Senin, 04 Januari 2016

Perayaan

Perayaan
 
Sejak dahulu kala manusia senang dengan perayaan dan keramaian. Senang dengan pesta pora. Keramaian itu bisa diadakan untuk memperingati sesuatu yang mereka anggap bertuah (misalnya memperingati hari lahir orang yang dimuliakan), atau untuk menyaksikan sesuatu yang luar biasa (kejadian langka yang mengagumkan atau pertandingan yang melibatkan para juara), atau untuk menghormati sesuatu yang dianggap sakral (hari-hari besar keagamaan). Keramaian dan pesta pora itu biasanya dilakukan pada hari-hari atau momen-momen tertentu dan menjadi sesuatu yang ditradisikan, untuk diulangi setiap tahun. Mereka menyebutnya berhari raya. Pada saat itu diadakan hal-hal yang semarak, yang penuh hura-hura. Bisa dengan membuat atraksi dan pertunjukkan, bisa dengan membuat ritual atau upacara tertentu. Sudah begitu sejak jaman purba dan bahkan berlanjut sampai sekarang.
 
Salah satu acara hura-hura yang heboh itu diadakan pada saat pergantian tahun baru Masehi, seperti yang baru saja kita saksikan. Beberapa tahun terakhir acara malam tahun baru ini semakin mendunia, merambah masuk ke lingkungan yang tidak terbayangkan sebelumnya. Kita terheran-heran menyaksikan bagaimana hebohnya acara tersebut di Dubai, di sebuah negara Arab yang seyogianya lebih kental keislamannya. Ada acara kembang api raksasa dipertunjukkan melalui bangunan tertinggi di dunia yang terdapat di kota itu. Kata mereka yang mengagumi, kembang api itu sangat menakjubkan.
 
Benarkah? Apanya yang menakjubkan? Apa makna detik pergantian tahun yang dihiasi dengan pesta kembang api? Jadi berubahkah detik-detik itu? Jadi lebih bertuahkah orang yang ikut hadir menyaksikannya? Nikmat apa yang diperoleh mereka yang hadir di pesta raya tersebut? Dan banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang menggelitik bagi kita yang awam. Karena kita terheran-heran menyaksikan orang sanggup membiayai dengan mahal untuk hadir di sebuah pesta pergantian tahun. Di malam old and new. 
 
Di kampung-kampung tidak kalah hebohnya bunyi petasan dan kembang api. Bergelegar-gelegar, terutama di saat-saat jam menunjukkan angka 12 tengah malam. Ditambah pula dengan budaya meniup trompet. Entah budaya apa ini. Tidak banyak yang perduli, tapi banyak yang ikut-ikutan latah. 
 
Yang juga terdengar setiap tahun, adalah maraknya kemaksiatan di malam pergantian tahun tersebut. Kita baca berita bahwa di daerah Puncak sesudah malam tahun baru petugas kebersihan disibukkan dengan membersihkan arena tempat orang-orang melewatkan pesta. Dan petugas kebersihan menemukan kondom bekas dan celana dalam wanita berceceran. Naudzubillaah.... 
 
Jadi semakin faham kita bahwa acara seperti ini memang lebih banyak mudaratnya. Pesta pora dan hura-hura diteruskan dengan berbuat maksiat. Bolehkah kita, sebagai umat Islam ikut-ikutan dalam acara seperti ini? Kita salinkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hari raya sebagai berikut;
 
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata, “Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya Idul Fithri dan Idul Adha (hari Nahr)” (HR. An Nasai dan Ahmad ).
 
Perayaan di luar dua perayaan di atas adalah perayaan jahiliyah karena yang dimaksud ajaran jahiliyah adalah setiap ajaran yang menyelisihi ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seyogianya setiap muslim mencukupkan dengan ajaran Islam yang ada, tidak perlu membuat perayaan baru selain itu. 
 
Wallahu a’lam
 
****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar