesar dan diperkuat sampai abad ke sebelas. Menurut catatan sejarah yang aku baca, kota Sevilla ini direbut orang Kristen dari pemerintahan Islam di tahun 1248. Sejak itu, mesjid utama di kota ini dirobah menjadi gereja. Menara mesjid dijadikan menara lonceng gereja. Di tahun 1480 Ratu Isabella dan Pangeran Fernando mempersiapkan penyerangan ke Granada di kota ini. Masih terlihat bentuk lengkungan-lengkungan khas bangunan mesjid di dinding benteng. Yang lebih dominan sekarang adalah ornamen gereja.

Di jalan di sekitar benteng ini banyak kereta kuda yang melayani para pelancong. Kami ikut menyewa sebuah kereta kuda. Tadinya sekedar untuk menyenangkan hati Hamizan. Ternyata sais kereta kuda itu adalah seorang pemandu wisata yang terlatih, meski dengan bahasa Inggeris yang tidak terlalu lancar. Kami dibawa mengelilingi area benteng yang memakan waktu sekitar 40 menit. Dia menjelaskan bangunan dan taman apa saja yang kami lalui. Rupanya komplek benteng Alcazar itu sering dipakai untuk pameran-pameran oleh negara-negara Amerika Latin yang memang punya hubungan khusus dengan Spanyol. Tentu saja yang diceritakan sais kereta yang pemandu wisata itu adalah bagian-bagian yang heroik dari sisi Spanyol dalam mengalahkan orang Islam.

Demikianlah kunjungan kami sore itu.

*****