Perjalanan Keluar Kota Marakesh
Hari Kamis kami melakukan perjalanan ke luar kota Marakesh. Ke arah Ourika di sebelah tenggara. Mulanya aku mendengar rencana acara hari itu adalah ke suatu tempat untuk menunggang unta, masih dalam kota. Cucu-cucuku, Izan dan Fathimah sama-sama mengulang-ulang keinginan mau naik unta. Dekat tempat kami menginap memang terlihat unta-unta untuk disewa yang sudah ada tempat duduk (bukan pelana) di punggungnya. Tapi rupanya petugas hotel menyarankan untuk melancong ke Ourika yang katanya ada banyak pemandangan yang pantas dilihat.



Ada seorang (mungkin anggota keluarga) yang fasih berbahasa Perancis, bercerita tentang kehidupan orang Berber di kampung itu. Di samping berbahasa Arab, orang Berber punya bahasa sendiri dan bahkan punya huruf sendiri yang agak mirip tulisan Korea. Agak aneh memang.
Aku bertanya apakah masih ada orang Berber yang nomaden. Dia bilang sudah hampir tidak ada. Karena sekarang anak-anak mereka juga harus bersekolah. Penampilan fisik orang Berber tidak ada bedanya dengan orang Maroko lainnya. Aku teringat informasi dari Abdul Aziz, kemarin bahwa orang Berber diduga berasal dari jazirah Arab. Mereka datang sebagai penggembala kambing yang hidup nomaden.
Ada rombongan lima orang turis Perancis yang datang sesudah kami. Sepertinya mereka sudah membuat perjanjian sebelum kedatangannya. Tuan rumah menyiapkan teh dengan mint khusus untuk turis-turis yang baru datang itu. Mereka terlibat dalam obrolan sambil duduk di ruang tamu. Kami juga ditawari untuk minum teh, tapi kami tolak.
Kami tinggalkan rumah keluarga Berber itu untuk melanjutkan perjalanan.
Berikutnya kami berhenti di sebuah lapangan di mana tertambat beberapa ekor unta. Ada beberapa pedagang souvenir kaki lima. Dan beberapa orang pengunjung. Di sini acara menunggang unta itu akan dilakukan. Di belakang tanah lapang ini ada sebuah lembah dengan sungai mengalir.
Mula-mula aku menerima tawaran menantu untuk ikut mencoba menunggang unta. Aku dan istri mencoba naik ke punggung unta. Tapi melihat jalan yang akan dilalui turun ke lembah, nyaliku jadi ciut dan akhirnya membatalkan keikutsertaanku. Begitu pula dengan istriku. Jadinya kami hanya menonton saja acara menunggang unta itu. Si Tengah dengan Hamizan dan menantu dengan Fathimah. Mereka tidak ada takutnya.

Kami berhenti dekat sebuah bangunan besar di pinggir jalan. Disambut seorang wanita yang rupanya jadi pimpinan di sana. Kami dibawa masuk dan menemukan kumpulan wanita-wanita yang sedang bekerja memeroses biji argan.
Tumbuhan tersebut menghasilkan buah yang diambil bijinya. Biji tersebut dikeringkan, lalu ditumbuk untuk seterusnya digiling dengan peralatan sederhana. Minyak argan digunakan untuk bahan kosmetik di samping untuk obat. Wanita pimpinan itu bercerita tentang berbagai khasiat dari minyak argan untuk menyembuhkan penyakit kencing manis, darah tinggi dan menurunkan kolesterol.
Masih menurut wanita itu, tanaman argan hanya bisa tumbuh dan berbuah di daerah mereka itu saja. Pernah dicoba menanamnya di tempat lain tapi sejauh ini tidak pernah ada yang berhasil.
Dari sana kami masih melanjutkan lagi perjalanan. Menurut sopir ada sebuah air terjun di tujuan berikutnya. Kami menuju ke sana, sampai di suatu area di pinggir sungai. Banyak restoran di sana dan bahkan ada tempat makan di pondok-pondok di tepi sungai. Kendaraan tidak boleh lagi maju lebih jauh. Sopir itu mengatakan untuk mencapai air terjun kita harus berjalan kaki sekitar setengah jam. Kami sudah terlalu letih untuk berjalan kaki lagi di udara yang cukup panas. Kunjungan ke air terjun terpaksa dibatalkan. Kami beristirahat makan siang di tempat itu, sebelum kembali pulang ke Marakesh.
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar