Senin, 31 Desember 2012

Assalaamu'alaikum.........

Assalaamu'alaikum......... 

Saling mengucapkan selamat adalah budaya universal. Hampir setiap bangsa yang beradab mempunyai ungkapan khas untuk mengucapkan selamat, untuk berbagi harapan agar orang lain yang diberi ucapan tersebut berada dalam keadaan baik. Dalam keadaan selamat. Meski sering kali kita tidak terlalu menyadari makna dari ungkapan yang kita ucapkan tersebut. Cobalah perhatikan ketika orang mengatakan 'selamat pagi' kepada kita. Lalu coba resapi apa makna yang dimaksud dengan kata-kata ini. Yang diharapkannya dalam keadaan selamat itu sesungguhnya siapa? Diri kita atau 'pagi' hari?  Atau yang dimaksud agar 'kita' selamat hanya sepanjang pagi itu saja?

Dalam bahasa apa pun diucapkan. Good morning kita katakan dalam bahasa Inggeris. Sepertinya yang lebih diharapkan dalam keadaan good adalah morning. Atau dalam bahasa Sunda wilujeng enjing. Yang diharapkan dalam keadaan wilujeng adalah enjing. Agak perkecualian rupanya bahwa dalam bahasa Minangkabau tidak ada ungkapan yang serupa. Tidak umum orang Minang mengatakan salamaik pagi atau salamaik-salamaik yang lain. 

Dengan ucapan selamat seperti itu, katakanlah yang dituju adalah kita. Lalu selamat seperti apa yang diharapkan? Keselamatan dari mana? Dengan cara bagaimana? Tidak jelas. Sama membingungkannya ketika kita menerima ucapan selamat tahun baru. Yang selamat siapa? Kita atau tahun barunya? Bahkan ketika orang mengucapkan selamat hari raya sekalipun. 

Islam mengajarkan sesuatu yang lebih nyata. Ucapan selamat dalam Islam merupakan doa dan harapan yang dikaitkan kepada Allah Yang Maha Kuasa. Simaklah arti kalimat Assalaamu'alaikum. Yang artinya; Keselamatanlah bagi anda. Jauh lebih jelas maksudnya. Dan ucapan itu bisa disempurnakan lagi dengan wa rahmatullaahi wa barakaatuhu. Dengan rahmat Allah serta berkah-Nya. Sangat-sangat jelas maksudnya dan jelas pula keselamatan seperti apa, serta dari mana kedatangannya diharapkan. Keselamatan bagi anda dengan rahmat Allah serta berkah-Nya. Jelas ungkapan ini merupakan sebuah doa yang dimunajatkan kepada Allah. Bukan sesuatu yang abstrak dan tidak jelas. 

Terlarangkah kalau begitu kita mengucapkan Selamat......? Selamat pagi, selamat siang, selamat tahun baru, selamat makan? Mudah-mudahan tidak ada halangannya. Silahkan saja kita saling mengucapkannya. Kata-kata itu tidak lebih dari sekedar ungkapan berbasa-basi yang tidak mempunyai makna yang jelas. Tentu saja ungkapan basa-basi berbeda nilainya dengan doa yang dipanjatkan / dikaitkan kepada Allah.

Wallahu a'lam.

*****              

Minggu, 30 Desember 2012

Di Penghujung

Di Penghujung 

Maksudnya di penghujung tahun Masehi 2012. Yaitu hari ini. Karena besok kita akan mengawali bilangan tahun Masehi yang baru. Tahun 2013. Peristiwa besarkah penghujung tahun itu? TIDAK. Tidak ada yang istimewa. Sorenya akan sore seperti biasa. Malamnya akan malam seperti biasa. Dan sebagai umat Islam, bagi kita tidak ada sedikitpun perbedaan dalam bergesernya waktu, bertukarnya tahun. Kalau nanti dikumandangkan azan maghrib, kita wajib menegakkan shalat maghrib seperti di hari-hari biasa. Begitu pula beberapa puluh menit kemudian dikumandangkan azan isya, kita wajib menegakkan shalat isya. Seterusnya ketika masuk waktu subuh, dikumandangkan azan subuh hendaklah kita berdiri tegak pula untuk shalat subuh.

Perlukah pergantian tahun itu kita peringati? TIDAK. Itu hanya sebuah tanda waktu di antara banyak tanda-tanda waktu. Tidak ada istimewanya untuk diperingati. Dalam agama kita, Islam, tidak ada tuntunannya untuk membuat acara khusus pada malam pertukaran tahun. Bahkan meski pergantian tahun Hijriyah sekalipun. Jalani sajalah seperti biasa. Seperti tidak terjadi apa-apa. 

Ada peristiwa khusus dalam fenomena alam yang dibolehkan kita peringati. Misalnya ketika terjadi gerhana. Baik gerhana matahari atau gerhana bulan. Dan yang dianjurkan, diajarkan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam ketika terjadi fenomena alam seperti itu adalah dengan mengerjakan shalat. Kita hadapkan muka kita kepada Zat Yang Agung, yang telah menciptakan langit dan bumi dengan segala yang ada di dalam dan di antaranya. Kita rukuk dan sujud menyembah-Nya.

Akan tetapi dalam pertukaran siang dan malam, bergantinya pekan, bulan dan tahun, kita semestinya hanya mengingat kebesaran Allah. Innafii khalqis samaawaati wal ardhi wakhtillaa fillaili wan nahaari la aayaatil li ulil albaab (Ali Imran ayat190). (Sesungguhnya pada kejadian ruang angkasa dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang, menjadi tanda (ke Maha Besar-an Allah) bagi orang-orang yang berakal.)   Menjadi tanda tentang kekuasaan Allah. Menjadi peringatan bagi kita bahwa kita ini terlalu kecil di bawah kekuasaan Allah. Kita ini terlalu rendah untuk mengada-ada, untuk melanggar kekuasaan Allah. Untuk berbuat sesuatu yang justru mengingkari perintah-perintah Allah dengan berlaku mubazir, berlaku lalai, berlaku takabur.

Maka janganlah kita melarutkan diri dalam kefasikan. Dalam kebodohan dengan melakukan amalan-amalan bodoh tak bermakna. Yang justru menjatuhkan nilai keimanan kita kepada Allah.

Biarlah matahari terbenam nanti sore dengan izin Allah. Dan biarlah dia terbit kembali besok pagi dengan izin Allah. Mari kita jalani rutinitas kita sebagai hamba Allah, melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Mari kita tegakkan shalat pada waktunya. Mari kita menghindar dari melakukan amalan-amalan keliru, mengkonsumsi makanan dan minuman yang diharamkan Allah. Mudah-mudahan Allah memelihara kita dari kesesatan dalam kehidupan kita yang sangat sebentar ini...... 

*****                      

Jumat, 28 Desember 2012

Qurrata a'yun

Qurrata a'yun   

Ada ceramah kemarin ba'da zuhur di tempat kerja. Yang berceramah seorang mantan pemusik rock yang berubah haluan (biasanya kita katakan karena dapat hidayah), berhijrah mencari ilmu Allah. Namanya Yuke Sumeru, seorang SAg dan MA dari PTIQ. Dia mulai belajar agama di perguruan tinggi ilmu al Quran tersebut ketika berumur 43 tahun. Sekarang dia seorang hafidz, seorang yang hafal al Quran.  Subhanallah....

Pengajiannya kemarin itu mengenai cara-cara mendekatkan diri kepada Allah. Melatih diri untuk akrab dengan perintah Allah. Membiasakan shalat di awal waktu. Membiasakan rajin membaca al Quran. Membiasakan shalat malam. Semua itu dilakukan dengan niat dan dengan taktik yang jitu. Coba mengerjakannya dengan bersungguh-sungguh untuk tiga hari pertama, lalu teruskan untuk hari-hari berikutnya, insya Allah kita akan mampu mengerjakannya kalau diniatkan sungguh-sungguh dan diusahakan memenuhi niat tersebut. 

Masih banyak bahasan sang ustad dalam ceramah selama satu jam itu, termasuk mengenai ketenangan dalam rumah tangga. Namun yang menarik bagiku adalah pembahasannya di penghujung ceramah tersebut, tentang bagaimana seharusnya adab istri terhadap suami. 

Kita diajarkan Allah untuk berdoa meminta agar diberikan pasangan (istri) yang qurrata a'yun. Yang penyejuk mata. Untuk menjadi seorang istri yang qurrata a'yun itu ternyata banyak sekali syarat-syaratnya. Namun janji Allah untuk wanita yang beriman yang menempatkan dirinya sebagai penyejuk mata suami tidak tanggung-tanggung. Wanita yang memelihara shalat dan puasanya lalu dia berbakti kepada suaminya dengan ikhlas karena Allah, nanti dia akan diizinkan masuk ke dalam surga dari pintu mana saja yang dia kehendaki. Artinya dia mendapat suatu keistimewaan di hadapan Allah. 

Tapi tugas istri untuk mendapatkan predikat calon masuk surga dari pintu mana yang dikehendakinya itu ternyata tidak mudah. Boleh dikatakan untuk kebanyakan wanita merupakan tugas berat yang tidak mudah melaksanakannya. 

Menurut ustadz Yuke ada 16 syarat yang harus dipenuhi. Tapi karena keterbatasan waktu (hal ini baru dibahas di ujung taushiyah) hanya lima hal saja yang beliau sebutkan kemarin itu. 

Yang pertama, seorang istri jangan sekali-kali memotong ucapan suami. Ini salah satu adab dalam berlaku hormat dan sopan kepada suami. Dengarkan dia berbicara, baik pembicaraan nasihat maupun pembicaran biasa. Bahkan seandainya suami sedang marah sekalipun. Hendaklah seorang istri yang baik bersabar dalam menghadapi kemarahan tersebut.

Yang kedua, jangan meninggikan suara ketika berbicara kepada suami. Berbicaralah dengan lemah lembut dan santun. Meninggikan suara saja dilarang. Apalagi sampai membentak dan memaki-maki. Perbuatan seperti itu berdosa di sisi Allah.

Yang ketiga berterima kasih dengan pemberian suami seberapa besarpun itu. Jangan sekali-kali mencerca dan merendahkan arti pemberian tersebut.

Yang keempat, seandainya ada keperluan untuk ke luar rumah (yang hanya dikerjakan dengan seizin suami), hendaklah memberitahu tempat keberadaan. Jangan sekali-kali pergi dari rumah tanpa izin suami.

Yang kelima berdandanlah hanya untuk suami. Jadi bukan untuk orang lain waktu akan pergi keluar rumah. 

Masih ada sebelas hal lai yang belum dibahas. Dari yang lima ini saja, rasanya sudah sulit menjalankannya bagi kebanyakan wanita 'moderen' sekarang. Ketika banyak wanita bersolek hanya untuk memuaskan nafsunya sendiri dan biasanya dilakukan ketika akan keluar rumah. Ketika banyak wanita bahkan berani membentak suami. Melecehkan perintah suami, tidak memperdulikan suami  dan sebagainya. Dan konsekwensinya seperti yang diingatkan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, penghuni  neraka itu kebanyakannya adalah kaum wanita.  

Aku masih mencari-cari apa gerangan sebelas kewajiban wanita dalam berlaku baik, untuk menjadi istri yang qurrata a'yun di hadapan suaminya.....

*****                             

Rabu, 26 Desember 2012

Mitos-mitos Tentang Perayaan Natal Bersama


Mitos-mitos Tentang Perayaan Natal Bersama


Written by Adian Husaini


(Dari kiriman sanak Afda Rizki di RantauNet)

Menjelang perayaan Hari Natal, 25 Desember, ada sebagian kalangan kaum Muslim yang kembali menggugat fatwa MUI tentang “haramnya seorang Muslim hadir dalam Perayaan Natal Bersama.” Ada yang menyatakan, bahwa yang melarang Perayaan Natal Bersama (PNB) atau yang tidak mau menghadiri PNB adalah tidak toleran, eksklusif, tidak menyadari pluralisme, tidak mau berta’aruf, dan sebagainya. Padahal orang Islam disuruh melakukan ta’aruf (QS 49:13). Banyak yang kemudian berdebat “boleh dan tidaknya” menghadiri PNB, tanpa menyadari, bahwa sebenarnya telah banyak diciptakan mitos-mitos seputar apa yang disebut PNB itu sendiri.


Pertama, mitos bahwa PNB adalah keharusan. Mitos ini seperti sudah begitu berurat-berakar, bahwa PNB adalah enak dan perlu. Padahal, bisa dipertanyakan, apa memang perlu diadakan PNB? Untuk apa? Jika PNB perlu, bahkan dilakukan pada skala nasional dan dijadikan acara resmi kenegaraan, maka perlukah juga diadakan WB (Waisak Bersama), NB (Nyepi Bersama), IFB (Iedul Fitri Bersama), IAB (Idul Adha Bersama), MNB (Maulid Nabi Bersama), IMB (Isra’ Mi’raj Bersama), IB (Imlek Bersama). Jika semua itu dilakukan, mungkin demi alasan efisiensi dan pluralisme beragama, akan ada yang usul, sebaiknya semua umat beragama merayakan HRB (Hari Raya Bersama), yang menggabungkan hari raya semua agama menjadi satu. Di situ diperingati bersama kelahiran Tuhan Yesus, peringatan Nabi Muhammad SAW, dan kelahiran dewa-dewa tertentu, dan sebagainya.


Keharusan PNB sebenarnya adalah sebuah mitos. Jika kaum Kristen merayakan Natal, mengapa mesti melibatkan kaum agama lain? Ketika itu mereka memperingati kelahiran Tuhan Yesus, maka mengapa mesti memaksakan umat agama lain untuk mendengarkan cerita tentang Yesus dalam versi Kristen? Mengapa doktrin tentang Yesus sebagai juru selamat umat manusia itu tidak diyakini diantara pemeluk Kristen sendiri?


Di sebuah negeri Muslim terbesar di dunia, seperti Indonesia, wacana tentang perlunya PNB adalah sebuah keanehan. Kita tidak pernah mendengar bahwa kaum Kristen di AS, Inggris, Kanada, Australia, misalnya, mendiskusikan tentang perlunya dilaksanakan IFB (Idul Fitri Bersama), agar mereka disebut toleran. Bahkan, mereka tidak merasa perlu menetapkan Idul Fitri sebagai hari libur nasional. Padahal, di Inggris, Kanada, dan Australia, mereka menjadikan 26 Desember sebagai “Boxing Day” dan hari libur nasional. Selain Natal, hari Paskah diberikan libur sampai dua hari (Easter Sunday dan Esater Monday). Di Kanada dan Perancis, Hari Natal juga libur dua hari. Hari libur nasional di AS meliputi, New Year’s Day (1 Januari), Martin Luther King Jr Birthday (17 Januari), Washingotn’s Birthday (21 Februari), Memorial Day (30 Mei), Flag Day (14 Juni), Independence Day (4 Juli), Labour Day (5 September), Columbus Day (10 Oktober), Veterans Day (11 November), Thanksgiving’s Day (24 November), Christmas Day (25 Desember).


Kedua, mitos bahwa PNB membina kerukunan umat beragama. Mitos ini begitu kuat dikampanyekan, bahwa salah satu cara membina kerukunan antar umat beragama adalah dengan PNB. Dalam PNB biasanya dilakukan berbagai acara yang menegaskan keyakinan umat Kristen terhadap Yesus, bahwa Yesus adalah anak Allah yang tunggal, juru selamat umat manusia, yang wafat di kayu salib untuk menebus dosa umat manusia. Kalau mau selamat, manusia diharuskan percaya kepada doktrin itu. (Yohanes, 14:16). Satu kepercayaan yang dikritik keras oleh al-Quran. (QS 5:72-73, 157; 19:89-91, dsb).


Dalam surat Maryam disebutkan, memberikan sifat bahwa Allah punya anak, adalah satu “Kejahatan besar” (syaian iddan). Dan Allah berfirman dalam al-Quran: “Hampir-hampir langit runtuh dan bumi terbelah serta gunung-gunung hancur. Bahwasannya mereka mengklaim bahwa al-Rahman itu mempunyai anak.” (QS 19:90-91).


Prof. Hamka menyebut tradisi perayaan Hari Besar Agama Bersama semacam itu bukan menyuburkan kerukunan umat beragama atau toleransi, tetapi menyuburkan kemunafikan. Di akhir tahun 1960-an, Hamka menulis tentang usulan perlunya diadakan perayaan Natal dan Idul Fitri bersama, karena waktunya berdekatan:


“Si orang Islam diharuskan dengan penuh khusyu’ bahwa Tuhan Allah beranak, dan Yesus Kristus ialah Allah. Sebagaimana tadi orang-orang Kristen disuruh mendengar tentang Nabi Muhammad saw dengan tenang, padahal mereka diajarkan oleh pendetanya bahwa Nabi Muhammad bukanlah nabi, melainkan penjahat. Dan al-Quran bukanlah kitab suci melainkan buku karangan Muhammad saja. Kedua belah pihak, baik orang Kristen yang disuruh tafakur mendengarkan al-Quran, atau orang Islam yang disuruh mendengarkan bahwa Tuhan Allah itu ialah saru ditambah dua sama dengan satu, semuanya disuruh mendengarkan hal-hal yang tidak mereka percayai dan tidak dapat mereka terima… Pada hakekatnya mereka itu tidak ada yang toleransi. Mereka kedua belah pihak hanya menekan perasaan, mendengarkan ucapan-ucapan yang dimuntahkan oleh telinga mereka.Jiwa, raga, hati, sanubari, dan otak, tidak bisa menerima. Kalau keterangan orang Islam bahwa Nabi Muhammad saw adalah Nabi akhir zaman, penutup sekalian Rasul. Jiwa raga orang Kristen akan mengatakan bahwa keterangan orang Islam ini harus ditolak, sebab kalau diterima kita tidak Kristen lagi. Dalam hal kepercayaan tidak ada toleransi. Sementara sang pastor dan pendeta menerangkan bahwa dosa waris Nabi Adam, ditebus oleh Yesus Kristus di atas kayu palang, dan manusia ini dilahirkan dalam dosa, dan jalan selamat hanya percaya dan cinta dalam Yesus.” Demikian kutipan tulisan Prof. Hamka yang ia beri judul: “Toleransi, Sekulerisme, atau Sinkretisme.”


Ketiga, mitos bahwa dalam PNB orang Muslim hanya menghadiri acara non-ritual dan bukan acara ritual. Untuk menjernihkan mitos ini, maka yang perlu dikaji adalah sejarah peringatan Natal itu sendiri, dan bagaimana bisa dipisahkan antara yang ritual dan yang non-ritual. Sebab, tradisi ini tidak muncul di zaman Yesus dan tidak pernah diperintahkan oleh Yesus. Maka, bagaimana bisa ditentukan, mana yang ritual dan mana yang tidak ritual? Yang jelas-jelas tidak ritual adalah menghadirkan tokoh Santa Claus, karena ini adalah tokoh fiktif yang kehadirannya dalam peringatan Natal banyak dikritik oleh kalangan Kristen. Sebuah situs Kristen (www.sabda.org), menulis satu artikel berjudul: “Merayakan Natal dengan Sinterklas: Boleh atau Tidak?”


“Dikatakan, dalam artikelnya yang berjudul The Origin of Santa Claus and the Christian Response to Him (Asal-usul Sinterklas dan Tanggapan Orang Kristen Terhadapnya), Pastor Richard P. Bucher menjelaskan bahwa tokoh Sinterklas lebih merupakan hasil polesan cerita legenda dan mitos yang kemudian diperkuat serta dimanfaatkan pula oleh para pelaku bisnis.


Sinterklas yang kita kenal saat ini diduga berasal dari cerita kehidupan seorang pastor dari Myra yang bernama Nicholas (350M). Cerita yang beredar (tidak ditunjang oleh catatan sejarah yang bisa dipercaya) mengatakan bahwa Nicholas dikenal sebagai pastor yang melakukan banyak perbuatan baik dengan menolong orang-orang yang membutuhkan. Setelah kematiannya, dia dinobatkan sebagai "orang suci" oleh gereja Katolik, dengan nama Santo Nicholas. Nilai-nilai yang ditanamkan oleh Sinterklas sebenarnya tidak sesuai dengan ajaran iman Kristen… Akhirnya, sebagai guru Sekolah Minggu kita harus menyadari bahwa hal terpenting yang harus kita perhatikan adalah menjadikan Kristus sebagai berita utama dalam merayakan Natal -- Natal adalah Yesus.”


Mitos tentang Santa Claus ini begitu hebat pengaruhnya, sampai-sampai banyak kalangan Muslim yang bangga berpakaian ala Santa Claus.


Keempat, mitos bahwa tidak ada unsur misi Kristen dalam PNB. Melihat PNB hanya dari sisi kerukunan dan toleransi tidaklah tepat. Sebab, dalam PNB unsur misi Kristen juga perlu dijelaskan secara jujur. PNB adalah salah satu media yang baik untuk menyebarkan misi Kristen, agar umat manusia mengenal doktrin kepercayaan Kristen, bahwa dengan mempercayai Tuhan Yesus sebagai juru selamat, manusia akan selamat.


Sebab, misi Kristen adalah tugas penting dari setiap individu dan Gereja Kristen. Konsili Vatikan II (1962-1965), yang sering dikatakan membawa angin segar dalam hubungan antar umat beragama, juga mengeluarkan satu dokumen khusus tentang misi Kristen (The Decree on the Missionary Activity) yang disebut “ad gentes” (kepada bangsa-bangsa). Dalam dokumen nostra aetate, memang dikatakan, bahwa mereka menghargai kaum Muslim, yang menyembah satu Tuhan dan mengajak kaum Muslim untuk melupakan masa lalu serta melakukan kerjasama untuk memperjuangkan keadilan sosial, nilai-nilai moral, perdamaian, dan kebebasan. (“Upon the Moslems, too, the Church looks with esteem. They adore one God, living and enduring, merciful and all-powerful, Maker of heaven and earth …Although in the cause of the centuries many quarrels and hostilities have arisen between Christians and Moslems, this most sacred Synod urges alls to forget the past and to strive sincerely for mutual understanding On behalf of all mankind, let them make common cause of safeguarding and fostering social justice, moral values, peace, and freedom.”).


Tetapi, dalam ad gentes juga ditegaskan, misi Kristen harus tetap dijalankan dan semua manusia harus dibaptis. Disebutkan, bahwa Gereja telah mendapatkan tugas suci untuk menjadi “sakramen universal penyelamatan umat manusia (the universal sacrament of salvation), dan untuk memaklumkan Injil kepada seluruh manusia (to proclaim the gospel to all men). Juga ditegaskan, semuya manusia harus dikonversi kepada Tuhan Yesus, mengenal Tuhan Yesus melalui misi Kristen, dan semua manusia harus disatukan dalam Yesus dengan pembaptisan. (Therefore, all must be converted to Him, made known by the Church's preaching, and all must be incorporated into Him by baptism and into the Church which is His body).


Tentu adalah hal yang normal, bahwa kaum Kristen ingin menyebarkan agamanya, dan memandang penyebaran misi Kristen sebagai tugas suci mereka. Namun, alangkah baiknya, jika hal itu dikatakan secara terus-terang, bahwa acara-acara seperti PNB memang merupakan bagian dari penyebaran misi Kristen.


Dengan memahami hakekat Natal dan PNB, seyogyanya kaum non-Muslim menghormati fatwa Majelis Ulama Indonesia yang melarang umat Islam untuk menghadiri PNB. MUI tidak melarang kaum Kristen merayakan Natal. Fatwa itu adalah untuk internal umat Islam, dan sama sekali tidak merugikan pemeluk Kristen. Fatwa itu dimaksudkan untuk menjaga kemurnian aqidah Islam dan menghormati pemeluk Kristen dalam merayakan Hari Natal. Fatwa itu dikeluarkan Komisi Fatwa MUI pada 7 Maret 1981, yang isinya antara lain menyatakan: (1) Mengikuti upacara Natal bersama bagi umat Islam hukumnya haram (2) agar umat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT, dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan Natal.


Kalangan Kristen ketika itu, melalui DGI dan MAWI, banyak mengkritik fatwa tersebut. Mereka menilai fatwa itu berlebihan dan tidak sejalan dengan semangat kerukunan umat beragama. Kalangan Kristen dari luar negeri juga banyak yang berkomentar senada. Padahal, sebenarnya aneh, jika kalangan Kristen yang meributkan fatwa ini. Lebih ajaib lagi, jika ada yang mengaku Muslim meributkan fatwa ini, karena mungkin “kebelet” merayakan Hari Natal dan ingin disebut toleran.


Kalau terpaksa harus merayakan Natal, tidaklah bijak jika harus menggugat soal hukumnya. Apalagi, kemudian, melegitimasi dengan satu atau dua ayat al-Quran yang ditafsirkan sekehendak hatinya. Untuk memahami masalah salat, tidaklah cukup hanya mengutip ayat al-Quran dalam surat al-Ma’un: “Celakalah orang-orang yang shalat.” Masalah peringatan Hari Besar Agama, sudah diberi contoh dan penjelasan yang jelas oleh Rasulullah SAW, dan dicontohkan oleh para sahabat Rasul yang mulia. Sebaiknya hal ini dikaji secara ilmiah dari sudut ketentuan-ketentuan Islam. Untuk berijtihad, memutuskan mana yang halal dan mana yang haram, memerlukan kehati-hatian, dan menghindari kesembronoan. Sebab, tanggung jawab di hadapan Allah, sangatlah berat. Tidaklah cukup membaca satu ayat, lalu dikatakan, bahwa masalah ini halal atau haram.


Lain halnya, jika seseorang yang memposisikan sebagai mujtahid, tidak peduli dengan semua itu. Untuk masalah hukum-hukum seputar Hari Raya, misalnya, bisa dibaca Kitab “Iqtidha’ as-Shirat al-Mustaqim Mukhalifata Ashhabil Jahim”, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah).


Sejak awal mula, Islam sadar akan makna pluralitas. Islam hadir dengan mengakui hak hidup dan beragama bagi umat beragama lain, disaat kaum Kristen Eropa menyerukan membunuh kaum “heresy” karena berbeda agama. Karen Armstrong memuji tindakan Umar bin Khatab dalam memberikan perlindungan dan kebebasan beragama kepada kaum Kristen di Jerusalem, Beliau adalah penguasa pertama yang menaklukkan Jerusalem tanpa pengrusakan dan pembantaian manusia. Namun, Umar r.a. tidak mengajurkan kaum Muslim untuk berbondong-bondong merayakan Natal Bersama.


Peringatan Hari Raya Keagamaan, sebaiknya tetap dipertahankan sebagai hal yang eksklusif milik masing-masing umat beragama. Biar masing-masing pemeluk agama meyakini keyakinan agamanya, tanpa dipaksa untuk menjadi munafik. Masih banyak cara dan jalan untuk membangun sikap untuk saling mengenal dan bekerjasama antar umat beragama, seperti bersama-sama melawan kezaliman global yang menindas umat manusia. Dan untuk itu tidak perlu menciptakan mitos tentang seorang tokoh fiktif bernama Santa Claus untuk menjadi juru selamat manusia, khususnya anak-anak. Wallahu a’lam. (KL, 24 Desember 2004).
http://www.mustanir.net/index.php/list/82-mitos-mitos-tentang-perayaan-natal-bersama

Selasa, 25 Desember 2012

Sam Poo Kong

Sam Poo Kong

Cerita tentang kuil Sam Poo Kong di Semarang pernah aku baca di majalah Intisari dahulu sekali. Sekedar cerita pengetahuan begitu saja, tentang sebuah kuil yang didedikasikan untuk seorang pelaut Cina kenamaan yang bernama Laksamana Cheng Ho. Dan konon kabarnya sang laksamana penjelajah samudera raya ini adalah seorang Muslim. Menurut cerita, beliau ini pernah mendarat di Semarang dan beristirahat untuk beberapa waktu lamanya di tempat tersebut karena ada anggota ekspedisinya yang sakit dan perlu dirawat. Sebuah mesjid dibangun di tempat yang sekarang adalah lokasi dari kuil Sam Po Kong. Entah sejak kapan bangunan yang semula berupa mesjid menurut hikayat itu berubah menjadi kuil.

Waktu pesawat akan mendarat di bandara Ahmad Yani - Semarang, mataku menangkap komplek bangunan berwarna merah dengan atap melengkung yang segera aku yakini sebagai sebuah kuil Cina yang aku duga adalah komplek kuil Sam Poo Kong. Dugaan asal-asalan saja, teringat kisah di majalah Intisari tahun ketumbar dahulu itu. 

Hari Senin kemarin, sesudah selesai acara perhelatan hari sebelumnya, kami sempatkan raun panik di Semarang sebelum berangkat ke bandara untuk kembali ke Jakarta. Sudah selesai makan siang, sudah sempat pula berbelanja oleh-oleh ala kadarnya, hari masih jam tiga sore, sedangkan pesawat kami akan take off jam enam sore. Sopir yang mengantarkan kami berkeliling-keliling menawarkan untuk mampir  ke kuil Sam Po Kong.  Tawaran yang tidak kami tolak.

Komplek kuil itu rupanya menjadi tempat kunjungan wisata. Cukup banyak pengunjungnya di sore hari itu. Kita harus membayar (membeli karcis) Rp 3000 per orang untuk masuk. Ada beberapa (empat) bangunan kuil terpisah-pisah. Kita tidak diizinkan memasuki bagian dalam kuil karena hanya dikhususkan untuk mereka (orang Cina) yang akan bersembahyang saja. Satu di antara bangunan kuil itu sedang direnovasi.  Ada patung besar Cheng He (tertulis demikian, bukan Cheng Ho) di lapangan di depan kuil-kuil tersebut. Ada prasasti (tulisan ringkas) di bawah patung besar itu, tentang diri sang laksamana yang dikatakan sebagai duta perdamaian negeri Cina. Dia sudah menjelajah ke berbagai lautan, lautan Hindia sampai ke teluk Parsi, bahkan sampai ke pantai barat Afrika di awal abad ke lima belas. Dan ditulis pula pernyataan seorang sejarahwan (aku tidak mencatat nama sejarahwan tersebut) yang mengatakan Cheng Ho sudah menjejak pantai Amerika di tahun 1421. 

Bangunan-bangunan yang ada sekarang benar-benar kuil Cina. Tidak ada sedikitpun keterangan yang mengindikasikan bahwa Cheng Ho seorang Muslim dan tentu saja tidak ada jejak-jejak Islam di kuil tersebut. 

Berikut ini adalah beberapa buah foto di pelataran kuil Sam Po Kong yang kami ambil kemarin sore.......   




                              

Senin, 24 Desember 2012

Menghadiri Pernikahan Kemenakan

Menghadiri Pernikahan Kemenakan

Hari Sabtu kemarin kami berangkat lagi ke Semarang. Melanjutkan  urusan yang sudah diawali beberapa pekan yang lalu, untuk menghadiri pernikahan  seorang kemenakan.  Dan kali ini kami berangkat lebih ramai. Ada yang dengan pesawat (yang tiketnya sudah dipesan jauh-jauh hari sebelumnya), ada yang naik kereta api. Ada yang membawa kendaraan sendiri. Ada yang datang dari Jakarta dan sekitarnya, ada yang datang dari Jogyakarta, yang dari Padang, yang dari Pakan Baru dan yang dari Balikpapan. Kami pergi baralek ke Semarang.

Aku dengan istri dan anak bergabung dalam rombongan tujuh orang dengan pesawat yang berangkat jam 2 siang, terlambat satu jam dari jadwal. Penerbangan dalam cuaca buruk dengan awan hitam pekat sangat akrab di sebelah siang. Ternyata, sangat mendebarkan juga pengalaman penerbangan yang kami lalui. Pesawat dengan lebih dari seratus orang penumpang itu diombang-ambingkan oleh cuaca buruk. Bahkan dengan getaran aneh dimana ekor pesawat itu bergoyang kekiri dan kekanan dengan keras. Aku segera menyibukkan diri dengan zikir ketika itu. 

Alhamdulillah kami akhirnya selamat sampai di Semarang. Yang berkendaraan mobil baik yang dari Jakarta maupun yang dari Jogya bercerita tentang ramainya lalulintas dan macetnya jalan yang dilalui. Jakarta - Semarang yang biasanya dapat ditempuh dalam enam tujuh jam, kali ini memerlukan waktu sampai empat belas jam. Begitu pula yang dari Jogya, yang biasanya putus dalam dua setengah jam kali ini memerlukan tujuh sampai delapan jam. Maklumlah di akhir pekan dengan liburan panjang sehubungan hari Natal.

Alhamdulillah, pestanya sendiri berjalan sangat-sangat lancar di hari Ahad kemarin itu. Diawali dengan acara ijab kabul pernikahan dan dilanjutkan dengan resepsi di gedung pertemuan  Patra Jasa di Semarang. Syahlah sudah pernikahan antara anak kemenakan kami, yang berasal dari Ampek Angkek Kabupaten Agam Sumatera Barat yang menyunting seorang dara yang berasal dari Wonosobo Jawa Tengah. Kedua-duanya dokter lulusan Universitas Diponegoro. Asam di gunung, garam di laut bertemu dalam belanga. Yang satu dari Bukit Tinggi, yang lain dari Wonosobo, berkenalan di Semarang sampai akhirnya menikah di kota ini. Dilewakan pula gala, karena ketek banamo, gadang bagala. Meski sebahagian dari tamu yang hadir mungkin tidak paham apa maksudnya gelar adat seperti itu. 

Selesai alek. Sebagian dari kami yang datang itu meninggalkan Semarang hari Ahad siang. Ada yang melanjutkan pengembaraan ke timur (Surabaya) dan ke selatan (Jogya). Kami kembali kemarin sore. Dengan pesawat. Dengan bismillah dan doa mohon perlindungan kepada Allah. Alhamdulillah tadi malam jam setengah sembilan sampai kembali di Jatibening. Penerbangan yang aman. Lalu lintas yang nyaman dari bandara ke rumah. Sekali lagi alhamdulillah.....

*****                                    

Kamis, 20 Desember 2012

Al-Wafa' (Kesetiaan)



Al-Wafa’ (Kesetiaan)
 
Dari postingan Bp. Rahmat Hotari Harahap/StarEnergy 20/12/2012 09:10     

http://al-ikhwan.net/risalah-nukhbawiyah/al-wafa-kesetiaan

al-ikhwan.net - Hari itu Rasulullah saw kembali ke rumah tidak seperti biasanya. Saat itu beliau kembali dengan mucat pucat, tubuh gemetar dan raut muka yang menyiratkan rasa ketakutan yang sangat dalam. Beliau baru saja mengalami satu peristiwa yang belum pernah beliau temui sebelumnya. Peristiwa turunnya wahyu Allah swt yang pertama kali. Wahyu yang sekiranya diturunkan kepada gunung sekalipun, niscaya gunung itu akan tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah swt (QS Al Hasyr: 21).   
 
Melihat suaminya dalam keadaan seperti itu, Khadijah -Radhiyallahu ‘anha- segera mengambil tindakan. Dia selimuti suaminya, dan dia dekap erat-erat. Dan yang lebih penting dari semua itu, dia katakan dengan penuh keyakinan, ketulusan dan kejujuran kalimat-kalimat berikut ini:
“Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selamanya, demi Allah, sungguh engkau telah menyambung persanakan (shilatur-rahim), benar dalam berbicara, memikul beban orang yang kepayahan, membantu orang yang tidak mampu, menyuguhkan hidangan kepada tamu, dan membantu orang-orang yang tertimpa musibah .”. (Muttafaqun ‘alaih).

Sebuah ucapan yang menunjukkan sifat wafa’ yang luar biasa. Coba bayangkan, bukankah pernikahan antara Rasulullah saw dengan Khadijah telah berjalan lima belas (15) tahun?! Meskipun demikian, yang keluar dari mulut Khadijah dengan fasih adalah daya ingatnya terhadap berbagai kebaikan Rasulullah saw. Sebuah pengakuan atas kebaikan dan jasa orang lain yang luar biasa. Kenapa pada saat-saat yang genting seperti itu yang diingat oleh Khadijah adalah kebaikan Rasulullah saw?

Bukan hanya itu.

Khadijah segera membawa nabi Muhammad saw untuk menemui pamannya, Waraqah bin Naufal.
Dari pertemuan antara nabi Muhammad saw dengan Waraqah bin Naufal, nabi Muhammad saw semakin yakin, bahwa dirinya benar-benar telah dipilih oleh Allah swt untuk menjadi nabi dan Rasul.

Bukan hanya itu saja.

Khadijah adalah orang pertama yang menyatakan beriman kepada kenabian dan kerasulan nabi Muhammad saw, sebuah keimanan yang membuat hati Rasulullah saw semakin kuat, tegar dan mantap.

Bukan itu saja.

Khadijah (ra) adalah seorang wanita yang membela Rasulullah saw saat didustakan oleh kaumnya. Membelanya dengan kedudukannya, dengan hartanya dan dengan segala yang dimilikinya.

Pada pihak yang sebaliknya, Rasulullah saw juga sangat wafa’ kepada istrinya itu.
Sepeninggal Khadijah (ra), Rasulullah saw sering menyebut-nyebut Khadijah (ra), dan bila menyembelih kambing atau semacamnya, beliau saw bersabda: “Tolong antarkan ini kepada si fulanah, dan yang ini kepada si fulanah. Saat ditanyakan kepada beliau, kenapa mereka? Beliau saw menjawab:“Mereka adalah teman-teman Khadijah”.

Pernah suatu kali datang kepada Rasulullah saw seorang wanita yang bernama Halah. Ia adalah saudari Khadijah. Suaranya, postur tubuhnya dan beberapa hal lainnya mirip dengan Khadijah.

Begitu Rasulullah saw mendengar salam Halah, beliau saw langsung terperanjat. Ternyata yang datang adalah Halah.
Karenanya beliau bersabada: Allahumma, Halah (ya Allah, ternyata Halah).

Sikap wafa’ yang membuat Ummul Mukminin ‘Aisyah (ra) cemburu berat. Sampai-sampai pada suatu kali ‘Aisyah (ra) berkata: “Apa yang bisa engkau perbuat dengan seorang wanita yang sudah tua renta, yang Allah swt telah menggantikannya dengan yang lebih baik darinya! Maka Rasulullah saw menjawab: “Demi Allah, Dia belum memberikan ganti untukku dengan yang lebih baik darinya .”. (HR Bukhari).

Sikap kesetiaan yang luar biasa, yang membuat kita bertanya-tanya:
“Adakah Rasulullah saw mengambil hati seseorang yang telah meninggal dunia dan menyebabkan yang masih hidup marah-marah kepadanya? Dalam kesempatan ini ada baiknya kita simak apa penuturan seorang Nashrani yang mengakui sifat keteladanan nabi saw dalam hal ini:

Berkatalah DR. Fahmi Lucas: “Aisyah (ra), seorang istri yang masih muda, yang mempunyai kedudukan tersendiri di hati suaminya, tidak berani lagi menyinggung-nyinggung Khadijah (ra) setelah kejadian itu. Apa yang membuat Muhammad (saw) berbuat seperti itu, yaitu kesetiaan yang begitu indah yang diberikannya kepada Khadijah (ra). Kesetiaan yang mejadi pusat keteladanan bagi seluruh suami dan istri. Adakah Muhammad (saw) mencari hati dari seorang wanita yang telah meninggal dengan resiko dimarahi oleh istrinya yang masih hidup bersamanya?
Apa kata yang bisa diungkapkan untuk menggambarkan kesetiaan yang penuh mukjizat ini, sementara dunia penuh oleh penyelewengan, perselingkuhan, lupa jasa dan pengkhianatan?”.

Saudara-saudaraku yang dimulyakan Allah!

Tiba saatnya bagi kita untuk kembali memperbaiki kehidupan rumah tangga kita. Rumah tangga tempat anak-anak, generasi masa depan menghabiskan waktu-waktunya untuk menempa dan membentuk kepribadiannya. Tiba saatnya bagi kita untuk menunjukkan dan memberikan sifat wafa’ kita kepada pasangan hidup kita, agar anak-anak tumbuh menjadi manusia-manusia yang shalih dan shalihah yang akan menegakkan diin Allah di atas muka bumi ini.

Tiba saatnya bagi kita untuk kembali merenungi dan menteladani Rasulullah saw, dalam hal kesetiaan, ke-bapak-an dan ke-suami-an, agar tassi (ke-uswah-an) kita menjadi sempurna, sehingga berkesempatan mengharapkan kehidupan akhirat yang baik.
Dan akhirnya, semoga Allah swt memberikan kekuatan kepada kita untuk mendengarkan perkataan yang baik, lalu mengikutinya dengan istiqamah, Aamiin.

*****