Al-Wafa’ (Kesetiaan)
Dari postingan Bp. Rahmat Hotari Harahap/StarEnergy 20/12/2012 09:10
http://al-ikhwan.net/risalah-nukhbawiyah/al-wafa-kesetiaan
al-ikhwan.net
- Hari itu Rasulullah saw kembali ke rumah tidak seperti biasanya.
Saat itu beliau kembali dengan mucat pucat, tubuh gemetar dan raut muka yang
menyiratkan rasa ketakutan yang sangat dalam. Beliau baru saja mengalami satu
peristiwa yang belum pernah beliau temui sebelumnya. Peristiwa turunnya wahyu
Allah swt yang pertama kali. Wahyu yang sekiranya diturunkan kepada gunung
sekalipun, niscaya gunung itu akan tunduk terpecah belah disebabkan takut
kepada Allah swt (QS Al Hasyr: 21).
Melihat
suaminya dalam keadaan seperti itu, Khadijah -Radhiyallahu ‘anha- segera
mengambil tindakan. Dia selimuti suaminya, dan dia dekap erat-erat. Dan yang
lebih penting dari semua itu, dia katakan dengan penuh keyakinan, ketulusan dan
kejujuran kalimat-kalimat berikut ini:
“Demi Allah,
Allah tidak akan menghinakanmu selamanya, demi Allah, sungguh engkau telah
menyambung persanakan (shilatur-rahim), benar dalam berbicara, memikul beban
orang yang kepayahan, membantu orang yang tidak mampu, menyuguhkan hidangan
kepada tamu, dan membantu orang-orang yang tertimpa musibah .”. (Muttafaqun
‘alaih).
Sebuah
ucapan yang menunjukkan sifat wafa’ yang luar biasa. Coba bayangkan, bukankah
pernikahan antara Rasulullah saw dengan Khadijah telah berjalan lima belas (15)
tahun?! Meskipun demikian, yang keluar dari mulut Khadijah dengan fasih adalah
daya ingatnya terhadap berbagai kebaikan Rasulullah saw. Sebuah pengakuan atas
kebaikan dan jasa orang lain yang luar biasa. Kenapa pada saat-saat yang
genting seperti itu yang diingat oleh Khadijah adalah kebaikan Rasulullah saw?
Bukan
hanya itu.
Khadijah
segera membawa nabi Muhammad saw untuk menemui pamannya, Waraqah bin Naufal.
Dari
pertemuan antara nabi Muhammad saw dengan Waraqah bin Naufal, nabi Muhammad saw
semakin yakin, bahwa dirinya benar-benar telah dipilih oleh Allah swt untuk
menjadi nabi dan Rasul.
Bukan
hanya itu saja.
Khadijah
adalah orang pertama yang menyatakan beriman kepada kenabian dan kerasulan nabi
Muhammad saw, sebuah keimanan yang membuat hati Rasulullah saw semakin kuat,
tegar dan mantap.
Bukan itu
saja.
Khadijah
(ra) adalah seorang wanita yang membela Rasulullah saw saat didustakan oleh
kaumnya. Membelanya dengan kedudukannya, dengan hartanya dan dengan segala yang
dimilikinya.
Pada
pihak yang sebaliknya, Rasulullah saw juga sangat wafa’ kepada istrinya itu.
Sepeninggal
Khadijah (ra), Rasulullah saw sering menyebut-nyebut Khadijah (ra), dan bila
menyembelih kambing atau semacamnya, beliau saw bersabda: “Tolong antarkan ini
kepada si fulanah, dan yang ini kepada si fulanah. Saat ditanyakan kepada
beliau, kenapa mereka? Beliau saw menjawab:“Mereka adalah teman-teman
Khadijah”.
Pernah
suatu kali datang kepada Rasulullah saw seorang wanita yang bernama Halah. Ia
adalah saudari Khadijah. Suaranya, postur tubuhnya dan beberapa hal lainnya
mirip dengan Khadijah.
Begitu
Rasulullah saw mendengar salam Halah, beliau saw langsung terperanjat. Ternyata
yang datang adalah Halah.
Karenanya
beliau bersabada: Allahumma, Halah (ya Allah, ternyata Halah).
Sikap
wafa’ yang membuat Ummul Mukminin ‘Aisyah (ra) cemburu berat. Sampai-sampai
pada suatu kali ‘Aisyah (ra) berkata: “Apa yang bisa engkau perbuat dengan
seorang wanita yang sudah tua renta, yang Allah swt telah menggantikannya
dengan yang lebih baik darinya! Maka Rasulullah saw menjawab: “Demi Allah, Dia
belum memberikan ganti untukku dengan yang lebih baik darinya .”. (HR Bukhari).
Sikap
kesetiaan yang luar biasa, yang membuat kita bertanya-tanya:
“Adakah
Rasulullah saw mengambil hati seseorang yang telah meninggal dunia dan
menyebabkan yang masih hidup marah-marah kepadanya? Dalam kesempatan ini ada
baiknya kita simak apa penuturan seorang Nashrani yang mengakui sifat
keteladanan nabi saw dalam hal ini:
Berkatalah
DR. Fahmi Lucas: “Aisyah (ra), seorang istri yang masih muda, yang mempunyai
kedudukan tersendiri di hati suaminya, tidak berani lagi menyinggung-nyinggung
Khadijah (ra) setelah kejadian itu. Apa yang membuat Muhammad (saw) berbuat
seperti itu, yaitu kesetiaan yang begitu indah yang diberikannya kepada
Khadijah (ra). Kesetiaan yang mejadi pusat keteladanan bagi seluruh suami dan
istri. Adakah Muhammad (saw) mencari hati dari seorang wanita yang telah
meninggal dengan resiko dimarahi oleh istrinya yang masih hidup bersamanya?
Apa kata
yang bisa diungkapkan untuk menggambarkan kesetiaan yang penuh mukjizat ini,
sementara dunia penuh oleh penyelewengan, perselingkuhan, lupa jasa dan
pengkhianatan?”.
Saudara-saudaraku
yang dimulyakan Allah!
Tiba
saatnya bagi kita untuk kembali memperbaiki kehidupan rumah tangga kita. Rumah
tangga tempat anak-anak, generasi masa depan menghabiskan waktu-waktunya untuk
menempa dan membentuk kepribadiannya. Tiba saatnya bagi kita untuk menunjukkan
dan memberikan sifat wafa’ kita kepada pasangan hidup kita, agar anak-anak
tumbuh menjadi manusia-manusia yang shalih dan shalihah yang akan menegakkan
diin Allah di atas muka bumi ini.
Tiba
saatnya bagi kita untuk kembali merenungi dan menteladani Rasulullah saw, dalam
hal kesetiaan, ke-bapak-an dan ke-suami-an, agar tassi (ke-uswah-an) kita
menjadi sempurna, sehingga berkesempatan mengharapkan kehidupan akhirat yang
baik.
Dan
akhirnya, semoga Allah swt memberikan kekuatan kepada kita untuk mendengarkan
perkataan yang baik, lalu mengikutinya dengan istiqamah, Aamiin.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar