Kalaulah Sempat (Dari Dunsanak Ita Djamin Melalui WA KTS)
Seorang laki-laki tua duduk di teras rumahnya. Rumah yang besar namun
sepi penghuni. Istri sudah meninggal. Tangan menggigil karena lemah,
penyakit menggerogoti sejak lama. Duduk tak enak, berjalan tak nyaman.
Untunglah seorang kerabat jauh mau tinggal bersama menemani beserta satu
orang pembantu.
Tiga anak, semua sukses. Berpendidikan sampai ke luar negeri. Ada yang
sekarang berkarir di luar negeri. Ada yang bekerja di perusahaan asing
dengan posisi tinggi, dan ada pula yang jadi pengusaha. Soal Ekonomi,
angkat dua jempol. Semua kaya raya.
Namun, saat tua seperti Ini dia merasa hampa. Ada pilu mendesak di sudut
hatinya. Tidur tak nyaman, dia berjalan. Memaandangi foto-foto masa
lalu. Foto laki-laki gagah dengan keluarganya berlatar Great Wall,
Eiffel Tower, Big Ben, Sydney Opera House dan berbagai belahan bumi
lainnya yang telah dijejaknya. Diabadikan dengan foto dibingkai bagus
yang tak mampu lagi dilihat karena pandangannya yang sudah mengabur.
Di rumahnya yang besar dia merasa kesepian. Tiada suara anak, cucu.
Hanya detak jam yang berbunyi teratur. Punggungnya terasa sakit,
sesekali air liurnya keluar dari mulutnya. Dari sudut mata ada
air yang menetes. Rindu dikunjungi anaknya, tapi anaknya sibuk dan
tinggal jauh di kota dan negara lain. Ingin pergi ke mesjid namun badan
tak mampu. Begitu lama waktu ini bergerak. Tatapannya hampa. Jiwanya
kosong, hanya gelisah yang menyeruak ... Sepanjang waktu ....
Laki-laki itu, barangkali adalah saya. Nanti. Barangkali anda yang
membaca tulisan ini suatu saat nanti. Hanya menunggu sesuatu yang tak
pasti. Yang pasti hanya kematian. Rumah besar tak mampu lagi
menyenangkan hati. Anak sukses tak mampu menyejukkan hati. Cucu-cucu
yang seperti orang asing. Asset-asset produktif yang terus menghasilkan,
entah untuk siapa ....
Kira-kira jika datang malaikat
menjemput, akan seperti apakah kematian ini? Siapa yang akan memandikan
kita? Dimana kita akan dikuburkan? Sempatkah anak kesayangan dan menjadi
kebanggaan datang menyelenggarakan mayat dan menguburkan kita? Apa amal yang akan dibawa ke akhirat nanti? Rumah akan ditinggal, asset
juga akan ditinggal. Anak-anak entah apakah akan ingat untuk berdoa
untuk kita atau tidak. Sedang shalat mereka sendiri saja belum tentu
berisi. Apa lagi jika dulu anak tak sempat dididik sesuai tuntunan Yang
Maha Kuasa. Ilmu agama hanya sebagai sisipan saja.
Kalaulah
dahulu sempat menyumbang yang cukup berarti di mesjid, Rumah Yatim,
Panti Asuhan. Kalaulah sempat dahulu membeli sayur dan melebihkan uang
pada nenek tua yang selalu datang. Kalaulah dahulu sempat memberikan
sandal untuk disumbangkan di mesjid biar dipakai orang yang memerlukan.
Kalaulah sempat membelikan buah buat tetangga, kenalan, kerabat dan
handai taulan. Kalaulah kita tidak kikir kepada sesama. Mungkin itu
semua akan menjadi amal penolong kita. Kalaulah dahulu anak
disiapkan menjadi Muslim yang shaleh. Ilmu agama dan ilmu Al-Quran nya
lebih diutamakan. Ibadah shalat dan sedekahnya kita tuntun dan ajarkan.
Maka mungkin mereka senantiasa akan terbangun malam, meneteskan air mata
medoakan kita orang tuanya.
Kalaulah sempat membagi ilmu dengan ikhlas pada orang sehingga bermanfaat bagi sesama ....
Kalaulah sempat ...
Mengapa kalau sempat? Mengapa itu semua tidak jadi perhatian utama
kita? Sungguh kita tidak adil pada diri sendiri. Kenapa kita tidak lebih
serius menyiapkan bekal untuk menghadap-Nya?
Semoga tulisan
kecil Ini menjadi nasihat bagi diri saya, bagi kita semua. Berseriuslah
menyiapkan diri menghadapi kematian, dan kehidupan akhirat yang kekal.
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar