Tanda Pergantian Waktu
1 Muharram 1435 Hijriyah. Hari pertama di tahun yang baru.
Allah Ta'ala berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 189 yang artinya; 'Mereka
bertanya kepadamu (Muhammad) tentang (besar kecinya) bulan. Katakanlah!
'Bulan itu menunjukkan tanda-tanda waktu bagi manusia dan (untuk
menentukan waktu) haji. Bukanlah kebaikan (amal saleh) memasuki rumah
dari belakangnya, tetapi kebaikan itu adalah orang yang bertaqwa.
Masukilah rumahmu dari pintunya. Dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu
menang.' (Catatan: Kebiasaan orang Arab jahiiyah sesudah mereka
mengerjakan ibadah menurut keyakinan mereka lalu memasuki rumah mereka
dari belakang rumah, dan mereka menganggap yang seperti itu merupakan
suatu amal kebaikan.)
Seperti ayat di atas itu peringatan
dan petunjuk Allah tentang pergantian bulan. Agar manusia mengenali
bertukarnya bulan, dan mengetahui kapan waktunya melaksanakan ibadah
haji. Kapan waktunya mengerjakan ibadah puasa Ramadhan. Dan Allah
ingatkan pula bahwa Dia menetapkan satu tahun itu terdiri dari 12 bulan
seperti yang dapat kita simak pada surah At Taubah (surah 9) ayat 36;
'Sesungguhnya Allah menentukan bilangan bulan dua belas bulan dalam
ketetapan-Nya di kala Dia menciptakan langit dan bumi. Dari dua belas
bulan itu ada empat bulan haram (suci). (Yakni bulan-bulan Zuqaidah,
Zuhijjah, Muharram dan Rajab). Demikianlah agama yang lurus, maka
janganlah kamu menganiaya dirimu dalam bulan-bulan itu (dengan berperang
dan sebagainya).....'
Maka seperti itulah yang
diamalkan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Beliau
mengajarkan kepada para sahabat untuk mengenali bulan demi bulan, supaya
mengetahui kapan waktunya untuk menjalankan puasa (Ramadhan), untuk
mempersiapkan diri mengerjakan ibadah haji. Di luar itu tidak ada beliau
mengajarkan amalan-amalan khusus dalam pergantian bulan. Dan belum ada
bilangan tahun.
Masyarakat Arab pada waktu itu menandai
suatu tahun kalau pada tahun itu terjadi peristiwa besar. Misalnya, pada
tahun kelahiran Muhammad bin Abdullah (yang nanti menjadi Rasul)
terjadi peristiwa datangnya balatentara bergajah dibawah pimpinan
Abrahah yang berniat mau menghancurkan Ka'bah. Dan tahun itu dijuluki
tahun gajah. Menghitung-hitung tahun tidaklah lazim.
Waktu
terus berjalan. Setelah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam wafat,
beliau digantikan oleh Abu Bakar sebagai khalifah. Abu Bakar mengemban
tugas kekhalifahan itu dua tahun saja dan beliaupun berpulang
kerahmatulah. Abu Bakar digantikan oleh Umar bin Khaththab. Di bawah
kepemimpinan Umar, daerah yang dikuasai kaum muslimin semakin luas. Di
banyak daerah-daerah yang baru dikuasai itu diangkat pemimpin-pemimpin
untuk mengatur urusan umat. Antara Umar sebagai khalifah yang
berkedudukan di Madinah dengan para pemimpin daerah itu komunikasi
dijalankan dengan surat menyurat. Berbagai arahan dan perintah dari
khalifah disampaikan melalui surat. Karena banyaknya surat-surat, yang
masing-masingnya hanya ditandai dengan tanggal dan bulan, suatu ketika
salah seorang pemimpin daerah ini bertanya kepada surat yang mana dia
harus merujuk di antara arahan sang khalifah. Karena ada beberapa surat
dikirim pada bulan yang sama tapi tidak diketahui lagi pada tahun mana
saja surat-surat tersebut dikirimkan.
Umar menyadari bahwa
tanpa menyebutkan dan mengenali tahun seperti yang dibiasakan selama
ini akan sangat menyulitkan dalam mengurus umat yang sudah semakin
banyak serta melayani negeri-negeri yang semakin luas dan letaknya
berjauhan. Beliaupun bermusyawarah dengan para sahabat untuk mencari
jalan keluar dan untuk menetapkan permulaan tahun. Di antara para
sahabat yang dimintai pendapatnya, ada yang mengusulkan agar perhitungan
tahun itu dimulai sejak tahun kelahiran Rasulullah shalallahu 'alaihi
wa sallam. Ada yang mengusulkan dihitung sejak mula pertama beliau
diangkat jadi Rasul. Akhirnya yang disepakati adalah usulan dari Ali bin
Abi Thalib, untuk menghitung awal tahun pada saat Rasulullah hijrah
dari Makkah ke Madinah. Hal itu disepakati bersama. Disepakati pula
bahwa awal tahun itu dimulai dengan bulan Muharram. Sebelum itu tidak
ada yang memperdulikan mana bulan yang pertama di antara 12 bulan yang
mereka kenal, dan bulan-bulan itu dibiarkan saja bergantian apa adanya.
Musyawarah itu dilakukan di tahun ke lima Umar menjadi khalifah, yang
artinya tujuh belas tahun sejak berhijrahnya Rasulullah shalallahu
'alaihi wa sallam. Itulah awal perhitungan tahun Hijriyah.
Sejak itulah umat Islam menggunakan tahun Hijriyah yang kita warisi sekarang.
Dan
keperluannya hanyalah untuk mengenali waktu. Kita boleh menghitung
tahun demi tahun. Mencatat peristiwa penting pada tahun-tahun yang kita
lalui. Tapi tidak perlu membuat acara-acara khusus dalam melalui
pergantian tahun atau bulan, kecuali dengan amalan yang diajarkan
Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam.
Sangatlah keliru
ketika kita melakukan ritual-ritual khusus, seperti melakukan upacara
membersihkan pusaka yang dianggap keramat di malam pergantian tahun.
Karena meyakini dengan perbuatan tersebut dapat membawa berkah atau
menghindarkan diri dari bala dan celaka. Perbuatan seperti ini jelas
termasuk amalan mempersekutukan Allah dan sangat dimurkai Allah. Allah
tidak akan mengampuni dosa kesyirikan sebagaimana dijelaskan dalam
firman-Nya pada surah An Nissa' ayat 48; 'Sesungguhnya Allah tiada
akan mengampuni dosa jika Dia dipersekutukan dengan yang lain, dan Dia
mengampuni dosa yang kurang dari syirik itu bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa mempersekutukan Allah, maka
sesungguhnya dia telah berbuat dosa besar.' Meskipun seseorang itu
shalat (artinya dia menyembah Allah), tapi dia masih mempercayai bahwa
ada benda-benda keramat yang dapat melindunginya dari bencana (artinya
dia mempersekutukan Allah dengan benda yang dianggapnya keramat itu),
maka dia tidak akan diampuni Allah. Akan tetapi mereka yang pernah
berlaku syirik, lalu dia bertaubat dengan sungguh-sungguh dan tidak
mengulangi lagi perbuatan syiriknya itu, Allah akan mengampuni dosanya.
Janganlah
kita melakukan amalan-amalan yang jelas-jelas menyimpang, yang tidak
pernah diajarkan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, agar kita
selamat, seperti yang diingatkan Allah pada surah al Baqarah ayat 189 di
atas.
Wallahu a'lam.
****