Rabu, 27 Desember 2017

Hamizan Dan Fathimah Pulang Kampung (2)

Hamizan Dan Fathimah Pulang Kampung (2)      


Jadwal untuk hari kedua adalah ke Puncak Lawang dilanjutkan dengan melewati Kelok 44 turun ke Maninjau. Kami cukup santai di hari Ahad pagi itu. Setelah sarapan dengan kue-kue ringan yang kemarin dibeli di Biaro, kami lalu jalan-jalan melihat sawah di dekat rumah nenek buyut ini, sebelum berangkat meninggalkan Koto Tuo sekitar jam setengah sebelas pagi. Memang diatur demikian, karena kami akan makan siang di Simpang Raya dekat lapangan Kantin. Seperti itu yang diatur inyiak. 


Izan adalah pencinta ayam pop. Dia bertanya-tanya kenapa waktu makan siang dan malam kemarin tidak menemukan ayam pop. Tapi kata inyiak ayam pop yang asli itu adalah yang buatan Simpang Raya di Bukit Tinggi ini.



Sudah lewat jam sebelas ketika kami sampai di rumah makan Simpang Raya. Di saat lapar-laparnya. Dan ayam pop dihidangkan. Semua makan cepak cepong. Terutama Izan, yang sangat menikmati ayam pop itu tentu saja. 



Sesudah kekenyangan barulah kami mengarah ke Puncak Lawang. Melintasi jalan yang lumayan macet sampai ke persimpangan Padang Lua. Tapi untunglah sesudah itu jalan lancar. Kami melintas di Matua dan terus berbelok menuju Lawang. Banyak gerobak penjual sari tebu di sepanjang jalan ini, di pinggir jalan di antara parak tabu. Tebu lawang yang dulu dibuat gula lawang....


Kami sampai di area Puncak Lawang ketika azan shalat Zhuhur berkumandang. Seorang petugas menghampiri menanyakan berapa orang anggota rombongan kami. Ada karcis dan yang diharuskan membayar hanya orang dewasa saja. Dengan membeli karcis, parkir kendaraan gratis. Sebuah pengaturan yang sudah sangat baik. Ramai sekali kendaraan yang terparkir. 

Sayangnya, di bagian puncak itu sedang ada pekerjaan bangunan. Kabarnya bangunan sebuah hotel. Jalan ke puncak diperpanjang dan berputar melalui punggungan bukit dengan anak tangga melingkar-lingkar. Sangat berkurang kenyamanannya. 

Kami berhenti di sebuah dataran sebelum puncak. Pemandangan ke bawah, ke danau Maninjau tetap memukau.  Sang menantu sepertinya menikmati keindahan itu. Kami tidak meneruskan ke bagian paling puncak karena harus melalui beberapa tingkat anak tangga lagi, dan istriku sepertinya sudah kecapekan. 

Kami tidak lama di Puncak Lawang. Tujuan berikutnya adalah melalui kelok 44 ke arah Maninjau. Tapi kami tidak akan mengunjungi pinggir danau yang sudah tidak ada daya tariknya karena banyaknya keramba ikan. Selama perjalanan ini stir mobil selalu dipegang menantu. Dia seorang pengendara yang baik. Aku mengingatkan, bahwa aturan berkendara di sepanjang kelok ini adalah memberi prioritas kepada kendaraan yang sedang mendaki di setiap kelok. 

Kami lalui kelok demi kelok itu. Hamizan sangat senang. Di kelok nomor belasan ada kawanan monyet di pinggir jalan. Akhirnya kami sampai di Maninjau. Langsung menuju ke mesjid Raya Maninjau untuk shalat. 

Sesudah shalat aku mampir di sebuah warung di pinggir jalan, menanyakan dimana kami bisa menemukan kedai yang menjual rinuak. Rinuak adalah jenis ikan sangat kecil yang dulu terkenal sekali di Maninjau ini. Jawaban orang kedai itu sangat menyedihkan. Sekarang tidak ada lagi orang menjual rinuak, karena rinuak itu sudak tidak ada lagi. Danau Maninjau sepertinya memang sedang kritis dengan kandungan ikan-ikan khasnya seperti bilih dan rinuak.

****                                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar