Jumat, 04 Mei 2018

Mie Kadin Di Jogya

Mie Kadin Di Jogya   

Meski dalam kondisi masih sakit, aku diajak anak mantu pergi makan malam di Mie Kardin hari Kamis pekan yang lepas. Alasannya karena mudah-mudahan mie ini yang minim resikonya untuk asam uratku. Maka kami berkunjunglah ke kedai mie yang konon sudah ada sejak tahun 1947. Sudah lumayan tua juga umurnya. Setelah sampai, samar-samar kembali ingatanku bahwa dulu (entah kapan) aku juga pernah berkunjung ke tempat ini dengan rombongan teman-teman. 

Kedai atau warung atau apapun lah namanya cukup luas. Dengan meja yang juga lumayan banyak jumlahnya (aku tidak menghitungnya). Di latar paling belakang ada jejeran gerobak penggodog mie. Ada lima atau enam, tapi malam itu yang beroperasi hanya tiga buah. Yang beroperasi, menggodog pesanan demi pesanan mie yang sepertinya tiada henti-hentinya. Perlu kesabaran untuk mencicipi mie godog di tempat ini karena memang harus disiapkan porsi demi porsi di atas tungku anglo. Dan itu dilakukan oleh ketiga gerobak yang beroperasi itu. Tiga gerobak yang lain menurut cerita baru dioperasikan di akhir pekan, karena pengunjung warung ini lebih membludak.

Banyak pelayan berseragam hilir mudik. Yang mencatat pesanan dan yang mengantar pesanan yang sudah jadi. Kami berenam, termasuk Hamizan dan Fathimah memesan mie godog (mie rebus maksudnya) dan setelah itu menunggu. Sebuah penantian yang lumayan lama. Kesimpulan pertama, kalau kita datang dengan perut lapar untuk makan malam di tempat ini, pilihannya pasti kurang tepat. Kalau lagi lapar, restoran Padang adalah tempat yang tepat dengan servis kilatnya.  

Sambil menunggu, aku mengamati si tukang masak yang benar-benar tidak henti-hentinya menyiapkan setiap pesanan. Lumayan melelahkan juga pekerjaannya. Aku tidak tahu apakah di setiap gerobak hanya ada satu orang tukang masak atau ada penggantinya.

Yang menarik pula, di teras di pinggir jalan, di ketinggian (karena tempat makan berada di hamparan lebih rendah dari jalan) ada orkes musik yang tidak henti-hentinya membawakan lagu-lagu jadul. Keberadaan orkes musik ini yang mengingatkanku bahwa aku sudah pernah dulu mampir ke sini. Entah bagaimana pula kerjasama pemain orkes musik dengan pemilik warung mie Kadin. Yang pasti hiburan musik ini menurut cerita selalu hadir setiap malam di tempat ini.  

Pesanan kami akhirnya datang. Bagiku rasa mie rebusnya biasa-biasa saja. Tapi aku benar-benar kagum dengan usaha yang sudah berumur, dengan melibatkan banyak sekali pekerja (tukang masak dan pelayan-pelayan) ini. 

Nama dagangnya Kadin, karena lokasinya dekat kantor Kamar Dagang, dan juga karena nama yang mengawali usaha ini mbah Karto Kasidin, yang foto mereka (suami istri) dipajang di dinding di belakang meja kasir. 

****                          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar