Buku-buku Karanganku Itu
Alhamdulillaah, dua judul bukuku itu, Derai-derai Cinta dan Pulang Kampung (kumpulan cerita pendek) sudah dalam perjalanan dari Jogyakarta tempat dicetak menuju ke Jatibening. Mudah-mudahan dalam sehari dua ini kiriman buku-buku itu akan sampai. Dan setelah itu in sya Allah akan dikirim ke mereka-mereka yang sudah menyatakan berminat. Kedua buku tersebut dicetak dalam jumlah terbatas, masing-masing hanya 50 eksemplar. Karena pengalaman yang tidak memuaskan ketika mencetak buku pertama kali enam tahun yang lalu.
Dulu itu sebuah karanganku dengan judul Anak Manusia Korban Politik dicetak di sebuah percetakan di Bandung. Pemilik percetakan itu pada awalnya sangat optimis bahwa buku itu akan diminati orang. Dia membuat pengantar yang sangat bersemangat di kulit buku tersebut. Akupun begitu pula, hanya karena apresiasi teman-teman di mailing list RantauNet yang selalu menyemangati agar buku tersebut dicetak. Tapi ternyata kemudian, buku itu tidak laku.
Inti cerita Anak Manusia Korban Politik :
Pertemuan dua kawan lama
mantan murid SMP di kampung dekat Bukit Tinggi yang terpisah sejak
mereka tamat SMP di tahun 1966, bertemu secara tidak sengaja di sebuah
toko buku di Pasar Senen Jakarta. Salah satu dari dua sahabat itu
mengalami
pengalaman pahit, yang selama ini menjadi beban perasaan di hatinya,
lalu diceritakannya kepada kawan lama itu. Dia yang seorang sarjana
teknik mesin, pernah bekerja di sebuah perusahaan asing eksplorasi
minyak, tapi kemudian diberhentikan dari pekerjaannya karena dia anak
seorang anggota PKI. Tragisnya, yang melaporkan itu adalah orang
sekampungnya sendiri. Deritanya lebih parah lagi karena setelah dia
diberhentikan, istrinya minta cerai.
Cerita ini
juga berlatar belakang kejadian 'politik' di Sumatera Barat sejak
perang PRRI sampai jauh sesudah peristiwa Gestapu/PKI. Banyak dibumbui
dengan istilah-istilah Minang, sehingga seorang pengeritik dari
lingkungan keluarga mengatakan bahasanya terlalu 'Minang'.
Dan berikut ini komentar salah seorang anggota RantauNet..
Assalaamu'alaikum sanak,
Nakan Reni mangirim ambo buku "Anak Manusia Korban Politik", karya sanak awak Muhammad Dafiq Sutan Lembang. Memang agak baansua ansua ambo mambaco. Agak mulai ditangah mulai seru mambangkikkan emosi kemanusian awak. Menjelangkan akhir memang indak taraso manitiak aia mato ambo. Memang begitu kejamnyo politik. Ambo penggemar tulisan sanak Dafiq. Buku novel Anak Manusia ko merupakan kritik sosial terhadap kejamnya suatu kebijakan paranoid terhadap suatu isme.
Salut untuk sanak kito St. Lembang. Sayang kalau buku rancak ko kok kurang laku. Mungkin masih memerlukan promosi dan strategi pemasaran yang lebih terpoles. Tapikia baa indak dijadikan proyek penjualan buku YPRN. Kalau dijadikan film tantu akan rancak pulo. Nan alun mambaco buku tu, rancak pasan capek, sebelum YPRN nan manjua, tantu akan manjadi maha beko....hehehe...
--
Wassalaamu'alaikum
Dutamardin Umar (aka. Ajo Duta),
gelar Bagindo, suku Mandahiliang
Kamis, 05 Januari 2012
Anak Manusia Korban Politik
Novel ini
sesungguhnya, menceritakan tentang perjalanan anak manusia yang hidup
dalam dua rezim ini, Orde baru dan orde lama. Akibat seorang ayah yang
tidak tahu menahu dengan seluk beluk PKI sehingga masuk menjadi anggota
PKI. Melihat perilaku partai yang tidak sesuai dengan kesehariannya
sebagai seorang muslim maka keluarlah dia dari partai. Namun dalam
aturan partai tidak mengizinkan anggotanya keluar, sekali masuk harus
tetap di dalam dan tidak bisa lagi meninggalkan partai.
‘Menginggalkan partai berarti penghianat dan dicap sebagai kontrarevolusi’.
Kalimat itu yang selalu di ucapkan oleh salah satu tokoh PKI kepada
seorang ayah. Namun peristiwa gesatapu telah membuat PKI kehilangan
simpati dari rakyat Indonesia apalagi prilakunya selama ini yang anti
agama. Gestapu atau dikenal dengan gerakan 30 september PKI yang
melakukan pengkudetaan terhadap presiden sukarno dan pembunuhan 6
Jendral sehingga mencoreng namanya dalam panggung perpolitikan
Indonesia. Suasana perpolitikan pasca peristiwa itu mengalami
instabilitas. Singkat cerita akhirnya Suharto menduduki tampuk kekuasan
republik Indonesia.
PKI dibubarkan dan kader-kadernya diberikan
sangsi oleh orde baru. Bahkan anak dan cucu eks PKI mengalami
diskriminasi dalam kehidupan di masyarakat. Inilah yang terjadi pada
Marwan, seorang anak dari eks PKI yang sebenarnya ayahnya sudah
mengundurkan diri dari partai terlarang itu. Namun dalam mekanisme partai
ini tidak pernah memberikan surat pemberhentian kepada anggotanya yang
terlanjur bergabung dalam partai. Akhirnya sekali PKI tetap PKI.
Di
masa orde baru inilah PKI mendapatkan cercaan di masyarakat Indonesia.
Orang PKI selalu di identikan dengan pengacau, pemberontak, kejam dan
ateis. Predikat inilah yang menjadi pemicu konflik dalam rumah tangga
Marwan. Istrinya marah padanya karena merasa dibohongi yang selama ini
tidak pernah diberitahu tentang latar belakang keluarganya. Istrinya
baru tahu belakangan setelah mendengar cerita dari Ibu Marwan. Ibu
Marwan menceritakan secara lengkap kepada menantunya yang dikiranya
sudah diberi tahu sebelunya oleh Marwan.
Tak bisa menahan emosi,
akhirnya istri Marwan memarahi suaminya. Konflik pun terjadi kembali
yang sebelumnya juga sering terjadi. Sebenarnya masalah ini hanya pemicu
bagi istrinya yang belakangan sangat sensitif karena tak kunjung
mendapatkan anak. Namun setelah Marwan menjelaskan secara lengkap
tentang alasan ayahnya masuk PKI dan akhirnya keluar maka istrinya
pun mulai melunak dan konflik reda kembali.
Tak berhenti di
rumah tangga. Di perusahaan tempat Marwan bekerja, dia mendapatkan
imbasnya pula karena anak dari anggota PKI. Seorang teman kerjanya
mengetahui identitas keluarganya dan melaporkannya kepada atasannya.
Sebenarnya Marwan sudah mencoba menjelaskan secara rasional tentang
status ayahnya di PKI. Namun atasannya yang simpati tidak memiliki
otoritas untuk mempertahankannya di perusahaan. Pada akhirnya dia
dipecat dan bahkan diancam untuk diadili karna melakukan kebohongan
administrasi.
Kejadian ini kemudian membuat istrinya menangis.
Istrinya merasa bersalah sebagai istri karena selama menikah dengan
Marwan kesialan selalu menghampiri. Mereka tidak memiliki anak dan
Marwan dipecat dari tempat kerjanya. Atas alas an inilah istrinya
meminta agar di ceraikan. Dan rentetan-rentetan sebab tadi akhirnya
mereka bercerai.
_______________
Anak manusia korban politik: sebuah
novel politik : sebuah cerita fiktif berlatar belakang percaturan
politik sejak tahun 1958 sampai tahun 1980an di Indonesia
Pustaka Reka Cipta, 2010 - 210 halaman
Apa yang dikatakan orang - Tulis resensi
Sebuah
cerita fiktif yang nyaris seperti keadaan sebenarnya, dibahas dengan
bahasa yang menarik dan runtut. Buku ini sangat perlu dibaca terutama
bagi generasi muda yang tidak mengalami kondisi politik sampai jaman
Orde Baru.....
_______________________
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar