Selasa, 21 Juli 2015

Berhasilkah Kita Meningkatkan Ketaqwaan?

Berhasilkah Kita Meningkatkan Ketaqwaan?      

Telah berlalu bulan Ramadhan 1436 H. Telah tercatat semua amalan yang kita perbuat. Baik amalan shalih maupun amalan salah. Selama Ramadhan dan bahkan sebelumnya. Semua sudah tertulis rapi dalam catatan malaikat Raqib dan 'Atid. Yang nanti akan diperlihatkan kepada kita di hari perhitungan. Bahkan kita akan disuruh membacanya sendiri, menghitung, berat mana nilai kebaikan yang kita perbuat dan nilai keburukan yang kita lakukan. Itulah hari pengadilan yang seadil-adilnya, yang tidak suatu apapun dapat disembunyikan dan didustakan. 

Di awal Ramadhan, atau bahkan beberapa hari sebelumnya, ketika kita diingatkan para ustadz untuk melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan agar kita menjadi orang yang bertaqwa. Diterangkan pula arti dari taqwa, bahwa hanya dengan berbekal ketaqwaan saja kita akan selamat kelak di akhirat dari ancaman siksa Allah. Hanya dengan berbekal ketaqwaan saja kita akan memperoleh keridhaan Allah dan kemudian Allah akan memasukkan kita ke dalam nikmat surganya. Ke dalam jannatun na'iim. Surga yang penuh nikmat. 

Dan kita mengangguk-angguk sendu mendengar ceramah para ustadz. Kita ikut memasang niat dan harapan agar kita berhasil dalam menjalani ibadah puasa Ramadhan untuk meraih derajat taqwa itu. Tentu saja kita berharap agar Allah ridha dengan amalan-amalan kita di bulan Ramadhan. Meski sebahagian dari kita, masih di bulan Ramadhan sudah tersandung. Tersandung oleh kesibukan kita menyiapkan perayaan Hari Raya dengan menghabiskan waktu di mall-mall. Lalu terlalai dengan ibadah. Terlalai dari mengerjakan shalat di awal waktu. Terlalai dari melaksanakan shalat di malam hari. Atau ada yang sibuk mempersiapkan dan melaksanakan perjalanan panjang, mudik, di hari-hari terakhir Ramadhan. Dengan segala perjuangan dan resikonya.

Itu sebahagian dari kita. Masih ada sebahagian lain yang masih berusaha kukuh menjalani Ramadhan itu seutuhnya. Dengan imaanan wahtisaban. Dengan dasar iman dan penuh keberhati-hatian. Dan alhamdulillah berhasil. Berhasil sampai ke penghujung bulan. Apakah golongan ini berhasil meraih derajat taqwa? Atau lebih bertaqwa dari sebelum menjalani bulan Ramadhan?

Ada beberapa parameter untuk sekedar mengajuk diri kita masing-masing. Seberapa berhasil kita memperbaiki diri kita dengan melaksanakan puasa Ramadhan dan segenap ibadah lain di dalamnya. Selama Ramadhan kita berpuasa dengan bersungguh-sungguh. Kita pelihara lisan dan panca indera kita agar tidak terlibat dalam dosa. Dari dosa ghibah, dosa mengatakan kebohongan, dosa kemaksiatan dan sebagainya. Kita juga berusaha menjalankan shalat kita berjamaah di mesjid di awal waktu. Kita datangi setiap panggilan azan dari mesjid yang terdekat. Kita rajin berinfaq dan bersedekah. Kita santuni orang yang dalam kesulitan. Itulah lebih kurang rangkaian usaha yang kita coba selama bulan puasa.

Nah sekarang, setelah Ramadhan berlalu, seberapa banyak dari latihan beramal shalih itu yang mampu kita pertahankan. Masihkah kita mampu menjaga lisan dan panca indera kita agar tidak terjerumus ke dalam dosa? Masihkah kita mampu menjaga shalat kita berjamaah di mesjid di awal waktu? Masihkah kita rajin bersedekah? Masihkah kita perduli dengan kesulitan saudara kita? Seandainya jawabannya 'iya' untuk semua pertanyaan ini, bolehlah kita berprasangka baik terhadap diri kita bahwa latihan selama Ramadhan telah berhasil memperbaiki diri kita. Mudah-mudahan kita lebih bertaqwa, dengan izin Allah.  Alangkah sayangnya seandainya jawabannya 'tidak'. 

Wallahu a'lam.

****                                    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar