Minggu, 07 Februari 2016

Kebiasaan Berbohong

Kebiasaan Berbohong     

Pernahkah kita  mendengar anak-anak berbohong dengan kebohongan konyol dan kita tertawa menanggapinya karena merasa bahwa yang dikatakannya itu lucu? Contohnya, seorang anak balita memecahkan sebuah vas bunga. Tidak ada yang melihat ketika dia menjatuhkan vas itu. Waktu ditanyakan siapa yang melakukannya dengan enteng dia jawab bahwa cecak-cecak yang berlarian di dinding tidak sengaja menyenggol vas bunga itu yang lalu jatuh dan pecah. Ceritanya terdengar lucu. Waktu kita menanggapi dengan tertawa, sebenarnya kita telah mengesahkan kebohongannya. Akan jauh lebih bijak seandainya kita membujuknya untuk mengakui kesalahannya.

Berbohong adalah perbuatan dosa. Keliru atau terlanjur berbuat salah adalah sangat manusiawi. Tidak ada orang yang bisa terbebas dari berbuat salah atau keliru. Ketika kita terlanjur berbuat salah, seharusnya kita jujur mengakui kesalahan tersebut dan berani bertanggung jawab untuk memperbaikinya. Atau bersedia menerima hukuman karena kekeliruan yang kita perbuat. Seseorang yang mau mengakui kesalahan dan berani memikul resiko disebut sebagai orang yang bertanggung jawab. Mau mengakui kesalahan dan bersikap jujur ini perlu latihan dan pendidikan. Jadi, ketika anak-anak balita kita berbohong, seharusnya kita cepat memperbaikinya dengan mengajarkan sikap ksatria, berlaku jujur dan berani mengakui kesalahan.

Pendidikan untuk menanamkan kejujuran ini sepertinya semakin pudar di tengah masyarakat kita. Kebanyakan orang terbiasa untuk berbohong. Bahkan kadang-kadang sekumpulan orang secara bersama-sama melindungi kebohongan atau kekeliruan yang disamarkan. Orang berbohong untuk menutupi kesalahannya dengan harapan terhindar dari tanggung jawab. Terhindar dari hukuman. Di pengadilan, seorang terdakwa menyewa pengacara yang hebat untuk membela dan melepaskannya dari jerat hukum. 

Suatu ketika, seorang pembantu rumah kami yang sudah berumur melaporkan bahwa mesin cuci rusak, diawali dengan bunyi letusan keras. Dhuooweer, begitu bunyinya, kata si mbok pembantu. Dan pasak dari pintu mesin cuci itu patah. Sepertinya dia tidak tahu cara membukanya dan menarik dengan paksa sehingga patah pasaknya. Pernyataan ada bunyi letusan tidak masuk di akal dan jelas sekedar untuk menutupi kesalahan saja. Dan dia berharap orang percaya dengan apa yang dikatakannya. Ketika dijelaskan bahwa tidak mungkin ada bunyi letusan dan yang terjadi adalah dia menarik pintu dengan keras sehingga rusak dia tidak mau mengaku.
 
Ada pula orang-orang yang sengaja berbohong untuk meraih simpati. Ini biasanya dilakukan oleh pegiat politik ketika berkampanye. Segala macam janji diumbar meskipun dia sendiri tahu bahwa yang dijanjikannya itu sulit untuk direalisasikan. Namun demi meraih dukungan orang banyak, bermacam harapan dilontarkannya. Berbohong atau tidak menepati janji sama tercelanya. Sama-sama perbuatan orang yang tidak bertanggung jawab. Bahkan menurut hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hal itu adalah ciri-ciri orang munafik. 

Oleh karena itu, didiklah anak-anak kita untuk berlaku jujur sejak dari masa kanak-kanak, dan jauhkanlah diri kita masing-masing dari kebiasaan berbohong.

****  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar