Sabtu, 28 Februari 2015

4 Golongan Manusia Menurut Imam Al Ghazali (Dari Hidayatullah.com)

4 Golongan Manusia Menurut Imam Al-Ghazali

Menurut Imam Ghazali, manusia yang paling buruk ia selalu merasa mengerti, padahal ia tidak tahu apa-apa

ADALAH Syeikh Imam al Ghazali atau bernama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ath-Thusi asy-Syafii adalah ulama produktif. Tidak kurang 228 kitab telah ditulisnya, meliputi berbagai disiplin ilmu; tasawuf, fikih, teologi, logika, hingga filsafat.

Sang Hujjatul Islam (julukan ini diberikan karena kemampuan daya ingat yang kuat dan bijak dalam berhujjah) ini sangat dihormati di dua dunia Islam yaitu Saljuk dan Abbasiyah, yang merupakan pusat kebesaran Islam.

Al Ghazali pernah membagi manusia menjadi empat (4) golongan;

Pertama, Rojulun Yadri wa Yadri Annahu Yadri (Seseorang yang Tahu (berilmu), dan dia Tahu kalau dirinya Tahu).

Orang ini bisa disebut ‘alim = mengetahui. Kepada orang ini yang harus kita lakukan adalah mengikutinya. Apalagi kalau kita masih termasuk dalam golongan orang yang awam, yang masih butuh banyak diajari, maka sudah seharusnya kita mencari orang yang seperti ini, duduk bersama dengannya akan menjadi pengobat hati.

“Ini adalah jenis manusia yang paling baik. Jenis manusia yang memiliki kemapanan ilmu, dan dia tahu kalau dirinya itu berilmu, maka ia menggunakan ilmunya. Ia berusaha semaksimal mungkin agar ilmunya benar-benar bermanfaat bagi dirinya, orang sekitarnya, dan bahkan bagi seluruh umat manusia. Manusia jenis ini adalah manusia unggul. Manusia yang sukses dunia dan akhirat,” ujarnya.

Kedua, Rojulun Yadri wa Laa Yadri Annahu Yadri (Seseorang yang Tahu (berilmu), tapi dia Tidak Tahu kalau dirinya Tahu).

Untuk model ini, bolehlah kita sebut dia seumpama orang yang tengah tertidur. Sikap kita kepadanya membangunkan dia. Manusia yang memiliki ilmu dan kecakapan, tapi dia tidak pernah menyadari kalau dirinya memiliki ilmu dan kecakapan. Manusia jenis ini sering kita jumpai di sekeliling kita. Terkadang kita menemukan orang yang sebenarnya memiliki potensi yang luar biasa, tapi ia tidak tahu kalau memiliki potensi. Karena keberadaan dia seakan gak berguna, selama dia belum bangun manusia ini sukses di dunia tapi rugi di akhirat.

Ketiga, Rojulun Laa Yadri wa Yadri Annahu Laa Yadri (Seseorang yang tidak tahu (tidak atau belum berilmu), tapi dia tahu alias sadar diri kalau dia tidak tahu).

Menurut Imam Ghazali, jenis manusia ini masih tergolong baik. Sebab, ini jenis manusia yang bisa menyadari kekurangannnya. Ia bisa mengintropeksi dirinya dan bisa menempatkan dirinya di tempat yang sepantasnya. Karena dia tahu dirinya tidak berilmu, maka dia belajar.

Dengan belajar itu, sangat diharapkan suatu saat dia bisa berilmu dan tahu kalau dirinya berilmu. Manusia seperti ini sengsara di dunia tapi bahagia di akhirat.

Keempat, Rojulun Laa Yadri wa Laa Yadri Annahu Laa Yadri (Seseorang yang Tidak Tahu (tidak berilmu), dan dia Tidak Tahu kalau dirinya Tidak Tahu).

Menurut Imam Ghazali, inilah adalah jenis manusia yang paling buruk. Ini jenis manusia yang selalu merasa mengerti, selalu merasa tahu, selalu merasa memiliki ilmu, padahal ia tidak tahu apa-apa. Repotnya manusia jenis seperti ini susah disadarkan, kalau diingatkan ia akan membantah sebab ia merasa tahu atau merasa lebih tahu. Jenis manusia seperti ini, paling susah dicari kebaikannya. Manusia seperti ini dinilai tidak sukses di dunia, juga merugi di akhirat.

Untuk itu mari kita intropeksi diri masing-masing, di kelompak manakah kita berada. 

Semoga Bermanfaat.*/Kholili Hasib

Rep: Admin Hidcom
Editor:

Jumat, 27 Februari 2015

Mujur Sepanjang Hari, Malang Sekejap Mata

Mujur Sepanjang Hari, Malang Sekejap Mata  

Allah Ta'ala berfirman; 'Setiap musibah yang menimpa seseorang adalah dengan izin Allah (sesuai dengan sunah-Nya). Barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.' (Surah At Taghaabun ayat 11).   

Kejadian-kejadian berikut dialami oleh orang-orang yang aku kenal.

Bapak G, biasa membersihkan saringan ac di kamarnya. Pekerjaan ringan, mencabut saringan udara yang biasanya ditutupi oleh debu, untuk dibersihkan debunya. Sudah rutin dan berulang kali dia kerjakan. Dia siapkan tangga lipat stainless steel, lalu naik ke atas tangga tersebut untuk mencabut saringan udara ac. Namun kali ini, entah bagaimana kejadiannya, istrinya mendengar suara berdebum. Ketika istrinya bergegas melihat ke kamar, bapak G sudah tergeletak di lantai. Sudah tidak ada. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun.     

Bapak M memarkir mobilnya di pinggir jalan karena dia akan mampir membeli sesuatu di kedai di seberang jalan. Sebelum melintas, menoleh dulu ke kiri dan ke kanan, memperhatikan kalau-kalau ada kendaraan lain yang akan berlalu. Tiba-tiba saja sebuah sepeda motor dengan kecepatan tinggi datang menerjang. Bapak M kena terjang dan terpental jatuh. Tidak sadar sejak saat itu. Dibawa ke rumah sakit dan dirawat berminggu-minggu sampai akhirnya dijemput malaikat maut.

Saudara A. Ikut pertandingan bulu tangkis antar RW. Dia seorang yang biasa berolah raga. Bertubuh atletis. Bulu tangkis adalah olah raga kegemarannya dan dia memang jago. Pertandingan seru sekali. Penonton bersorak-sorak gembira memberi semangat. Pertandingan itu dimenangkan oleh saudara A. Seusai pertandingan dia duduk beristirahat di pinggir lapangan. Tiba-tiba, A yang gagah itu terkulai lemah. Nafasnya memburu sebentar. Orang masih berpikir untuk melakukan pertolongan pertama, dia sudah berlalu. Begitu cepat.

Kemarin seorang kerabat yang tinggal di rantau jauh berbagi cerita melalui alat komunikasi hape. Awalnya dengan senda gurau biasa saja. Tapi kemudian dia mengatakan bahwa saat ini dia sedang terkapar di tempat tidur. Ketika aku bertanya apa yang terjadi, dia memberi tahu bahwa dia mendapat musibah beberapa hari yang lalu. Tergelincir dari tangga kecil yang digunakan ketika sedang membersihkan lemari es. Jatuh terhenyak dan akibatnya tidak sanggup berdiri.

Kejadian seperti di atas sering saja terjadi. Tidak disangka-sangka. Itulah yang dalam mamangan Melayu disebut 'mujur sepanjang hari, malang sekejap mata.'  Kalau malang yang akan datang, tanpa pemberitahuan apa-apa datang saja dia. Yang ketika terjadi harusnya disikapi dengan iman. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun. Kita datang dari Allah dan kita akan kembali kepada-Nya. Yang terjadi atas diri kita itu sudah merupakan ketetapan-Nya dan kita menerimanya dengan sabar dan tawakkal. Tidak perlu berkeluh kesah dan menyesal-nyesali peruntungan dengan mengatakan, 'coba kalau tadi aku tidak melakukan ini, tentu tidak akan begini'. Ungkapan seperti itu sedikitpun tidak akan menyelesaikan masalah. 

Dan hal yang sama dapat menimpa siapa saja kalau Allah kehendaki. Peringatannya, selalulah mawas diri dan memelihara iman kepada Allah. Seandainya musibah fatal menimpa, mudah-mudahan kita mengakhiri kehidupan ini dengan husnul khaatimah.

****                         

Rabu, 25 Februari 2015

San Diego Hills

San Diego Hills  

Sebuah nama yang tidak ada bau-bau Indonesianya, karena memang tidak perlu. Terletak di daerah Karawang Barat. Inilah tempat pemakaman elite, pemakaman untuk orang-orang berduit. Tadi pagi aku berkunjung ke lokasi ini menyaksikan pemakaman seorang kerabat. Datang lebih awal dari rombongan jenazah dan sempat melihat-lihat lingkungan yang memang dipersiapkan agar terlihat wah. Di tanah yang konturnya tidak rata, berbukit-bukit, dihubungkan oleh jalan yang berliku-liku naik turun. Dulu-dulunya kemungkinan area ini adalah bekas kebun, mungkin kebun karet.

Pebisnis yang mengusahakan pelayanan tempat pemakaman ini adalah orang yang sefaham benar dengan kebanyakan manusia yang menyangka bahwa mayat bisa menikmati keindahan alam fana. Tanah berbukit-bukit, tinggi dan rendah itu, menurut berita mempunyai tarif makam yang berbeda. Tentu ada yang kelas VIP dan ada yang kelas 'bangsal'. Kelas terakhir ini saja konon harganya lebih dari Rp 20 juta untuk ukuran 2 x 3 m. Sebuah bisnis yang luar biasa nilainya, bukan? Kelas VIP mungkin terletak di puncak bukit, dengan pemandangan luas ke hamparan. Entah berapa pula tarifnya.

Kebanyakan manusia hidup membayangkan keadaan mayat sesudah mati itu masih serupa dengan ketika dia hidup. Masih bisa menikmati indahnya pemandangan, nyamannya lingkungan, harumnya bau bunga-bunga yang ditabur, sejuknya air mawar yang dituangkan di tanah kuburan. Bahkan menurut keyakinan agama tertentu mereka masih bisa menikmati lezatnya hidangan dunia sehingga untuk mereka dikirimi saji-sajian (sesajen). 

Keadaan sesudah datangnya kematian memang merupakan misteri, karena tidak pernah ada orang mati hidup kembali lalu bercerita tentang pengalamannya di dalam kubur. Ada agama yang menganggap bahwa orang yang meninggal itu segera masuk ke dalam surga, (nirwana) dan beristirahat dengan tenang di sana. Sehingga biasa kita dengar orang-orang menghibur dengan ucapan Rest In Peace (beristirahatlah dengan tenang).  

Seharusnya manusia bisa sepakat, bahwa jasad atau mayat yang dikuburkan itu mengalami proses penghancuran dan akhirnya dalam kurun waktu beberapa tahun tinggal tulang belulang saja lagi. Dari keadaan fisik yang hancur itu, rasanya mustahil jasad itu akan sempat menikmati serba kenyamanan duniawi seperti orang hidup. Tapi ya, entahlah. Meski yakin bahwa jasad itu sudah belasan tahun dikubur, bahkan lebih lama, kerabat yang datang masih tetap setia menebar bunga, menyiramkan air kembang. Seandainya kita tanya, apakah menurut pelayat ini jenazah yang sudah jadi tulang belulang itu masih bisa mencium harumnya bau mawar, sejuknya siraman air kembang, pasti mereka tidak akan bisa menjawab.

Islam mengajarkan bahwa alam kubur adalah gerbang akhirat. Kematian bukan berarti akhir dari petualangan dunia lalu setelah mati beristirahat dengan tenang. Di dalam kubur ruh akan didatangi oleh malaikat Munkar dan Nankir yang akan menanyai persiapan apa yang dia bawa untuk ke akhirat. Kalau persiapannya (amalnya) bagus maka dia akan dibiarkan beristirahat menunggu datangnya hari perhitungan di hari akhir sebelum dimasukkan ke dalam surga Allah. Sebaliknya, jika persiapannya buruk kedua malaikat itu akan menyiksanya dengan siksaan yang sangat menyakitkan dan dia akan dalam derita yang panjang sampai datangnya hari perhitungan. Terakhir sekali dia akan dimasukkan ke dalam neraka Allah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan kita, umat beliau, untuk senantiasa meminta perlindungan kepada Allah dari siksa kubur dan siksa api neraka. 

Dan Islam tidak mengajarkan untuk bermegah-megah dengan kubur. Khalifah Rasulullah, Abu Bakar As Siddiq berpesan agar menggunakan kain-kain usang untuk kafan beliau. Alasan beliau karena kain kafan itu gunanya hanya untuk menampung darah dan nanah yang sedang membusuk, sementara kain yang lebih baik, lebih pantas dipakai orang yang masih hidup.

Banyak orang tercengang menyaksikan prosesi pemakaman raja Abdullah dari Arab Saudi, yang dikuburkan di pemakaman biasa, dengan cara biasa, dan makamnya ditinggikan sedikit dari tanah untuk kemudian ditandai dengan batu nisan biasa, seperti kubur-kubur lainnya. Tidak ada taburan bunga. Tidak ada upacara kemegahan. Cukuplah iringan ucapan Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun.  

****                                         

Senin, 23 Februari 2015

Aku Menangis Karena Perjalanan Masih Jauh, Sedang Perbekalanku Sedikit (Dari IslamPos)



SIRAH

Aku Menangis Karena Perjalanan Masih Jauh, Sedang Perbekalanku Sedikit

Kamis 21 Ramadhan 1433 / 9 Agustus 2012 10:29



Keteladanan Rasulullah SAW menghasilkan sahabat yang berpribadi mulia. Mereka menghabiskan waktunya hanya untuk ilmu dan beribadah. 
Pemuda itu langsung terpesona ketika ia menjadi utusan suku Daus, awal tahun ketujuh Hijriyah. Hanya beberapa saat setelah pertemuan itu, ia memutuskan untuk menjadi pelayan—berkhidmat—kepada Rasulullah SAW.
Ia tidak kembali ke kampung halamannya, melainkan memilih tinggal di masjid, tempat Rasulullah SAW memimpin shalat dan mengajarkan Islam, Madinah Al-Munawwarah.
Hari demi hari ia lalui dengan seksama menyimak setiap perkataan, gerak, dan langkah-langkah Rasulullah. Hampir tak secuil pun materi yang disampaikan oleh Rasulullah SAW terlewatkan. Daya ingatnya sangat tajam. Meski demikian, ia selalu mencatatkan apa saja yang disabdakan oleh Rasulullah SAW.
Beberapa waktu lamanya pemuda tersebut hidup di tengah komunitas orang beriman. Betapa bahagia jiwanya mendapatkan kehidupan yang penuh tauhid dan nilai-nilai kemanusiaan.
Kebahagiaan itu terasa hampa tatkala ia menjenguk ibunya yang sudah sepuh tapi masih berkubang dengan kemusyrikan. Karena sayang dan demi baktinya, ia mengajak dengan argumen yang terang agar ibunya memilih Islam.
Bukan hanya sekali dua kali. Beberapa kali ia tetap mengajak ibunya bersyahadah, bahwa tiada ilah selain Allah SWT dan Muhammad adalah Rasulullah. Sayang, bujukannya tak mempan. Ibunya menolak, bahkan menghindar darinya. Celakanya lagi, ibunya mencela Rasulullah SAW dengan kata-kata yang menyakitkan hatinya.
Dengan perasaan kacau dan langkah gontai lelaki itu kembali ke Madinah. Ditemuinya Rasulullah SAW dengan bercucuran air mata. “Kenapa kamu menangis, wahai Abu Hurairah?” tanya Rasulullah pada laki-laki yang pada masa jahilnya disebut Abdu Syams ini.
“Aku tidak bosan-bosannya mengajak ibuku masuk Islam. Tetapi, ibu masih menolak. Hari ini kuajak lagi masuk Islam, tetapi beliau mengucapkan kata-kata yang tidak pantas mengenai Rasulullah, yang saya tidak sudi mengengarkannya. Tolonglah doakan, ya Rasulullah, semoga ibuku tergugah masuk Islam,” Abu Hurairah mengadu.
Rasulullah pun menengadahkan tangannya ke langit, sembari melafazkan doa untuk kebaikan ibu Abu Hurairah. Semburat hidayah dari langit menembus hati ibunya. Berkat kesabaran dan kerja keras Abu Hurairah, ibundanya memilih jalan Islam ketika beberapa waktu ia mengadukan masalahnya pada Rasulullah SAW tersebut. Jiwanya damai dan bahagia menyaksikan ibunya mengucapkan kalimat syahadah di depannya.
Kejadian itu melengkapi sudah kebahagiaan hidupnya. Ia tak henti-hentinya mengucapkan tahmid, tahlil, dan tasbih. “Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki Abu Hurairah masuk Islam. Segala puji bagi Allah yang telah mengajari Abu Hurairah Al-Quran. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan karunia kepada Abu Hurairah menjadi sahabat Rasul-Nya, Muhammad SAW,” begitu ia kerap lantunkan.
Demikianlah. Tak sehari pun berlalu tanpa menimba dan mempraktikkan ilmu dari Rasulullah SAW. Abu Hurairah kian mencintai ilmu dan juga mengajarkan kepada orang lain, baik keluarga dekat maupun orang tak dikenalnya.
Suatu hari Abu Hurairah berjalan melewati sebuah pasar. Di sana ia terpana melihat begitu banyak orang “bersemangat” dalam mengais harta dunia. Sampai-sampai mereka tak menghiraukan seruan menimba ilmu kepada Rasulullah serta menunaikan shalat lima waktu. Mereka seolah tenggelam oleh lautan keuntungan dunia.
“Alangkah sibuknya kalian, hai penduduk Madinah!” teriak Abu Hurairah pada sekerumunan orang. Bagaimana pendapat Anda tentang kesibukan kami, wahai Abu Hurairah?,” sela seorang yang berpengaruh di antara mereka.
“Harta yang diwariskan Rasulullah SAW sedang dibagi-bagi orang. Sayang sekali kalian berada di sini. Mengapa kalian tidak pergi ke sana mengambil bagian?” papar Abu Hurairah. “Di mana?” tanya mereka hampir bersamaan. “Di masjid,” jawabnya.
Mereka merasa dikecewakan Abu Hurairah lantaran mereka tak mendapatkan harta sebagaimana dibayangkan. “Apa kalian tidak melihat banyak orang di masjid itu?” Abu Hurairah balik tanya. “Ada, tetapi mereka ada yang sedang shalat, ada yang membaca Al-Quran, dan ada juga yang sedang belajar tentang halal dan haram,” jawab mereka. “Bodoh kalian! Mereka itu sedang membagi-bagi harta yang diwariskan Rasulullah!” jawab Abu Hurairah cerdas.
Ilmu yang diperoleh langsung dari Rasulullah SAW, memang, telah mengantarkan pribadi Abu Hurairah kaya pengetahuan dan ahli ibadah. Waktu demi waktu ia habiskan untuk menimba ilmu disepanjang hari, serta beribadah pada sepertiga malam bersama isteri dan anaknya.
Abu Hurairah pernah menjadi Wali Kota Madinah. Namun, selama menjabat ia sangat berhati-hati terhadap harta. Sampai-sampai anak perempuannya ia larang mengenakan perhiasan. “Hai anakku, katakan kepada mereka, ayahmu takut kalau saya dibakar api neraka kelak,” terang ayahnya saat anak perempuannya mengadukan ejekan teman-temannya soal ia tak diberi perhiasan.
Hingga akhir hayatnya sifat-sifat yang meneladani Rasulullah SAW itu tetap terpatri dalam diri Abu Hurairah. Kerendahan hatinya tampak sekali ketika jiwanya di ujung kematian. Ia menangis yang membuat orang-orang di sekelilingnya keheranan.
“Mengapa Anda menangis, hai Abu Hurairah?” tanya salah seorang sahabat. “Saya menangis bukanlah karena akan berpisah dengan dunia ini. Saya menangis karena perjalanan saya masih jauh, sedangkan perbekalan saya hanya sedikit. Saya telah berada di ujung jalan yang akan membawa saya ke surga atau neraka,” ucapnya.
Hafal Al-Quran dan sekira 1609 hadits ia riwayatkan. Bekal inilah yang mengantarkan jiwanya tenang saat disambut malaikat sakaratul maut. Untuk bertemu dengan Rabbnya…. [misroji/islampos]
****

Rabu, 18 Februari 2015

Janganlah Sombong Dan Lupa Diri

Janganlah Sombong Dan Lupa Diri  

Allah berfirman di dalam surah Al Hasyr (59) ayat 19 yag artinya; 'Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang melupakan Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa akan diri mereka sendiri. Mereka itu adalah orang-orang fasik.'  Jangan sombong! Jangan berlebihan dalam keceriaan dan kegembiraan dalam mengharungi hidup ini karena merasa bahwa yang dikerjakan itu adalah sesuatu yang enak. Fun. A lot of fun. Lalu kita larut dalam keceriaan yang tidak jelas tadi itu. Lupa kepada Allah. Lupa akan hukum-hukum Allah, bahwa yang dilakukan itu mengandung resiko yang secara sunatullah mungkin merugikan diri sendiri.

Banyak contoh bagaimana orang-orang fasik melupakan Allah. Sebuah contoh sederhana saja, ketika mereka berhura-hura merayakan malam tahun baru. Cobalah tanya dengan jujur, nikmat apa yang mereka dapatkan? Senang? Gembira? Senang dan gembira seperti apa? Waktu diperjalankan Allah, manusia membuat tonggak penghitungnya, lalu pada suatu saat beralihnya perhitungan waktu tersebut mereka berpesta pora. Apa yang dipestakan sebenarnya?  Mereka tidak tahu. Mereka dijadikan lupa oleh Allah akan diri mereka sendiri tanpa mereka sadari.  Berapa banyak keburukan terjadi setelah melalui malam tahun baru di kalangan muda mudi yang terlanjur berbuat maksiat. Pernahkah kita bertanya?  

Atau orang-orang yang pergi bersenang-senang ke tempat pelancongan untuk berhura-hura. Just to have fun. Bersuka cita. Ikut atraksi. Mencoba aneka permainan yang sebenarnya mungkin sudah tidak cocok lagi dengan usia. Iyalah kalau benar-benar untuk main-main. Tapi ada yang menantang resiko. Ikut terbang layang yang dimulai dengan ski air yang ditarik sebuah speed boat. Terlihat lucu. Terlihat menyenangkan. Tapi coba tanyai benar diri tentang menyenangkan. Senang seperti apa? Apakah bukan senang karena terasa awak hebat? Nah ini kan kesombongan. Terpikirkankah resiko seandainya kita celaka dalam atraksi seperti ini. Kalau celakanya badan sakit, ya memang rasakanlah sendiri. Seandainya yang lebih buruk, kita terkorban di sana. Tidaklah kita akan mendapatkan derajat syahid karena mati dalam hura-hura.

Banyak macam permainan yang fun seperti ini. Ada yang melompat dari puncak sebuah tebing menuju jurang dalam dengan kaki diikat, lalu jatuh hanya beberapa meter di atas permukaan jurang. Katanya fun juga. Memacu adrenalin. Dan kalau tidak terjadi kecelakaan, rasanya bangga karena berhasil melalui tantangan. Lha tantangan siapa, kalau bukan tantangan nafsu yang dilupakan Allah akan diri sendiri? Seandainya Allah berkehendak, terjadi celaka, mati di tempat. Maka aku yakin, mati seperti ini bukanlah husnul khatimah.  

Silahkan kalau mau menikmati karunia Allah di tengah alam raya ini. Silahkan kalau mau mentadaburi alam ciptaan Allah. Tapi selalulah ingat akan Allah. Allah menjadikan segala sesuatunya itu dengan sunah-Nya. Dan harus diperlakukan pula dengan mengikuti sunatullah.  Berhati-hati dengan mengingat resiko yang mungkin menimpa adalah sebuah kebijaksanaan. Sebaliknya main hantam kromo hanya untuk sekedar having fun sangat mungkin akan menimbulkan penyesalan. 

(Sebuah peringatan untuk diriku dan anak-anakku)

****                  

Selasa, 17 Februari 2015

Amplop Titipan Ustad (Dari IslamPos)


Amplop Titipan Ustad

Peristiwa ini saya alami sekitar tiga tahun yang lalu. Hanya satu bulan setelah anak saya yang kedua lahir, saya menganggur—perusahaan memberhentikan semua karyawannya (termasuk saya) begitu saja, tanpa memberikan pesangon sepeserpun. Kehilangan pekerjaan, tidak punya tabungan sama sekali, dan dengan orang anak yang masih kecil, sesaat kehidupan kadang kala seperti ingin berhenti.

Suatu pagi, ketika saya sedang menjemur pakaian, itu (dengan mencuci tentunya) merupakan pekerjaan saya pada pagi hari, seorang gadis datang ke pekarangan rumah kontrakan kami dengan tergopoh-gopoh. Matanya berkaca-kaca dan ia bicara dengan suara tangis yang tersendat, “Maaf Pak, saya menganggu…” ujarnya, tanpa basa-basi, “Saya berasal dari Cikampek dan saya hendak ke Plered. Saya kehabisan ongkos. Kalau Bapak berkenan saya ingin menjual kerudung yang tengah saya pakai ini sama Bapak…. Saya sudah tidak punya uang lagi…”
Saya mengernyitkan kening. Bingung bagaimana menanggapinya. Saya kemudian tak urung memintanya untuk menunggu sebentar, dan saya menemui istri di kamar yang tengah menyusui bayi laki-laki kami. Saya terangkan permasalahannya, dan kemudian bertanya padanya, “Kita punya uang berapa lagi sekarang?”
Istri saya menjawab, “Tinggal dua puluh ribu lagi….”
Saya terdiam, namun kemudian berbicara dengan suara sedikit serak. “Bagi dua ya. Kita sedekahkan setengahnya…”
Istri saya setuju. Jauh di lubuk hati saya berpikir keras, cukup apa kemudian Rp. 10 ribu sisanya buat kami untuk kebutuhan satu hari saja? Ada bayi dan seorang anak kecil, dan dua orang dewasa di rumah ini yang perlu makan? Tapi saya tidak berpikir panjang lagi.
Kemudian saya menemui gadis itu yang sudah mencopot kerudungnya. “Berapa lagi yang kamu perlukan untuk sampai ke Plered?” tanya saya.
Jawabnya, “Sekitar Rp. 6000, Pak…”.
“Maaf, ini saya hanya punya segini, semoga bisa bermanfaat…” ujar saya. Gadis itu menyodorkan kerudungnya, “Ini kerudungnya, Pak…”
Saya menggeleng, “Tidak. Kamu pakai kerudung kamu lagi. Bantuan saya tidak ada apa-apanya, hanya semoga saja bisa membantu kamu, setidaknya untuk sampai ke Plered, tujuan kamu…”
Gadis itu menangis lagi, “Terima kasih, Bapak. Saya sudah sejak dari tadi, sudah sejak dari jalan besar sana meminta bantuan, tapi tidak ada yang mau menolong saya… Terima kasih, Bapak…”
Gadis itu permisi. Saya melanjutkan kembali menjemur pakaian dengan otak yang berpikir keras. Uang Rp. 10.000 yang tertinggal bersama kami mungkin akan dibelikan tahu, telur 2, dan sebungkus mi instan. Saya berkata kepada istri saya. “Kamu sama si Teteh (anak perempuan saya yang pertama yang masih berumur 3 tahun) makan sama telur dan tahu. Biar saya makan sama mi saja…”
Istri saya menukas, “Tapi Ayah kan sudah makan mi instan selama tiga hari ini berturut-turut…”
Saya tersenyum, “Untuk periode sekarang, sepertinya nggak apa-apalah dulu. Yang penting kamu sama si Teteh jangan sampai kekurangan gizi dulu…”
Istri saya terdiam, kembali tenggelam menyusui anak kami yang kedua.
Sisa hari itu dilalui dengan biasa saja. Malamnya, saya harus pergi ke pengajian yang letaknya sekitar 4 kilo dari rumah. Saya tidak menggunakan angkot ketika itu karena uang yang tertinggal hanya Rp. 2000 lagi dan saya tinggalkan bersama istri.
Seusai pengajian, ustad yang mengisi pengajian menghampiri saya. “Ini ada titipan dari seseorang…” seraya menyodorkan sebuah amplop. Saya gelagapan, “Dari siapa ya Ustad? Dan titipan apa ini?”
Ustad tersenyum, “Sepertinya uang. Siapa yang memberikannya, tidak perlulah tahu. Insya Allah, halal dan thoyyib. Katanya ini hanya hadiah saja…”
Saya tidak berkata apa-apa lagi. Di sisi lain saya merasa berat, namun saya juga merasa bersyukur masih ada yang memperhatikan kondisi keluarga saya ketika berada dalam kesulitan. Saya mengucapkan terima kasih dan meminta Ustad untuk menyampaikannya kepadanya.
Di jalan, saya membuka amplop itu ternyata memang berisi uang Rp. 300.000! Subhanallah, itu jumlah yang sangat banyak buat saya. Saya belikan istri martabak telur kesukaan istri dan ketika sampai ke rumah, kami menyantapnya bersama, sementara anak-anak sudah terlelap. Istri saya berujar lirih, “Allah selalu akan mengganti sekecil apapun kebaikan yang kita lakukan. Mungkin ini berkah dari sedekah tadi pagi yang Ayah berikan…”

****

Jumat, 13 Februari 2015

Sifat Seorang Munafik Di Dalam Shalatnya, Adakah Dalam Diri Saya? (Dari Dakwah Sunnah)

Sifat Seorang Munafik di dalam Shalatnya, Adakah Dalam Diri Saya?

 بسم الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين, أما بعد:

Saudaraku seiman…
Sebagaimana diketahui bahwa kaum munafik diancam oleh Allah dengan mendapat siksa di dalam Neraka Jahannam!

{وَعَدَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا هِيَ حَسْبُهُمْ وَلَعَنَهُمُ اللَّهُ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُقِيمٌ} [التوبة: 68]


Artinya: “Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka; dan Allah melaknati mereka; dan bagi mereka azab yang kekal.” QS. At Taubah: 68.
 
Salah satu penyebabnya adalah sikap mereka yang sangat buruk di dalam perihal shalat.

Saudaraku seiman…Di bawah ini sifat buruk kaum munafik terhadap shalatnya:

1.    Kaum munafik merasa berat dalam mengerjakan shalat.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « لَيْسَ صَلاَةٌ أَثْقَلَ عَلَى الْمُنَافِقِينَ مِنَ الْفَجْرِ وَالْعِشَاءِ » .


Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada shalat yang paling berat atas kaum munafik dari shalat Shubuh dan Isya’.” HR. Bukhari dan Muslim.

2.    Kaum munafik tidak menghadiri shalat berjamaah

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ : وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلاَّ مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ.


Artinya: “Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Sungguh aku telah melihat kami (yaitu para shahabat radhiyallahu ‘anhum), tidak ada yang absen darinya (shalat berjamaah), kecuali seorang munafik yang dikenal kemunafikannya.” HR. Muslim.

عَنْ أَبِى عُمَيْرِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ عُمَومَةٍ لَهُ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « لاَ يَشْهَدُهُمَا مُنَافِقٌ ». يَعْنِى صَلاَةَ الصُّبْحِ وَالْعِشَاءِ. قَالَ أَبُو بِشْرٍ يَعْنِى لاَ يُوَاظِبُ عَلَيْهِمَا.

 

Artinya: “Abu Umair bin Anas meriwayatkan dari pamannya yang mempunyaipershahabatan dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam, ia meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak menghadiri kedua (shalat shubuh dan isya secara berjamaah)nya seoranvg munafik.” Maksudnya adalah shalat shubuh dan shalay Isya’, berkata Abu Bisyr: maksudnya adalah tidak selalu menghadiri kedua shalat itu.

3.    Kaum munafik mengakhirkan shalat ashar sehingga matahari mau terbenam
4.  Kaum munafik shalatnya terlalu cepat, tidak thuma’ninah seperti burung memakan makanannya
5.    Kaum munafik tidak mengingat Allah di dalam shalatnya kecuali sedikit

عَنِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « تِلْكَ صَلاَةُ الْمُنَافِقِ يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَىِ الشَّيْطَانِ قَامَ فَنَقَرَهَا أَرْبَعًا لاَ يَذْكُرُ اللَّهَ فِيهَا إِلاَّ قَلِيلاً ».

Artinya: “Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Itu adalah shalatnya seorang munafik, ia duduk menunggu matahari, sehingga jika matahari tersebut terletak antar dua tanduk setan (mau terbenam), maka ia bangun  (shalat) ia shalat dengan cepat sebanyak empat rakaat, tidak menyebut/mengingat Allah di dalamnya kecuali sedikit sekali.” HR. Muslim.
 
6.    Kaum munafik malas ketika mendirikan shalat
7.    Kaum munafik riya’ di dalam shalatnya

{ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا} [النساء: 142]


Artinya: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” QS. An NIsa’: 142

{وَلَا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَى وَلَا يُنْفِقُونَ إِلَّا وَهُمْ كَارِهُونَ} [التوبة: 54]


Artinya: “Dan mereka tidak mengerjakan salat melainkan dengan malas. Dan tidaklah mereka menafkahkan hartanya melainkan dengan rasa enggan.” QS. At Taubah : 54

Ditulis oleh Ahmad Zainuddin
Ahad, 8 Rabiul Awwal 1434H, Dammam KSA.

Kamis, 05 Februari 2015

Hidayah

Hidayah

Hidayah artinya petunjuk ke arah jalan yang diridhai Allah. Hanya Allah semata yang memberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, tiada siapapun yang akan dapat menyesatkannya. Dan barangsiapa yang dibiarkan tersesat olah Allah tiada siapapun yang akan dapat menunjukinya. Begitu janji Allah.

Mudah-mudahan kita termasuk ke dalam golongan yang beruntung ketika kita didekatkan Allah kepada agama yang hanif ini. Agama tauhid yang mengesakan Allah sebagaimana yang diperintahkan-Nya. Dikatakan mudah-mudahan karena kita harus berusaha keras agar senantiasa berada di jalur yang benar. Sebagai umat Islam kita diajarkan untuk meminta kepada Allah agar senantiasa ditunjukinya ke jalan yang lurus. Ihdinash shiraathal mustaqiim. Agar kita tidak terpeleset, menempuh jalan yang salah. Jalan yang menimbulkan kemurkaan Allah atau jalan yang nyata-nyata sesat karena menjauh dari keridhaan Allah. 

Allah memberi hidayah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Sering kita mendengar, seseorang yang tadinya tidak beriman kepada Allah, biasa melakukan perbuatan jahat, berakhlak buruk. Lalu tiba-tiba dia berobah. Menjadi seorang yang beriman dan berprilaku sangat saleh. Demikian kalau Allah memberinya hidayah.

Kebalikannya, ada orang yang lahir dan besar di lingkungan ahli ibadah. Dididik untuk faham dengan agama Allah. Tapi tiba-tiba dia menjadi penghujat agama Allah. Menjadi musuh kepada umat Islam karena perilaku dan kata-katanya yang menyesatkan. Dan orang seperti ini adalah yang dibiarkan tersesat oleh Allah.  

Memberi hidayah atau membiarkan tersesat itu mutlak kekuasaan Allah. Umar bin Khaththab masuk Islam pada hari dia berniat untuk mencari dan membunuh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Seorang yang tadinya musyrik dan sangat memusuhi Islam sedang diperjalanan menuju tempat Rasulullah. Dia diingatkan seseorang agar sebelum membunuh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebaiknya memeriksa keadaan adik perempuannya sendiri (Fathimah) yang sudah memeluk agama Islam. Umar tidak meneruskan perjalanannya tapi berputar menuju rumah adiknya dan mendapatkan adik dan iparnya sedang mengaji al Quran dengan seorang guru. Terjadi pertengkaran dan Umar sempat memukul iparnya dan bahkan adiknya sendiri. Melalui momen itulah hidayah Allah datang. Umar tersentak setelah melihat mulut adik perempuannya berdarah akibat pukulannya. Dengan bersungguh-sungguh dia minta tulisan ayat al Quran yang tadi dibaca adiknya. Umar membacanya, dan setelah itu dia pergi menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk bersyahadat. 

Marilah kita berusaha dan memohon kepada Allah agar senantiasa berada dalam bimbingan dan petunjuk-Nya agar kita terhindar dari hukuman Allah kelak di akhirat.

****