Senin, 10 Februari 2014

Masjidil Haram

Masjidil Haram

Masjidil Haram sedang mengalami perluasan lagi. 'Lagi' karena memang sudah berkali-kali masjid yang di dalamnya terdapat Ka'bah itu diperbesar. Diperluas, diperlebar, dibuat bertingkat. Jalur tempat sa'i misalnya, yang sepuluh tahun yang lalu hanya satu tempat sekarang sudah ada dua, karena dibuat bertingkat. Kali ini yang sedang direnovasi adalah bagian dari mesjid yang mengitari Ka'bah itu, dibongkar untuk digeser ke belakang. Tujuannya tentu saja untuk memberi tempat kepada lebih banyak lagi jamaah yang bisa ditampung oleh mesjid. Menurut catatan, sebelum renovasi yang terakhir ini, Masjidil Haram 'hanya' bisa menampung sedikit lebih dari sejuta jamaah. Suatu jumlah yang luar biasa sebenarnya, tapi itu masih jauh dari cukup.

Jauh dari cukup? Ya, jauh dari cukup karena menurut catatan pemerintah Arab Saudi pada musim haji tahun 1433 Hijriyah (tahun 2012 M) jumlah jamaah mencapai lebih dari 3 juta orang. Pada saat puncak pelaksanaan haji, sesudah wuquf di Arafah, keseluruhan 3 juta orang ini akan masuk ke dalam Masjidil Haram untuk melakukan thawaf, sebagai bagian dari rukun ibadah haji, dalam rentang waktu yang singkat, hanya dua - tiga hari saja. Semua harus melakukan thawaf ifadha. Tidak keseluruhan bagian mesjid dapat digunakan untuk thawaf. Hamparan tempat berdirinya Ka'bah hanya mampu menampung sedikit lebih dari seratus ribu jamaah dalam waktu bersamaan. Mereka berdesak-desak melakukan thawaf sebanyak tujuh kali putaran. Untungnya, masih ada bagian dari mesjid yang bertingkat tiga itu yang dapat juga digunakan untuk melakukan thawaf, mengelilingi Ka'bah. Dan sekarang dibuat pula jalur khusus dan bertingkat di hamparan lantai Ka'bah untuk thawaf. Begitu juga dengan tempat melakukan sa'i, sangat terbatas daya tampungnya untuk dibandingkan dengan jumlah 3 juta orang jamaah haji.

Lokasi Masjidil Haram itu sebenarnya adalah sebuah lembah yang relatif sempit, yang dikelilingi oleh bukit-bukit batu. Di luar kompleks mesjid terdapat hotel-hotel dan tempat pemukiman jamaah. Dan pasar. Jamaah haji Indonesia yang datang ke Makkah sebelum tahun 2000 mungkin tidak ada yang tidak kenal dengan pasar Seng. Pasar yang namanya dikalangan jamaah Indonesia dikenal demikian, yang tadinya konon kabarnya memang dikelilingi oleh pagar dari seng. Pasar itu sekarang sudah tidak ada. Di dekat pasar seng itu ada satu bagian yang oleh orang Indonesia disebut kampung Syami'ah. Di kampung Syami'ah ini dulu terdapat pemondokan untuk jamaah haji biasa. Pemondokan kampung Syami'ah juga sudah tidak ada sekarang. Tempat pemukiman jamaah haji biasa sekarang makin menjauh dari Masjidil Haram, di Misfalah, di Aziziyah yang berjarak 3 sampai 4 kilometer jauhnya.

Kenapa pasar Seng dan kampung Syami'ah itu sekarang tidak ada lagi? Karena dipakai untuk perluasan mesjid dan sebagian lagi dibangun hotel tempat menginapnya jamaah haji 'plus'. Jadi kalau demikian hanya jamaah haji 'plus' ini saja yang diistimewakan? Bukan juga demikian, karena ada juga sebagian dari hotel-hotel besar itu yang dibongkar, untuk perluasan mesjid. Bukan tidak mungkin lokasi yang sekarang masih ditempati hotel-hotel besar itu sekali waktu akan dibongkar lagi untuk perluasan mesjid (lagi).

Pemerintah Saudi berkewajiban melakukan perluasan-perluasan karena jumlah jamaah haji yang datang selalu meningkat pesat setiap tahun. Tahun 1990, ketika aku pergi melaksanakan ibadah haji, jumlah jamaah keseluruhan waktu itu 1,7 juta orang. Jumlah jamaah haji Indonesia sekitar 80,000 orang. Aku masih ingat ketika shalat Juma'at sebelum hari wuquf, datang di mesjid jam setengah sebelas pagi, Masjidil Haram penuh sesak luar biasa. Aku tidak bisa sujud menyentuh lantai, melainkan di punggung jamaah di depan. Tahun 2004, waktu aku melaksanakan ibadah haji yang kedua kalinya (menghajikan ayahku), kami pergi sekeluarga, aku menyerah ketika membimbing istri dan anak-anakku saat melaksanakan sa'i, sesudah sebelumnya melaksanakan thawaf, karena jalur sa'i itu berdesak-desak luar biasa dan kami sudah sangat kepayahan. Aku berniat untuk kembali lagi mengerjakan sa'i di malam harinya. Ketika bertemu dengan pembimbing rombongan beberapa jam kemudian, beliau menyarankan agar mencoba lagi, karena malam haripun suasananya akan lebih kurang sama. Tahun 2004 itu jumlah jamaah haji menurut catatan pemerintah Saudi sekitar 2.4 juta orang. Bisa dibayangkan bagaimana suasananya tahun 2012 ketika jumlah jamaah haji lebih dari 3 juta orang.

Dalam melakukan perluasan Masjidil Haram terlihat bahwa pelaksana perluasan tersebut (baca; Pemerintah Arab Saudi) memang sangat tegas dan tidak mempertimbangkan faktor lain termasuk faktor tempat yang untuk sementara orang dianggap sangat khusus seperti rumah tempat lahir Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, rumah beliau dengan istri pertama beliau Khadijah. Kalau tempat-tempat itu harus digusur untuk memperluas mesjid, ya mereka gusur. Kalau hotel-hotel besar harus dibongkar (dengan ganti 'untung') ya mereka bongkar. Kalau tempat masuk ke sumur Zam-zam di pelataran Ka'bah harus ditutup untuk memberi tempat bagi jamaah yang thawaf, ya mereka tutup. Mereka hanya mempertahankan tempat yang benar-benar perlu dipertahankan keberadaannya untuk beribadah, yaitu Ka'bah dan jalur sa'i antara Safa dan Marwa.

Ketegasan seperti ini dilakukan untuk kemashlahatan jamaah haji yang jumlahnya terus dan terus bertambah. Meskipun fasilitas yang disediakan dengan tambahan-tambahan itu selalu keteteran mengikuti pertambahan jumlah jamaah haji dari tahun ke tahun. Dengan perluasan yang sedang dilakukan saat ini, Masjidil Haram akan mampu menampung 200,000 tambahan jamaah. Perluasan itu diharapkan akan selesai tahun 2016. Sementara, tahun 2016 itu akan berapa banyak jumlah jamaah haji? Tahun 1434 Hijriyah yang lalu pemerintah Saudi mengurangi quota setiap negara pengirim jamaah sebanyak 20% karena sedang berlangsungnya pekerjaan renovasi. Ketegasan yang susah untuk bisa dimengerti oleh sebagian orang awam. Yang merasa bahwa 'tempat-tempat' bersejarah diabaikan begitu saja. 

****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar