Sabtu, 30 November 2013

Orang Terkaya Indonesia

Orang Terkaya Indonesia

Ada diskusi menarik di mailing list RantauNet tentang orang terkaya di negeri ini. Di antara yang terkaya itu, atau mungkin yang paling kaya adalah yang punya pabrik rokok. Salah satu telaahan dalam diskusi itu adalah bahwa yang memperkaya si empunya pabrik rokok besar itu adalah orang-orang pecandu rokok dan bagian terbesarnya umat Islam. Umat Islam membelanjakan uangnya lebih banyak untuk rokok dibandingkan untuk zakat. Omzet rokok sampai beratus triliyun rupiah per tahun sedangkan jumlah zakat hanya sekian triliyun saja. Ini adalah rangkaian fakta untuk negeri kita Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah orang Islam. Di Cina, yang persentase pecandu rokoknya lebih besar dan jumlah penduduknya 5 sampai 6 kali lipat penduduk Indonesia omzet perdagangan rokok tentu lebih hebat lagi. 

Aku mengamati bahwa si pembuat rokok jadi orang terkaya dengan nilai kekayaan milyaran dolar adalah sebuah keberuntungan yang wajar. Dia memanfaatkan fakta bahwa jumlah pencandu rokok di negeri ini luar biasa banyaknya. Berpuluh-puluh juta orang jumlahnya. Mereka adalah 'pencandu', yang diberi tanda kutip, untuk menjelaskan bahwa orang-orang tersebut hampir tidak bisa melepaskan dirinya dari ketergantungan terhadap rokok. Sangat sedikit jumlah pecandu yang berhasil berhenti merokok. Meski di setiap bungkus rokok sekarang ditempei peringatan tentang ancaman bahaya bagi perokok. Meski sekarang dunia kaum perokok semakin sempit, karena orang tidak bisa bebas seenaknya merokok di sebarang tempat seperti dua puluhan tahun yang lalu. Untuk sekedar ilustrasi sampai sekarang masih ada tanda dilarang merokok di pesawat udara. Dulu tanda itu hanya menyala di saat pesawat take off dan landing saja. Di luar itu penumpang pesawat boleh merokok.   

Jumlah pencandu rokok sepertinya tidak pernah surut. Produksi rokok tetap meningkat seperti ditulis seorang anggota mailing seperti berikut ini:

DATA KONSUMSI ROKOK 2009-2013






200920122013*
Total Produksi 235 miliar 301 miliar332 miliar
Konsumsi per hari 644 juta 825 juta 909 juta 
Konsumsi perokok muslim/hari515 juta660 juta 727 juta
Total pengeluaran perokok muslim/hari Rp 51,5 miliar Rp. 66 miliar Rp. 72,7 miliar 




*Estimasi Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan 2013

Sungguh angka-angka yang fantastis.

Tapi disanalah kejeniusan beberapa pengusaha rokok yang mampu membuat pencandu semakin kecanduan dengan ramuan rokok kreteknya (terutamanya memang rokok kretek). Ada beberapa merek rokok yang memang berukuran raksasa, yang merajai dunia pabrik rokok. 

Guruku di SR setengah abad yang lalu berpetuah, contohlah orang Cina dalam berdagang. Mereka tidak banyak mengambil untung, tapi dagangannya adalah barangan yang dibeli orang secara massal. Waktu itu pak guru itu mengambil contoh orang Cina yang membuat gula-gula jajanan murah anak-anak. 

Pas benar dengan kiasan pak guruku dulu itu dengan fakta si empunya pabrik rokok. Jadi sangat pantas kalau dia kaya raya.

****

                  

Sabtu, 23 November 2013

Perputaran Waktu

Perputaran Waktu

Perhatikanlah alam! Betapa teraturnya. Beredar berputar berulang sambung menyambung. Selalu ada siklus yang berulang. Dimulai di sebuah titik awal, beranjak jadi berumur, lalu menjadi tua dan akhirnya mati. Datang lagi yang baru, dilaluinya lagi siklus yang sama. Bagian dari keteraturan yang menyangkut makhluk hidup kita namai kehidupan. Tak terkecuali kehidupan kita umat manusia.  

Semua keteraturan itu dianyam dalam siklus yang kita namai waktu. Dengan tanda-tandanya yang berulang-ulang. Pagi berangsur-angsur menjadi siang. Melalui sore. Lalu menjelang malam. Seterusnya berlanjut dengan subuh mendekati pagi yang baru. Begitu selamanya. Makhuk-makhluk hidup berselancar di dalam peredarannya. Untuk jangka waktu tertentu. Ada sebuah kepastian, bahwa setiap kehidupan pasti berakhir. Kulluu nafsin dzaa iqatulmaut. Begitu peringatan Allah Ta'ala. 

Allah peringatkan kita agar mempergunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Waktu hidup di dunia ini yang sebenarnya sangat singkat. Mudah menyadari betapa singkatnya waktu itu kalau kita memperhatikannya. Kita bahkan biasa tanpa sadar mengatakan, 'tahu-tahu sudah hari Jum'at lagi..... tahu-tahu sudah mau bulan puasa lagi....'. Karena titik-titik waktu itu memang selalu berulang. Dan perulangannya itu sepertinya sangat cepat.

'Demi masa - Sesungguhnya manusia itu dalam keadaan merugi - kecuali, orang-orang yang beriman dan beramal shalih - yang saling mengingatkan tentang kebenaran - yang saling mengingatkan tentang kesabaran.' Demikian firman Allah dalam surah Al 'Ashr (surah 103). Manusia merugi dalam perputaran waktu itu. Manusia-manusia yang terpontang-panting dengan urusan dunia. Mencari, mengejar keberuntungan dengan takaran awam. Dengan iming-iming dunia. Dengan iming-iming bahwa yang berhasil itu adalah yang mampu menumpuk harta. Atau yang berhasil itu adalah yang berpangkat tinggi atau yang berkuasa. Dan sebagai macam lainnya ukuran keduniaan. Ternyata, semua itu tidak kekal. Tahu-tahu hari sudah berangsur senja. Badanpun mulai tua. Yang akhirnya tersungkur, terbaring kaku. Tidak ada pertolongan apa-apa dari harta yang bertumpuk-tumpuk itu. Tidak ada bantuan dari pangkat tinggi, dari kekuasaan yang tadinya dikira akan langgeng. Paling-paing hanya bantuan menggotong dan mengantar jasad kaku ke kuburan. Hanya sekedar mengantar. Bukankah rugi besar namanya ketika seseorang mengalami yang seperti itu?  

Kecuali bagi orang-orang yang beriman dan beramal shalih. Dengan dasar keimanannya dia berbuat baik, beramal shalih mencari ridha Allah. Amal yang dia niatkan untuk ibadah kepada Allah. Dia yakin bahwa kehidupan dan waktu dunia ini sangat sementara sifatnya dan akan ada hari akhirat yang jauh lebih penting. Dia beriman bahwa dia pasti akan dihadirkan nanti di hari itu. Dia berkeyakinan bahwa hanya dengan mendapatkan ridha Allah saja dia bisa selamat pada hari perhitungan itu. Oleh karena itu dia berusaha mempersiapkan diri selama kehadirannya di muka bumi ini dengan berbuat baik, beramal shalih. Kalau dia terlanjur berbuat dosa, dia cepat-cepat minta ampunan Allah. Dia menjaga lisan dan perbuatannya dari melukai orang lain. Dari menyakiti sesama manusia. Dia berusaha mengingatkan manusia lain, agar menegakkan kebenaran. Kebenaran yang dibenarkan oleh Allah dengan hukum-hukum-Nya. Dan mengingatkan manusia lain agar sabar dalam menjalani aneka rintangan dan cobaan dalam hidup ini. Mengingatkan agar senantiasa bertawakkal kepada Allah. Dan hanya kepada Allah saja hendaknya berserah diri. Maka orang-orang yang mampu berbuat seperti ini, insya Allah dia akan dikecualikan Allah dari kerugian. 

Mudah-mudahan kita dapat menempatkan diri kita di posisi yang terbaik dalam perputaran waktu.

****

Jumat, 15 November 2013

Adakah Yang Hilang Dalam Da'wah?

Adakah Yang Hilang Dalam Dakwah?

Pada suatu kesempatan, aku berbincang dengan seorang rekan dalam obrolan santai selama rehat kopi. Tentang kualitas iman umat Islam secara umum. Dia mengambil contoh di kampungnya sendiri di Madura sana. Menurut pengamatannya, ada penurunan kualitas keimanan warga kampungnya sejak tidak lagi diasuh oleh seorang Kiyai, yang kebetulan sudah meninggal. Ketika Sang Kiyai masih hidup dan masih kuat berdakwah, keimanan masyarakat jauh lebih baik. Bagaimana mengukurnya, aku bertanya. Dulu orang kampung lebih taat, begitu jawabnya. Masyarakat langsung mengukur setiap perbuatan dengan berdosa dan berpahala. Kalau mereka bersedekah, berpahala. Lalu orang gemar bersedekah. Kalau berjudi, itu adalah perbuatan dosa. Dan orang saling mengingatkan resiko berbuat dosa tersebut. Resiko yang bisa diterima di dunia dan akan ditambah lagi nanti dengan siksa akhirat. Itu sebagai contoh. Dulu itu, Sang Kiyai tidak ada capek-capeknya mengingatkan umat. Dengan pengajian yang intinya mungkin sangat dasar, tentang dosa dan pahala, tetapi disampaikan dengan tepat. Dan dengan santun. Dulu, kata rekan ini menambahkan, hampir tidak ada kasus kriminalitas di kampungnya. Hampir tidak ada orang berbuat dosa setidaknya secara terang-terangan. Aku bertanya lagi, apa maksudnya berbuat dosa secara terang-terangan. Dia memberi contoh, perjudian, perzinaan, mabuk-mabukan, membungakan uang. Lha, apa sekarang orang melakukannya terang-terangan, aku bertanya lebih lanjut. Dan dia menjawab, iya.

Aku bertanya pula, apakah tidak ada ulama pewaris Kiyai tersebut. Dia jawab, ada. Putera Sang Kiyai sendiri, yang bahkan lebih tinggi sekolahnya. Sang Putera ini tamatan Timur Tengah, yang harusnya tentu lebih luas ilmunya. Lalu, kenapa dong? aku bertanya lagi. Menurut rekan ini, perbedaan mendasar terletak pada semangat pergi berdakwah. Meskipun dia lebih berilmu, tapi dalam hal pergi menyampaikan dakwah dia kalah gesit dibandingkan dengan ayahnya.

Tapi mungkin ada pula pengaruh tatanan kehidupan masyarakat sekarang, aku mencoba berkomentar. Dia bertanya apa yang aku maksud. Lalu aku jelaskan, bahwa masyarakat kita, di mana saja saat ini ikut dipengaruhi kemajuan peradaban. Ada televisi, ada internet, ada hape sampai ke kampung-kampung. Dan kita kan tahu, bahwa dengan semua alat-alat moderen itu sangat mudah membawa pengaruh buruk. Dulu orang kampung tidak kenal dengan narkoba, tidak kenal dengan video porno. Tapi sekarang?

Benar juga, katanya. Tapi dulu bukannya tidak ada tantangan berbuat dosa. Orang sudah kenal juga dengan yang namanya arak, dengan namanya judi. Atau keinginan mengumbar syahwat. Tapi semua ini berhasil diredakan oleh dakwah Sang Kiyai. Harusnya kiyai-kiyai sekarang lebih gigih lagi berdakwah kepada masyarakat. Dakwah bilhal. Dan disertai dengan contoh ketawadhuk-an. Mubaligh yang menyampaikan dakwahnya dengan santun namun tegas ke pokok masalah. Menjelaskan dengan gamblang mana yang boleh mana yang tidak boleh. Di atas segala-galanya mereka berdakwah semata-mata mencari keridhaan Allah. Lillahi ta'ala.

Aku setuju. Kalau dipikir, memang dengan cara berdakwah seperti itulah Islam dibawa ke negeri kita ini dahulu. Dengan dakwah yang menyejukkan serta langsung dengan memberi contoh nyata. Dan masyarakat langsung melihatnya sebagai kebajikan di tengah alam kehidupan. Rahmatan lil'alamiin. Saat ini sepertinya kita kekurangan mubaligh seperti itu sementara tantangan untuk mempertahankan keimanan semakin berat.

Aku mencoba mencerna dan membandingkan apa yang kami diskusikan dengan kondisi di kampungku. Kami juga mempunyai seorang ustadz panutan masyarakat. Beliau juga sudah berpulang kerahmatullah beberapa tahun yang lalu. Aku belum bisa menilai apakah tingkat keimanan masyarakat kampungku menurun sejak kepergian beliau. Wallahu a'lam.

****

Kamis, 14 November 2013

Galigato

Galigato                   

Adakalanya penyakit datang tanpa pemberitahuan apa-apa. Dan tidak pula bisa ditelusuri balik, apa penyebabnya. Dia datang begitu saja. Itu yang terjadi dengan diriku  pagi ini. Dimulai ketika ke kamar kecil di waktu sahur. Buang air besar berupa air alias mencret. Tidak ada sakit perut sebelumnya. Tidak ada tanda-tanda. Lalu mengingat-ingat, apa yang dimakan tadi malam? Padahal tidak ada yang aneh. Tadi malam kami berbuka puasa dengan masakan rumah. Dan beberapa iris mangga. 

Meski agak keheranan, tapi aku tidak mau terlalu memikirkannya. Aku berharap, dengan minum teh panas mudah-mudahan bisa membantu menyelesaikan masalah. Ternyata tidak, sebelum berangkat ke mesjid aku harus ke belakang sekali lagi. Dan masih cair semua. Untungah selama di mesjid aman-aman saja. Pulang dari mesjid berulang kembali. Masih begitu juga. Hari baru jam lima kurang seperempat. Aku berbaring-baring dan minta tolong istri membalur perutku dengan minyak kayu putih. Tapi kami tidak punya minyak kayu putih. Akhirnya pakai larutan aroma terapi. Lumayan, terasa hangat. Jam setengah enam aku ke kamar mandi, bersiap-siap mau pergi bekerja. Sebelum mandi buang hajat lagi. Masih begitu juga. Anehnya aku tidak merasa sakit di perut.

Dengan bismillah berangkat ke kantor. Seandainya di jalan ada tanda-tanda mencurigakan menyuruh ke peturasan lagi, aku akan segera balik kanan, pulang kembali. Alhamdulillah, aman sampai ke kantor. Aman juga sampai seterusnya.....

Tapi muncul sesuatu yang baru. Sekitar jam sembilan lebih aku merasa gatal-gatal di tangan dan di paha. Pelan-pelan tapi pasti makin bertambah luas daerah gatalnya di paha dan lengan. Aku menepuk-nepuk bagian yang gatal. Yang di tangan terihat bengkak-bengkak seluas setengah senti, berwarna merah. Galigato....  

Aku ingat seorang karyawan beberapa hari yang lalu tidak masuk karena galigato juga. Aku tanya dengan apa diobatinya. Dengan ctm, jawabnya. Dia menganjurkan agar aku minum obat yang sama dan pulang untuk beristirahat. Biar ditunggu sampai waktu zuhur, pikirku.

Sehabis shalat, ternyata gatal-gatal tidak banyak berubah. Jam dua aku menyerah, dan minta izin duluan pulang. Istriku terheran-heran melihat aku pulang lebih awal. Sesudah shalat asar aku tidur. Jam lima terbangun karena daerah gatal-gata semakin luas. Perut dan punggung penuh dengan bengkak-bengkak kecil yang gatal itu. 

Sesudah berbuka aku minum sebiji ctm. Alhamdulillah, dengan izin Allah obat itu menyembuhkan gatal-gatal. Bengkak-bengkaknya masih bertahan sampai kira-kira sejam lalu berangsur-angsur menghilang. Saat aku mengetik tulisan ini bengkak-bengkak itu sudah hilang sama sekali. Alhamdulillah.........

****

                 

Kamis, 07 November 2013

Rakus

Rakus                       

Kali ini tentang rakus. Orang yang makan berlebih-lebihan dikatakan sebagai rakus. Dalam bahasa Minang disebut cangok. Maksudnya, orang yang makan melebihi kebutuhan. Jika makan satu piring sudah cukup kenyang, lalu seseorang menambah sedikit, misalnya setengah piring, karena makanan yang sedang dinikmatinya terasa enak, hal itu masih bolehlah dianggap wajar. Yang seperti ini belum akan dikatakan rakus. Tapi kalau menambahnya sampai beberapa piring, sampai terpaksa dia melonggarkan ikat pinggang, sampai sulit bernafas, maka yang seperti ini 'rakus' namanya.

Akan tetapi, serakus-rakusnya seseorang makan, tetap ada batas. Sampai suatu ketika tidak ada lagi tempat di dalam perut, maka orang yang paling rakuspun terpaksa berhenti makan. Kalau dipaksakan juga, bisa-bisa jadi muntah.

Ada jenis rakus lain yang agak berbeda. Rakusnya seseorang dalam mengumpulkan harta. Terlebih-lebih yang mengumpulkan harta tidak halal. Yang tidak perduli dari mana datangnya, dengan cara apa mendapatkannya. Kerakusan seperti ini tidak mengenal kata kenyang. Orang yang terbiasa 'memakan apa saja' itu biasanya jadi semakin ketagihan. Hilang rasa dan perisa. Hilang rasa malu. Dalam Islam orang seperti ini disebut tamak. Meski sangat nyata bahwa 'kekayaan'nya sangat tidak wajar. Orang bisa memperkirakan dengan mudah bahwa yang dimilikinya itu tidak normal. Tidak bersesuaian dengan pendapatan atau gaji resminya sebagai seorang karyawan, atau pegawai negeri dan sebagainya. Hebatnya, dia tidak merasa malu sedikitpun.

Contoh orang seperti ini kelihatannya semakin banyak. Kita tercengang-cengang mengamatinya. Ada orang yang mengoleksi mobil mewah. Yang sebuahnya berharga bermiyar-miyar rupiah. Memiliki banyak rumah mewah di daerah elit pula. Yang harganya masya Allah, tidak terbayangkan oleh orang kebanyakan. Dan yang lebih 'mengerikan' orang yang mempunyai banyak simpanan wanita. Masya Allah.... Semua dimilikinya dengan kerakusan. Dengan hawa nafsu yang tak terkendali.

Akhir-akhir ini, satu dua orang terbuka 'kedok'nya. Walaupun sebenarnya mereka tidak pula berkedok atau berusaha menutup-nutupi. Beberapa orang di persekitarannya ada juga yang menyaksikan kekayaan luar biasa individu seperti ini. Jadi tontonan orang banyak karena beritanya disebarkan oleh media massa. Mereka-mereka itu dicokok oleh KPK. Mendengar berita itu kita benar-benar terperangah. Alangkah hebatnya beliau-beliau itu. Alangkah rakusnya.   

Apakah mereka tidak sadar bahwa kerakusan mereka itu disaksikan Allah. Dicatat malaikat dan nanti di akhirat akan mereka pertanggungjawabkan. Tapi memang disitu letak masalahnya. Hawa nafsu mereka telah mengalahkan akal sehat. Hawa nafsu yang tidak mengenal malu.
 

****  

Senin, 04 November 2013

Tanda Pergantian Waktu

Tanda Pergantian Waktu

1 Muharram 1435 Hijriyah. Hari pertama di tahun yang baru.

Allah Ta'ala berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 189 yang artinya; 'Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang (besar kecinya) bulan. Katakanlah! 'Bulan itu menunjukkan tanda-tanda waktu bagi manusia dan (untuk menentukan waktu) haji. Bukanlah kebaikan (amal saleh) memasuki rumah dari belakangnya, tetapi kebaikan itu adalah orang yang bertaqwa. Masukilah rumahmu dari pintunya. Dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu menang.'  (Catatan: Kebiasaan orang Arab jahiiyah sesudah mereka mengerjakan ibadah menurut keyakinan mereka lalu memasuki rumah mereka dari belakang rumah, dan mereka menganggap yang seperti itu merupakan suatu amal kebaikan.)

Seperti ayat di atas itu peringatan dan petunjuk Allah tentang pergantian bulan. Agar manusia mengenali bertukarnya bulan, dan mengetahui kapan waktunya melaksanakan ibadah haji. Kapan waktunya mengerjakan ibadah puasa Ramadhan. Dan Allah ingatkan pula bahwa Dia menetapkan satu tahun itu terdiri dari 12 bulan seperti yang dapat kita simak pada surah At Taubah (surah 9) ayat 36; 'Sesungguhnya Allah menentukan bilangan bulan dua belas bulan dalam ketetapan-Nya di kala Dia menciptakan langit dan bumi. Dari dua belas bulan itu ada empat bulan haram (suci). (Yakni bulan-bulan Zuqaidah, Zuhijjah, Muharram dan Rajab). Demikianlah agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya dirimu dalam bulan-bulan itu (dengan berperang dan sebagainya).....'

Maka seperti itulah yang diamalkan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Beliau mengajarkan kepada para sahabat untuk mengenali bulan demi bulan, supaya mengetahui kapan waktunya untuk menjalankan puasa (Ramadhan), untuk mempersiapkan diri mengerjakan ibadah haji. Di luar itu tidak ada beliau mengajarkan amalan-amalan khusus dalam pergantian bulan. Dan belum ada bilangan tahun.

Masyarakat Arab pada waktu itu menandai suatu tahun kalau pada tahun itu terjadi peristiwa besar. Misalnya, pada tahun kelahiran Muhammad bin Abdullah (yang nanti menjadi Rasul) terjadi peristiwa datangnya balatentara bergajah dibawah pimpinan Abrahah yang berniat mau menghancurkan Ka'bah. Dan tahun itu dijuluki tahun gajah. Menghitung-hitung tahun tidaklah lazim.

Waktu terus berjalan. Setelah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam wafat, beliau digantikan oleh Abu Bakar sebagai khalifah. Abu Bakar mengemban tugas kekhalifahan itu dua tahun saja dan beliaupun berpulang kerahmatulah. Abu Bakar digantikan oleh Umar bin Khaththab. Di bawah kepemimpinan Umar, daerah yang dikuasai kaum muslimin semakin luas. Di banyak daerah-daerah yang baru dikuasai itu diangkat pemimpin-pemimpin untuk mengatur urusan umat. Antara Umar sebagai khalifah yang berkedudukan di Madinah dengan para pemimpin daerah itu komunikasi dijalankan dengan surat menyurat. Berbagai arahan dan perintah dari khalifah disampaikan melalui surat. Karena banyaknya surat-surat, yang masing-masingnya hanya ditandai dengan tanggal dan bulan, suatu ketika salah seorang pemimpin daerah ini bertanya kepada surat yang mana dia harus merujuk di antara arahan sang khalifah. Karena ada beberapa surat dikirim pada bulan yang sama tapi tidak diketahui lagi pada tahun mana saja surat-surat tersebut dikirimkan.

Umar menyadari bahwa tanpa menyebutkan dan mengenali tahun seperti yang dibiasakan selama ini akan sangat menyulitkan dalam mengurus umat yang sudah semakin banyak serta melayani negeri-negeri yang semakin luas dan letaknya berjauhan.  Beliaupun bermusyawarah dengan para sahabat untuk mencari jalan keluar dan untuk menetapkan permulaan tahun. Di antara para sahabat yang dimintai pendapatnya, ada yang mengusulkan agar perhitungan tahun itu dimulai sejak tahun kelahiran Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Ada yang mengusulkan dihitung sejak mula pertama beliau diangkat jadi Rasul. Akhirnya yang disepakati adalah usulan dari Ali bin Abi Thalib, untuk menghitung awal tahun pada saat Rasulullah hijrah dari Makkah ke Madinah. Hal itu disepakati bersama. Disepakati pula bahwa awal tahun itu dimulai dengan bulan Muharram. Sebelum itu tidak ada yang memperdulikan mana bulan yang pertama di antara 12 bulan yang mereka kenal, dan bulan-bulan itu dibiarkan saja bergantian apa adanya.  Musyawarah itu dilakukan di tahun ke lima Umar menjadi khalifah, yang artinya tujuh belas tahun sejak berhijrahnya Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Itulah awal perhitungan tahun Hijriyah.

Sejak itulah umat Islam menggunakan tahun Hijriyah yang kita warisi sekarang.

Dan keperluannya hanyalah untuk mengenali waktu. Kita boleh menghitung tahun demi tahun. Mencatat peristiwa penting pada tahun-tahun yang kita lalui. Tapi tidak perlu membuat acara-acara khusus dalam melalui pergantian tahun atau bulan, kecuali dengan amalan yang diajarkan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam.

Sangatlah keliru ketika kita melakukan ritual-ritual khusus, seperti melakukan upacara membersihkan pusaka yang dianggap keramat di malam pergantian tahun. Karena meyakini dengan perbuatan tersebut dapat membawa berkah atau menghindarkan diri dari bala dan celaka. Perbuatan seperti ini jelas termasuk amalan mempersekutukan Allah dan sangat dimurkai Allah. Allah tidak akan mengampuni dosa kesyirikan sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya pada surah An Nissa' ayat 48; 'Sesungguhnya Allah tiada akan mengampuni dosa jika Dia dipersekutukan dengan yang lain, dan Dia mengampuni dosa yang kurang dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat dosa besar.'  Meskipun seseorang itu shalat (artinya dia menyembah Allah), tapi dia masih mempercayai bahwa ada benda-benda keramat yang dapat melindunginya dari bencana (artinya dia mempersekutukan Allah dengan benda yang dianggapnya keramat itu), maka dia tidak akan diampuni Allah. Akan tetapi mereka yang pernah berlaku syirik, lalu dia bertaubat dengan sungguh-sungguh dan tidak mengulangi lagi perbuatan syiriknya itu, Allah akan mengampuni dosanya.

Janganlah kita melakukan amalan-amalan yang jelas-jelas menyimpang, yang tidak pernah diajarkan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, agar kita selamat, seperti yang diingatkan Allah pada surah al Baqarah ayat 189 di atas.

Wallahu a'lam.


****

Jumat, 01 November 2013

Seandainya Kita Beriman.....

Seandainya Kita Beriman.....

Salah satu rukun iman, yang harus diyakini keberadaannya, adalah adanya hari 'AKHIRAT'. Akan ada suatu masa nanti, semua manusia dan jin yang pernah hidup di muka bumi dikumpulkan oleh Allah untuk diperhitungkan amal perbuatannya selama masa hidup di dunia. Di sana kita akan mempertanggungjawabkan segala prilaku selama kita singgah di dunia, untuk ditimbang mana yang lebih berat antara amal kebaikan dibandingkan dengan tingkah kejahatan. Lalu setelah itu masing-masing akan mendapat balasan dari Allah 'Azza wa jalla. Yang lebih berat nilai kebaikannya akan masuk ke dalam surga Allah serta mendapatkan keridhaan-Nya, hidup kekal abadi dalam nikmat yang tiada tara. Yang beriman kepada Allah, tapi timbangan kejahatannya lebih berat, maka akan masuk neraka Allah untuk jangka waktu tertentu, sampai nilai-nilai kejahatannya berkurang beratnya dari nilai kebaikan, lalu dia dimasukkan pula sesudah itu ke dalam jannah. Ke dalam surga Allah. Adapun orang-orang kafir, orang-orang yang mempersekutukan Allah, atau orang-orang yang memperolok-olokkan agama Allah semasa hidupnya, mereka akan dimasukkan Allah ke dalam neraka dan mereka kekal di dalamnya.

Marilah kita amati dari tengah. Seandainya kita termasuk orang yang beriman kepada Allah, tapi gemar melakukan bermacam-macam kejahatan, baik kejahatan terhadap aturan-aturan yang ditetapkan Allah, seperti lalai dalam menjalankan apa-apa yang diperintahkan-Nya, dan suka melakukan amalan yang dilarang-Nya, maka kita akan dimasukkan Allah ke dalam neraka 'sementara'. Orang Yahudi mengklaim, bahwa seandainya mereka dimasukkan ke dalam neraka, niscaya itu hanya untuk beberapa hari saja. (Lihat surah Al Baqarah ayat 80!). Padahal yang dikatakan oleh orang-orang Yahudi tentang lamanya mereka di akhirat itu hanyalah angan-angan mereka saja. Seandainya benar hanya untuk beberapa hari saja, itupun pantas untuk kita perhitungkan. Pertama, karena satu harinya akhirat itu tidak sama dengan satu hari dunia. Allah menjelaskan di dalam surah Sajdah (surah 32, ayat 5) yang artinya; 'Dia yang mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian disampaikan kepada-Nya dalam satu hari yang lamanya seribu tahun menurut perhitunganmu.'' Itu dari hitungan waktunya.

Lalu bayangkan pula deritanya. Bayangkan dengan rasa sakit ukuran biasa di dunia. Sakit ketika kulit kita tersentuh benda panas. Semisal kena tumpahan minyak panas. Berdenyut-denyut rasa sakitnya. Dan lama. Bisa jadi sepanjang malam kita tidak dapat tidur karena sakitnya. Atau bayangkan kita sakit gigi. Sakit luar biasa dan  sangat tersiksa rasanya. Atau sakit ketika bisul hampir pecah. Di dunia, rasa sakit itu atas izin Allah dibatasi waktunya. Katakanlah beberapa jam. Atau beberapa hari sekalipun. Dapat kita cari penawar atau obat lalu dengan izin Allah pula berakhir rasa sakitnya. Di akhirat rasa sakit itu akan lebih berat lagi dan dirasakan terus menerus. Kalau rasa sakit itu dirasakan pada kulit yang terbakar, maka kelak, setiap kali kulit itu hangus, niscaya diganti Allah dengan kulit yang baru dan dirasakan terus sakitnya. Tidak ada obatnya.

Penghuni neraka dalam deritanya berusaha untuk keluar dari dalamnya tapi tidak akan pernah berhasil. Seperti firman Allah dalam surah Sajdah ayat 20; '..... Setiap mereka hendak keluar dari sana, mereka dikembalikan lagi ke dalamnya. Dan kepada mereka dikatakan; 'Rasakanlah siksaan neraka yang dahulu kamu dustakan.' Neraka yang ada penjaganya, yang sangat keras dan bengis, malaikat Malik namanya, yang sangat patuh kepada Allah dan senantiasa menjalankan apa yang diperintahkan Allah kepadanya. (Lihat surah At Tahrim ayat 6).

Sekarang bayangkan bahwa kita dihukum atas dosa apa saja, yang tidak atau belum diampuni oleh Allah karena kita tidak minta ampun kepada-Nya. Dan disiksa Allah dengan siksaan yang sangat berat. Atau bayangkan dosa yang kita buat kepada sesama manusia. Misalnya kita ambil haknya. Kita curi hartanya. Dan dia tidak ridha alias kita tidak dimaafkannya. Untuk ukuran di dunia, Allah perintahkan agar pencuri itu dipotong tangannya. Tapi karena sang pencuri itu pandai berkelit, dibela oleh pembela yang handal dia tidak dihukum di dunia ini. Maka nanti di akhirat, di dalam neraka Allah akan dipotong tangannya. Dan Allah Ta 'ala akan menimpakan rasa sakit dipotong tangan itu dengan ukuran akhirat. Seandainya dia mencuri seekor kambing, di dunia ini seharusnya dihukum dengan memotong tangannya. Tapi hal itu tidak dilakukan karena kepintarannya mengelabui pengadilan, maka nanti dia akan dihukum di akhirat. Kalau dia mencuri setara dengan 1000 ekor kambing niscaya Allah dengan kekuasaan-Nya akan menimpakan rasa sakit potong tangan yang setara. Mungkin sakitnya seribu kali lebih sakit, atau waktu deritanya dilipatgandakan Allah dengan  yang setimpal. Wallahu a'lam, Allah saja yang tahu bagaimana beratnya derita yang akan ditimpakan-Nya. Dan pengadilan Allah di akhirat itu adalah yang seadil-adilnya.

Begitu untuk setiap dosa dan pelanggaran, akan diperhitungkan Allah kelak di akhirat. Dosa kita kepada Allah, kalau kita bertaubat dan minta ampun kepada-Nya, maka Allah akan mengampuninya. Tidak demikian halnya dengan dosa kepada sesama manusia. Selama dosa itu belum dimaafkan, maka di akhirat kita akan mempertanggungjawabkannya dan akan menerima hukuman Allah. Kita zhalimi seseorang di dunia ini, kita hinakan dia, kita sakiti dia, kita rampas haknya dan dia tidak memaafkan kita, niscaya nanti di akhirat kita harus menyelesaikannya. Dan penyelesaian akhirat hanya berupa hukuman Allah, di dalam neraka-Nya. Tidak mungkin kita berkelit. Tidak bisa baru di sana nanti minta maaf. Maka hendaklah perhatikan benar. Untuk saling memaafkan selagi masih di dunia.

Sementara penghuni surga akan mendapatkan kenikmatan yang luar biasa. Nikmat yang belum pernah ada manusia dan jin merasakannya selama mereka tinggal di dunia. Keindahan surga yang belum ada mata manusia  pernah melihatnya. Tidak mampu manusia membayangkannya. Yang dirasakan oleh penghuni surga itu hanyalah kenikmatan demi kenikmatan. Dan keridhaan Allah atas mereka. Dan mereka akan menikmatinya selama-lamanya, sejak mereka menjejakkan kaki di dalamnya.

Seandainya kita benar-benar beriman dengan keberadaan AKHIRAT. Maka hendakah kita berusaha mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, agar kelak kita termasuk ke dalam kelompok hamba-hamba Allah yang diridhai-Nya. Yang dimasukkan-Nya kedalam surga-Nya. Agar kita terhindar dari menerima hukuman-Nya. Sungguh Allah sudah memperingatkan kita, bahwa siksa-Nya sangat pedih.

****