Menghadiri Pernikahan Kemenakan
Hari Sabtu kemarin kami berangkat lagi ke Semarang. Melanjutkan urusan yang sudah diawali beberapa pekan yang lalu, untuk menghadiri pernikahan seorang kemenakan. Dan kali ini kami berangkat lebih ramai. Ada yang dengan pesawat (yang tiketnya sudah dipesan jauh-jauh hari sebelumnya), ada yang naik kereta api. Ada yang membawa kendaraan sendiri. Ada yang datang dari Jakarta dan sekitarnya, ada yang datang dari Jogyakarta, yang dari Padang, yang dari Pakan Baru dan yang dari Balikpapan. Kami pergi baralek ke Semarang.
Aku dengan istri dan anak bergabung dalam rombongan tujuh orang dengan pesawat yang berangkat jam 2 siang, terlambat satu jam dari jadwal. Penerbangan dalam cuaca buruk dengan awan hitam pekat sangat akrab di sebelah siang. Ternyata, sangat mendebarkan juga pengalaman penerbangan yang kami lalui. Pesawat dengan lebih dari seratus orang penumpang itu diombang-ambingkan oleh cuaca buruk. Bahkan dengan getaran aneh dimana ekor pesawat itu bergoyang kekiri dan kekanan dengan keras. Aku segera menyibukkan diri dengan zikir ketika itu.
Alhamdulillah kami akhirnya selamat sampai di Semarang. Yang berkendaraan mobil baik yang dari Jakarta maupun yang dari Jogya bercerita tentang ramainya lalulintas dan macetnya jalan yang dilalui. Jakarta - Semarang yang biasanya dapat ditempuh dalam enam tujuh jam, kali ini memerlukan waktu sampai empat belas jam. Begitu pula yang dari Jogya, yang biasanya putus dalam dua setengah jam kali ini memerlukan tujuh sampai delapan jam. Maklumlah di akhir pekan dengan liburan panjang sehubungan hari Natal.
Alhamdulillah, pestanya sendiri berjalan sangat-sangat lancar di hari Ahad kemarin itu. Diawali dengan acara ijab kabul pernikahan dan dilanjutkan dengan resepsi di gedung pertemuan Patra Jasa di Semarang. Syahlah sudah pernikahan antara anak kemenakan kami, yang berasal dari Ampek Angkek Kabupaten Agam Sumatera Barat yang menyunting seorang dara yang berasal dari Wonosobo Jawa Tengah. Kedua-duanya dokter lulusan Universitas Diponegoro. Asam di gunung, garam di laut bertemu dalam belanga. Yang satu dari Bukit Tinggi, yang lain dari Wonosobo, berkenalan di Semarang sampai akhirnya menikah di kota ini. Dilewakan pula gala, karena ketek banamo, gadang bagala. Meski sebahagian dari tamu yang hadir mungkin tidak paham apa maksudnya gelar adat seperti itu.
Selesai alek. Sebagian dari kami yang datang itu meninggalkan Semarang hari Ahad siang. Ada yang melanjutkan pengembaraan ke timur (Surabaya) dan ke selatan (Jogya). Kami kembali kemarin sore. Dengan pesawat. Dengan bismillah dan doa mohon perlindungan kepada Allah. Alhamdulillah tadi malam jam setengah sembilan sampai kembali di Jatibening. Penerbangan yang aman. Lalu lintas yang nyaman dari bandara ke rumah. Sekali lagi alhamdulillah.....
*****
Siapakah gerangan gelar kemenakan bapak tersebut, jika kami mungkin mengetahuinya?
BalasHapusDia bernama Donny R dan sekarang bergelar Sutan Pangulu Bagindo......
BalasHapus