Rabu, 21 Desember 2016

Tentang Buku Karanganku Itu Lagi

Tentang Buku Karanganku Itu Lagi         

Beberapa orang yang membaca buku karanganku memberikan apresiasi. Sepertinya ada yang agak berlebihan, entahlah.  Ada yang bertanya apakah buku Derai-derai Cinta itu pengalaman pribadiku? Aku jawab tidak, itu hanya karangan. Apakah cerita tentang bencana banjir bandang atau galodo dalam cerita itu juga karangan? Aku bilang, tidak. Galodo itu memang pernah terjadi. Lalu apakah tokoh yang ada dalam cerita yang mengalami peristiwa galodo itu benaran? Kujawab lagi tidak. Dia agak bingung. Jadi bagaimana sebenarnya, tanyanya pula. Ya itulah sebenarnya, cerita yang dikarang di atas sebuah realitas. Dengan latar belakang sebuah kejadian. Tapi kandungan utamanya adalah fiktif. Kata yang bertanya pula, cerita itu benar-benar seperti kejadian nyata.....

Begitu juga halnya dengan cerita Anak Manusia Korban Politik. Orang lain lagi yang bertanya. Apakah isi cerita itu benar-benar kejadian? Jawabannya juga tidak. Apakah itu berdasarkan pengalaman seseorang yang sangat anda kenal, tanyanya pula. Tidak juga.  Tapi alur cerita seperti itu memang ada di tengah masyarakat kita, dan membacanya seperti kita menyimak laporan kejadian sebenarnya. Ya, syukurlah kalau demikian, jawabku pula. Bagaimanapun itu hanya sebuah karangan alias fiktif.

Cerita-cerita pendek dalam buku Pulang Kampung itu semua juga fiktif?  Ya, semua fiktif. Semua hanya karangan. Banyak dari cerita pendek itu bernuansa jadul. Bernuansa cerita jaman dulu.

Seorang kakak sepupuku mengomentari bahwa bahasa dalam cerita-cerita itu terlalu keminang-minangan. Aku jawab, memang iya. Itu memang disengaja.

Lalu ada lagi pertanyaan anakku. Apa sih motifasinya mempublikasikan buku-bukuku itu? Ya ingin berbagi cerita saja dengan orang-orang yang berminat membacanya. Aku merasa bahwa karanganku itu layak untuk dibaca dan aku ingin orang lain membacanya. Kenapa  dicetak sedikit saja. Aku bilang yang sedikit itu saja juga masih tersisa. Berarti tidak laku dong, kata anakku. Bagaimana sih cara mempublikasikannya? Memang, tidak seberapa laku, jawabku. Caranya hanya sekedar menginformasikan melalui facebook, lalu direspons oleh beberapa orang teman. Mereka pesan, lalu bukunya dikirim dengan Tiki. Kenapa tidak diiklankan, tanya anakku lagi.  Aku tidak merasa perlu mengiklankannya. 

Dan memang begitulah adanya. Hari ini kebetulan ada lagi yang memesannya, teman dari seseorang yang sudah lebih dulu membacanya.

****                          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar