Senin, 28 November 2011

Pergilah Rapat Ke Negeri Cina (5)

Pergilah Rapat Ke Negeri Cina (5)

Sebenarnya banyak yang ingin aku tanyakan. Tapi khawatir pertanyaan itu nanti tidak pantas. Seperti bagaimana pandangan orang Cina RRC sekarang tentang 'sama rata, sama rasa'-nya komunis. Seperti bagaimana dengan ketentuan hanya boleh punya satu anak. Seperti bagaimana pandangan mereka, generasi sekarang tentang agama. Berkali-kali aku hampir bertanya tentang itu, selalu aku urungkan. Khawatir pertanyaan seperti itu tidak disenangi atau tidak pada tempatnya. 

Kenapa timbul pertanyaan seperti itu? Karena dari pertemuan sehari ini, tidak sedikit pun terlihat bahwa mereka 'sama rata, sama rasa' seperti beberapa puluh tahun yang lalu, di mana semua orang memakai pakaian dengan model yang sama. Ada batas yang sangat jelas antara atasan dan bawahan. Ada kesan mereka menikmati 'kemewahan'. Orang-orang yang lalu-lalang di jalan terlihat sumringah dan menikmati kehidupan. Bahkan pernah ada di antara peserta rapat secara gurau berkata tentang aturan agama.  Tanpa menjelaskan agama mana.

Aku merasa bahwa sepertinya mereka juga menjaga jarak seperti itu. Acara makan malam yang melibatkan semua peserta rapat tadi siang, rupanya akan dilalui dengan tata krama Cina, begitu temanku yang dari Jakarta memberi bayangan. Kami terlebih dahulu berkumpul di ruangan khusus yang sudah di-reserved, berdiri di belakang kursi-kursi. Ada aturan di mana kepala tuan rumah harus duduk. Dan aturan di mana tamu harus duduk. Semua duduk sesuai dengan tempat yang ditentukan. 

Pelayan mulai meletakkan hidangan satu persatu. Tidak ada babi, for sure. Aku diberi tahu tentang hal itu. Ada ikan dan bahkan beberapa jenis sea food (udang, kepiting). Dan ada sloki kecil untuk semua orang, kecuali aku dan teman satu lagi (orang Indonesia), anak buah She yang datang dari Singapura. Dia ini tidak ikut 'minum' karena alasan kesehatan. Tidak ada yang bertanya atau berlagak bertanya apakah aku kira-kira akan ikut 'minum'. Mereka sudah tahu dan tidak menanyakannya lagi. Aku dan teman dari Singapura yang duduk di sebelahku sama-sama menghadapi gelas biasa berisi air. 

Acara makan malam itu berlangsung dengan 'meriah'. Di sela-sela mencicipi makanan yang dihidangkan di meja bundar berputar, sloki kecil itu tidak berhenti-henti diisi dengan arak putih. Arak yang menurut salah satu dari mereka yang menjawab ketika aku bertanya, mengandung 53% alkohol. Mereka saling 'toast' untuk segala macam urusan. Untuk mengenang teman. Untuk mengenang keberhasilan. Untuk mengenang entah apa lagi. Setiap orang datang kepada yang lain. Bahkan juga kepadaku. Semua, ganti berganti. Bahkan ada yang berulang-ulang. Saling mengucapkan dan mengharapkan kebaikan di masa datang, lalu sama-sama menenggak arak. Bertubi-tubi. Dan ketika mereka datang kepadaku, aku mengangkat pula gelas air putih, sambil mengucapkan 'the same to you'.

Aku beristighfar dalam hati. Seharusnya aku tidak boleh sama duduk dengan orang-orang yang sedang minum khamar ini. Dan aku berada pada posisi yang selemah-lemahnya iman malam itu.

Dalam hal makanan, tetaplah ikan yang aku santap. Teman duduk di sebelah kiriku, berkali-kali menawarkan chicken atau lamb dan selalu aku tolak. She yang duduk terpisah beberapa kursi menjelaskan bahwa aku hanya memilih ikan saja. Sampai suatu saat aku melihat potongan-potongan sebesar jari kelingking berwarna coklat dan entah kenapa aku bertanya kepada teman di sebelah kiriku itu. Dia menjawab bahwa itu adalah 'bambu'. Ooo rebung, kataku dalam hati. Aku ambil sepotong dan aku cicipi. Benar sekali itu adalah rebung muda yang sangat halus tak berserat. Aku punya pilihan lain akhirnya.

Acara makan malam itu berakhir sekitar jam setengah sembilan malam. Yang dimulai sejak jam enam. Waktu dua setengah jam yang sangat mencekam bagiku. Syukurlah akhirnya selesai juga. Kami diantar kembali ke hotel. Di bawah hujan rintik-rintik yang rupanya tidak berhenti sejak kami masuk ke restoran tadi itu......

*****                                                 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar