Sabtu, 26 Mei 2018

Manejemen Waktu Berbuka Puasa

Manejemen Waktu Berbuka Puasa 

Berpuasa di masa kanak-kanak dulu di kampung jelas sangat berbeda suasananya. Kami tinggal di kampung yang belum punya penerangan listrik, yang malamnya, ketika bulan belum muncul gelap luar biasa. Kalam piriak kami menyebutnya.

Maka ibu-ibu harus menyiapkan makanan untuk berbuka puasa sebelum sinar siang mulai menghilang. Almarhumah ibuku, sudah siap biasanya sekitar jam setengah enam, ketika kita berbuka di sekitar jam enam petang. Makanan  sudah ditata di atas tikar sementara kami menunggu beduk maghrib dipukul di mesjid. Karena kami berenam yang ketika itu masih kanak-kanak, berbuka artinya adalah makan malam seutuhnya. Ada pabukoan entah kolak pisang dengan ketan atau apapun, yang seharusnya untuk menandai berbuka puasa. Bagi kami itu bukan prioritas pertama. Langsung nasi. Karena kami sedang lapar-laparnya.   

Sesudah makan nasi, dan biasanya ditutup pula dengan kolak pisang, kami pergi ke mesjid. Shalat maghrib terlambat diteruskan dengan shalat isya plus shalat tarawih berjamaah. Aku ikut pula bertadarus sesudah itu di mesjid dan pulang sekitar jam sepuluh malam dalam kegelapan yang kalam piriak tadi itu.

Yang lebih tepat, seperti di rumah mak tuo kami di sebelah, beliau makan pabukoan dulu membatalkan puasa lalu bersegera shalat maghrib. Sesudah shalat maghrib barulah makan besar.  

Sekarang aku biasanya berbuka dengan seteguk minuman atau sebutir dua butir kurma, atau sepiring kecil pabukoan lalu segera ke mesjid untuk shalat maghrib berjamaah. Waktunya agak pas-pasaan. Begitu sampai di mesjid hanya beberapa puluh detik sebelum iqamah. Pulang dari mesjid barulah makan nasi. Ada juga jemaah yang makannya nanti setelah shalat tarawih.

Mungkin karena kita tidak lagi tinggal di suasana gelap gulita, istriku sering masih sibuk memanaskan makanan ini itu yang dimasak tadi sore. Padahal memakan masakan yang terlalu panas itu tidak pula nyaman. Kepinginnya begitu sampai di rumah sesudah shalat maghrib kita semua bisa duduk bersama di meja makan. Tapi kenyataannya, ketika aku pulang, tidak jarang istriku masih shalat maghrib dulu, karena sesudah makan pabukoan dia masih sibuk dengan urusan kompor. Shalat jadinya tidak di awal waktu.  

**** 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar