Rabu, 19 Januari 2011

Alhamdulillah

Alhamdulillah..........

Tadinya kepingin mengisi Diary ini secara teratur. Tentang apa saja yang kira-kira pantas untuk di-share di sini. Ternyata tidak berjalan sesuai dengan rencana. Karena ada Blog lain, yang berisi kumpulan (sudah cukup banyak) cerita-cerita. Aku biasanya lebih suka mengunjungi blog yang satu lagi itu. Sampai..... Suatu saat ada kepingin lagi untuk menulis disini. Ternyata.... kuncinya hilang. Ya, passwordnya hilang. Setiap kali aku mencoba masuk, yang terbuka adalah Blog yang satunya lagi itu. Nggak bisa masuk ke sini. Baru setelah diutak-utik tadi, barusan, bisa lagi....

Alhamdulillah kan.....

Padahal sudah banyak sebenarnya cerita harian yang bisa ditulis disini. Bagaimana tidak. Cucu saja sekarang sudah empat orang. Yang terakhir lahir 4 bulan yang lalu. Dan cucu-cucu itu semua laki-laki. Semua Muhammad. Yang paling tua, kembar, adalah Muhammad Rafi Aulia dan Muhammad Rasyid Hakim. Lalu Muhammad Hamizan Hafidz dari puteri kedua. Terakhir, Muhammad Rayyan Athaya, adiknya si kembar. Ini benar-benar nikmat Allah yang sangat berharga. Tidak punya anak laki-laki (ketiga anak kami perempuan) lalu sekarang dianugerahi Allah empat orang cucu laki-laki.

Tanggal 15 Desember yang lalu kami pulang kampung. Kami, aku dan istri, puteri sulung dengan ketiga anaknya (sayang suaminya nggak bisa ikut), lalu puteri kedua sekeluarga, dengan suami dan anaknya, berangkat sehari sesudah keberangkatan kami. Subhanallah, betapa menyenangkan. Betapa menyenangkan buat si kembar Rafi dan Rasyid yang sudah kedua kalinya pulang kampung. Kami sewa sebuah mobil kecil di Padang yang langsung diserahkan di Bandara. Kami langsung menuju Bukit Tinggi. Di bawah cucaca yang sadang elok. Tidak hujan dan tidak panas.

Begitulah. Di Bukit Tinggi kami menginap di sebuah penginapan jenis 'homestay' di Belakang Balok. Sebuah rumah besar milik mantan petinggi. Rumah besar berkamar-kamar besar dengan kamar mandi di setiap kamar. Nikmat. Bukan apa-apa, kalau kami ke kampung 'ku', kami akan harus membenahi dulu rumah tinggal yang tidak terurus dengan baik itu. Paling tidak harus mengganti alas kasur dan menyapu lantai. Sementara kami datang dengan bayi berumur tiga bulan. Tidak praktis.

Besoknya rombongan keluarga puteri kedua menyusul. Kami bertemu di pinggir Danau Singkarak, tanpa dirancang-rancang betul. Lalu kami kitari gunung Marapi sejak dari Ombilin. Yang paling utama adalah melintasi (dekat) kampung Simawang. Ini adalah kampung istri ku. Sambil bersejarah dan menerangkan kepada kedua bocah kembar empat setengah tahun itu. Bahwa itu adalah kampung nenek, yang artinya adalah juga kampung bunda, yang artinya adalah kampung Rafi dan Rasyid. Tentu saja mereka agak terbingung-bingung mendengarnya. 'Emangnya bukan kampung inyiak juga?' tanya Rafi polos. 'Tidak, kampung inyiak di Koto Tuo - Balai Gurah, tempat dulu kita menginap,' jawabku. Entahlah kalau dia mengerti.

Hari-hari pulang kampung adalah hari-hari makan besar. Sejak dari makan di Ayia Badarun ketika baru sampai, di nasi Kapau uni Lis. Minum teh talua di Garegeh, makan di Lubuak Bangku. Yang semuanya itu 'lamak-lamak'.

Tujuan pulang kampung kami sebenarnya sehubungan dengan pernikahan puteri dari iparku di Pakan Baru. Dan kami melanglang buana sampai ke Pakan Baru itu menghadiri perhelatan itu. Setelah selesai dan menginap di Pakan Baru tiga malam, kami kembali lagi ke Bukit Tinggi.

Pulang kampung memang selalu mengesankan.......

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar